Chapter 6b - My Loyal Assistant : Heart Beat

550 32 4
                                    

-Arga PoV-

"...Raka?" Perlahan ia membuka matanya. Tangannya memegang pelipisnya.

"Loh... Arga? Kamu gak pulang?" Oi, oi, apa-apaan pertanyaan itu. Lihatlah kondisimu sekarang!!

"Kenapa aku ada di bawah?" Kau bertanya pada siapa, hah? Mana ku tahu. 

Argh, lagi-lagi tanganku ditepis olehnya. Dengan tangan gemetarnya, ia berusaha berdiri sendiri. Ku tahan emosiku.

"Kamu gak papa?" Entah berapa kali aku menanyakan hal ini.

"...gak papa" Jawabnya dengan tersenyum. Setelah berhasil menopang tubuhnya untuk berdiri, tiba-tiba tubuhnya oleng ke belakang. Sebelum itu terjadi, ku raih pinggangnya dan menopangnya pada tubuhku. Ia tak sadarkan diri lagi.

"Gak papa dari Hongkong" Ku gendong Raka yang keras kepala ini bak seorang puteri dalam cerita 1001 malam. Untung saja badannya tidak sebesar Sandy. Setelah naik ke lantai atas, aku menuju kamar yang ku asumsikan sebagai kamar Raka tempo hari.

"Akh... Repot banget deh" Setelah aku berusaha membuka pintu kamar, aku langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan menyelimutinya. Kenapa weekend ini aku gak bisa tenang? Ku pegang keningnya yang masih panas dan wajahnya benar-benar pucat. Entah kenapa hanya dia yang ku anggap manis, meskipun dalam keadaan sakit. Enough! Kembali ke kenyataan!!

Aku keluar kamar untuk mencari sesuatu yang bisa ku lakukan--atau sepertinya tidak.

Vas pecah.

Cucian piring menumpuk.

Pekerjaan ekstra untuk Raka.

Tidak, tidak, aku tidak sanggup menangani semuanya. Nasib baik aku hidup di jaman yang telah menemukan alat komunikasi jarak jauh. Ku telfon pelayanku yang ada di rumah.

Tuut..Tuut.. "Selamat Sore, Tuan Mu--"

"Aku perlu bantuanmu, bawa satu orang pelayan lagi bersamamu. Akan ku kirim alamatnya"

"Baik, saya akan segera ke sana" Setelah menelfonnya, ku telusuri nomor dokter keluargaku dan memanggilnya.

Tuut.. Tuut.. "Selamat Sore, Dok"

"Selamat Sore"

"Saya perlu kedatangan Anda untuk memeriksa seseorang. Saya akan mengirim alamatnya untuk Anda"

"Saya usahakan datang segera. Gejala apa yang terjadi padanya?"

"Sekarang dia tak sadarkan diri, wajahnya pucat, tubuhnya dingin, dan demam tinggi"

"Sementara kompres dengan handuk hangat, usahakan pasien dalam keadaan sehangat mungkin"

"Baik, Dok. Terima kasih, Selamat Sore"

"Selamat Sore"

Memasak yang paling gampang itu masak air. Tapi masalahnya, handuk untuk mengompresnya itu loh dimana.

~

Saat ini aku sudah mengompres Raka dengan handuk hangat yang ku temukan di dalam lemarinya. Dia masih tak sadarkan diri. Kalau panasnya semakin tinggi, mungkin dia bisa kejang-kejang. Aku berdoa supaya itu tak terjadi. Pelayanku sudah pulang karena sudah membereskan 'pekerjaan rumah' disini karena saking lamanya ia tak siuman.

Lima menit kemudian dr. Fahmi, dokter keluargaku datang. Beliau langsung memeriksa Raka.

"Dia anemia, dan demamnya hanya gejala awal pilek atau batuk. Mungkin akhir-akhir ini dia kurang tidur atau kelelahan sehingga imunnya menurun. Di tambah lagi sekarang musim penghujan. Saya sudah bawakan resep obatnya. Jika dia sudah siuman, tolong berikan obat ini. Sehari tiga kali" dr. Fahmi menyerahkan obat-obat itu padaku.

Love is Simple [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang