Perjalanan Suro Gendeng yang telah meninggalkan desa Pandeyan melintasi hutan yang sangat lebat dan angker karena dihuni binatang buas dan makhluk halus yang mengancam jiwa manusia.
Suro Gendeng menyelinap ke dalam hutan belukar yang sangat gelap itu sekaligus membuktikan bahwa ilmu yang didapat dari gurunya sangat bermanfaat. Mulai dari melintas diatas jurang dan menerobos hutan perawan yang sangat angker.Langit biru terang benderang menyinari punggung bukit Kendeng yang gundul karena terbawa erosi arus deras Bengawan Silugangga. Tiada angin yang bertiup menyingkirkan udara panas terik yang membakar pepohonan dan mengeringkan air sungai yang mengalir dibawahnya. Namun hutan Roban yang terkenal sangat berbahaya itu telah memberikan keteduhan saat Suro Gendeng memasukinya. Dan saat yang tak terduga, Suro melompat ketika tiba- tiba seekor ular naga sebesar pohon kelapa menyambar tubuh Suro dengan dahsyat.
"Weeeessssssrrr!!"
Suro Gendeng dengan sangat tangkas melompat ke atas dahan pohon yang melintang diatas kepala.
" Zeeppt !!"
Tapi ular naga raksasa itu tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada Suro untuk menghindar sehingga dengan ekornya yang bersisik seperti taring itu mengibas kekiri dan ke kanan. Suro Gendeng melompat sambil menikam tinju ke arah kedua mata ular naga raksasa itu dengan ajian Bayu Geni.
"Hiiiiaaaaatttt !!!"
"Zlepp !! Zlepp!!"
Ketika melihat ular naga itu mulai meronta dan menggelepar karena kedua matanya terluka dan buta, Suro Gendeng memukul dengan tenaga dalam ke arah kepala ular raksasa itu bertubi - tubi. Akhirnya ular raksasa itu meraung kesakitan dan lenyap dari pandangan Suro Gendeng. Yang tampak oleh Suro adalah gumpalan asap putih tebal yang bergerak masuk ke dalam sebuah goa di dalam hutan.
Suro Gendeng mengikuti gumpalan asap putih itu masuk ke dalam goa. Tapi ketika ia sudah berdiri di dalam goa, gumpalan asap itu lenyap. Sedang Suro Gendeng melihat ribuan kelelawar keluar dari dalam goa dengan suara berisik.
"Terima kasih kisanak, engkau telah berhasil mengalahkan aku. Kini aku telah menjelma menjadi kapak pusaka yang tergeletak diatas batu di depanmu. Ambillah kapak itu, jadikan pusaka untuk melindungi nyawamu. Aku adalah naga Geni yang menguasai hutan ini. Aku tetap hidup di dalam kapak itu dan ingin ikut bersamamu, berkelana menumpas kejahatan dan melindungi kaum lemah."
Suro Gendeng yang mendengar suara manusia tanpa ujud itu merinding karena menyarankan agar ia segera mengambil kapak yang tergeletak di atas batu. Benar kata suara tak berujud itu, ketika Suro melangkah masuk ke dalam goa, melihat ada sebuah batu yang berbentuk datar seperti meja dengan kapak bermata dua tergeletak di atasnya. Kapak itu terlihat bercahaya gemerlap. Tapi ketika tangan Suro Gendeng meraba dan mengambilnya, sinar meredup dan padam. Suro mencoba mengamati bentuk kapak bermata dua itu yang bergagang berbentuk kepala naga. Suro Gendeng kemudian menyelipkan pusaka kapak itu di pinggangnya sambil melangkah keluar dari dalam goa yg sangat rimbun dengan tumbuhan semak belukar.
***
Saat penduduk desa sedang mencari angin dibawah rindangnya pohon beringin di pinggir desa, tiba- tiba dikejutkan dengan suara gemuruh bumi yang tergoncang dan petir yang menyambar tiada henti. Itu pertanda hujan turun dengan sangat deras dan bumi seakan bergerak seperti gelombang. Penduduk desa tidak berani keluar rumah karena mendengar Auman serigala yg sangat mengerikan diatas bukit.
Klabang Geni yg biasa menebar suasana menakutkan itu untuk menyirep agar seluruh penduduk desa terlelap tidur dan ia bersama anak buahnya melakukan perampokan. Suro Gendeng masih ingat ketika masih kecil desanya dibakar oleh perampok yg sangat kejam sehingga ia terpisah dari orang tuanya. Tapi kali ini firasat itu bukan datang dari Klabang Geni melainkan seorang pendekar buta yang selama ini telah mengajari Suro ilmu kedikjayaan. Mata Malaikat.
"Guru.. saya kira siapa " kata Suro Gendeng sambil memeluk pendekar buta itu.
"Aku melihat kamu sudah menakhlukkan ular naga raksasa penunggu alas Roban. Dan kamu dapat senjata pusaka kapak." kata Mata Malaikat. Suro Gendeng jadi bingung, kenapa gurunya tahu kalau dia sudah bertarung dengan naga raksasa itu.
"Bagaimana guru tahu?"
"Naga Geni adalah sahabatku 100 tahun silam. Ia memang sedang mencari orang dari sekte putih untuk diikuti. Aku kira tepat jika ia memilihmu untuk diikuti langkahnya. Karena Naga Geni itu pemurah hati dan pelindung kaum lemah. Karena ia berujud binatang, tentu niatnya tidak bisa terujud. Tapi bila berubah menjadi sebuah senjata pusaka, maka niat Naga Geni akan terlaksana.'" kata Mata Malaikat. Suro Gendeng baru paham maksud dari gurunya.
"Baik guru. Saya tetap akan laksanakan pesan dari Naga Geni yang seperti guru ucapkan."
"Ya sudah, aku akan kembali pulang ke pondok. Hati2 kamu menghadapi pendekar siluman yang mengincar kapak pusaka milikmu." kata Mata Malaikat sambil melesat lenyap bersama angin lalu.
Mata Malaikat telah melepas murid sekaligus anak angkatnya itu untuk pergi berkelana mencari ilmu kehidupan. Ia mendapat amanah dari gurunya si Mata Malaikat untuk membrantas para penjahat yang menindas dan menyusahkan orang desa. Dalam perjalanannya selalu saja ada penghalang seperti para penghuni hutan belantara yang terdiri dari makhluk halus dan binatang buas. Suro Gendeng selalu teringat pesan Naga Geni yang terngiang - ngiang di telinganya.
" Wahai manusia sakti, rawatlah kapak itu untuk menumpas kejahatan di alam ini. Karena sebenarnya kapak pusaka itu adalah ujudku. Aku adalah nagaraja penunggu hutan ini...dan aku akan ikut pada orang yg mampu mengalahkan aku. Lanjutkan perjalananmu..selamat jalan Suro Gendeng !!!"
Surogendeng menarik nafas panjang sambil menyetujui permintaan dari suara gaib itu. Iapun berjanji akan menggunakan pusakanya untuk melawan kezholiman.
" Jleggg !!"
Baru saja Suro Gendeng menimang dan mengelus kapak pusaka miliknya, seorang pendekar dengan tubuh tinggi besar dan berjanggut lebat telah berdiri menghalangi langkahnya.
"Ha ha ha.. senang sekali bisa bertemu denganmu kisanak. Bukankah itu senjata pusaka yang kau dapatkan dari alas Roban ? ha ha ha itu yang kumaksud kisanak." kata orang itu.
Tentu saja Suro Gendeng agak terkejut melihat potongan tubuh manusia yg kini berdiri tak jauh dari hadapannya. Dia sangat mirip dengan Klabang Geni, kepala rampok yang telah dikalahkan dan diusir dari desa Pandeyan. Mungkin saja itu kembarannya atau anak buahnya.
"Betul ini kapak yang kudapat dari goa Mangleng."
"Nah itu kau berikan padaku, dan kamu bisa lewat jalan ini tanpa kuhalangi. "
"Hhm. Baiklah. Ambil sendirilah di punggungku." kata Suro Gendeng sambil miringkan tubuh.
Pendekar brewok itu lantas membungkuk sambil meraba kapak maut yang terselip di pinggang Suro Gendeng. Tapi sayang tangan Suro Gendeng dengan sangat cepat mendorong tubuh pendekar itu hingga terjatuh ke tanah berbatu.
" Brukk !!"
" Aaaacchh "
KAMU SEDANG MEMBACA
SURO GENDENG
General FictionPendekar kapak maut naga api, kisah laga jaman dulu. PERINGATAN KERAS, ANAK DIBAWAH UMUR 21 DILARANG BACA. ADA KONTEN KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN.