16 | Malam, Cerita, Jalanan

314 52 18
                                    

Song : 땐뽀 걸즈 (Dumpo Girls) - Kim Sawol

We walked on this road together
Even if the world is just a mess, don't worry about it now
We danced happily
We walked this road together
Let's dance happily

***

B A G I A N   E N A M   B E L A S

[ malam, cerita, jalanan ]

Aku tidak tahu pasti malam ini sudah pukul berapa. Baik aku maupun Jovin, kami berdua tidak ada yang membawa handphone. Kami berjalan beriringan menyusuri gang jalanan rumahku. Rumah-rumah di sekitar yang kami lewati sudah sepi dan sunyi, semua orang pasti sedang beristirahat di tempat mereka masing-masing. Beberapa mungkin sudah tertidur, beberapa lagi mungkin tengah bercengkrama dengan keluarga mereka, bercerita tentang hari ini dan berkeluh kesah. Tapi sebagian boleh jadi sedang kesepian, tinggal sendiri tanpa punya siapapun, seperti Aki.

Kakiku terus berjalan dengan kedua tangan dimasukkan ke saku jaket. Bukan jaketku, melainkan jaket putih milik Jovin yang ia ambil dari lemari. Dia meminjamiku sebentar berhubung angin malam ini lumayan dingin. Sementara Jovin, ia hanya memakai kaus cokelat muda yang di bagian bahu dan lengannya terdapat beberapa bercak darah. Dia bersikeras tidak mengganti baju meskipun sudah kupaksa. Anak itu benar-benar keras kepala, kalau sakit aja baru tahu rasa!

Di tangan Jovin, ditentengnya seplastik berisi dua bungkus nasi goreng yang mungkin sudah dingin.

Tadi, setelah kejadian di depan kamarnya itu, aku mengajaknya pergi ke apotek dekat rumah supaya luka-lukanya bisa langsung diobati. Kami tidak berkata apapun sepanjang jalan dari rumah ke apotek, cuma berjalan beriringan dengan hening. Setelah luka di wajahnya selesai kuobati, dia akhirnya bersuara. Dia bertanya apakah aku lapar atau tidak, dan kujawab iya. Perutku juga sudah keroncongan. Lalu dia mengajakku makan nasi goreng yang sudah dia beli.

Kami menyusuri jalanan yang senyap dan remang. Hanya ada beberapa motor yang sesekali lewat memecah kesunyian itu, suara jangkrik entah dari mana, juga suara kelentengan besi beradu dari lampu jalan tua yang bergoyang terkena angin.

Begitu kami berjalan pulang, Jovin tiba-tiba bilang dia ingin makan di tempat lain, jadi aku mengajaknya makan di sebuah lapangan yang tidak jauh juga jaraknya dari rumahku. Kalau siang hari, di sana biasanya banyak anak-anak yang bermain bola. Aku tahu ada sebuah bangku panjang di sana, kami bisa makan sambil melihat beberapa kendaraan berlalu lalang, atau sekadar menatap rerumputan yang lapang.

Tak terasa kami sudah sampai di tujuan. Tentu saja, tidak ada siapapun selain aku dan Jovin. Aku memimpin jalan dengan kedua tangan masih dimasukkan ke dalam saku jaket, sementara kudengar langkah kaki Jovin mengikuti di belakang.

"Makasih, Sar." katanya tiba-tiba ketika kami berada tepat di tengah-tengah lapangan.

Langkahku terhenti. Aku berbalik badan, dan kulihat Jovin berdiri diam.

"Makasih ... Sar." dia menatapku lekat.

Aku tersenyum sambil refleks menghela napas.

"Kamu kayak orang mau mati besok tau gak," balasku berpura-pura santai meski dalam hati aku yang dari tadi seperti mau mati karena kecanggungan ini. Tanganku bergerak untuk menutup kepala dengan hoodie jaket karena di sini rambutku semakin tertiup angin. "Ayo sini, aku udah laper berat!"

Jovin tertawa kecil, lalu berjalan lagi.

Entah kenapa setiap kecanggungan kami dengan mudahnya teratasi oleh makanan. Waktu itu ayam geprek, dan kali ini nasi goreng.

Orang Miskin BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang