15| Wounded

262 51 2
                                    

B A G I A N   L I M A   B E L A S

[ w o u n d e d ]

Entah apa yang membuatku sekarang berada di sini. Di depan sebuah gerbang rumah yang tinggi dan besar menjulang, tertutup rapat seolah tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam sana. Baru kusadari juga betapa beruntungnya aku karena sempat memasuki area rumah itu meski hanya sekali-kalinya.

Aku hendak berjalan mendekat, tapi langkahku terhenti ketika pemikiran itu sekelebat muncul. Sepertinya aku tidak perlu bertindak sejauh ini hanya untuk memastikan keadaan ... seseorang? Seseorang yang bahkan sudah cukup dewasa untuk mengurusi dirinya sendiri. Dia mungkin cuma sudah bosan berada di kostan sempit orangtuaku dan memutuskan untuk pulang ke rumahnya yang seluas istana. Di dalam, boleh jadi dia malah sedang asyik berleha-leha di ruangan ber-AC sambil nonton film dan makan popcorn.

Aku menggeleng-geleng, mengurungkan niatku sambil menghela napas. Bagaimana kalau Jovin tahu aku mencarinya? Dia pasti berpikir aku terlalu berlebihan. Duh! Sudah pasti aku akan diledeki seharian sama anak itu. Aku menoleh lagi ke arah rumah besar di belakangku.

Tapi, artikel itu? Apa dia pulang karena udah baca artikel itu?

Aku menghela cukup keras. Sudah terlanjur pergi ke sini, berarti aku harus menemuinya. Lagian salah sendiri dia tidak membalas pesanku!  Kemudian aku berbalik badan lagi. Tapi, memang aku siapanya sampai pesanku harus sekali dibalas. Aku berjalan menjauh, dua langkah kemudian terhenti. Jelas aku berhak khawatir! Dia kan partner siaranku! Dia juga ngekost di kostanku!

"Mbak, cari den Jovin ya?"

Aku tersentak kaget. Rupanya dari tadi kelabilanku diperhatikan oleh pak satpam penjaga rumah Jovin sampai-sampai dia harus menghampiriku. Ia pasti bingung karena dari tadi aku cuma berjalan mondar-mandir. Kemungkinan terburuknya dia mengira aku sedang berniat maling.

"Ah, pak satpam, ngg ..."

Langkahku ingin pergi cepat-cepat dari sini, tapi entah kenapa perasaanku justru mengatakan sebaliknya. Hal yang kuinginkan detik ini adalah mengecek keadaannya dengan mata kepalaku sendiri. Aku sendiri yang harus memastikan dia baik-baik saja. Aku harus melihat sendiri apakah Jovin baik-baik saja di dalam sana.

Pak satpam menatap wajahku bingung, kemudian seragam yang kukenakan—kebetulan aku belum berganti pakaian karena langsung bergegas ke sini setelah tidak menemukan Jovin di rumah maupun kostan—dia pasti mengenaliku karena seragam yang kukenakan sama dengan Jovin.

"Mbak?"

Aku menoleh pada pak satpam, lalu mengangguk yakin.

"Yah, mbaknya telat. Den Jovin udah pergi dari tadi, Mbak."

Aku membelalak. Apa tidak terlalu cepat baginya untuk pergi? Aku jadi tidak mengerti sebenarnya Jovin sedang merencanakan apa?

"Jovin gak bilang mau pergi ke mana, Pak?"

Pak Satpam menggeleng.

Aku mengangguk berterima kasih pada Pak Satpam, lalu berjalan menjauh dari rumah besar itu. Kakiku melangkah cepat meski kehilangan ide harus mencari Jovin ke mana lagi.

Aku cemas bukan main.

Jo, kamu baik-baik aja kan?

[]

Pukul 8 malam. Entah sudah berapa jam Jovin berjalan tanpa tujuan. Sesekali ia duduk sejenak untuk menenangkan diri ketika ingatannya tentang bunda tiba-tiba muncul. Jovin tidak tahu akan sejauh mana kakinya membawanya pergi.

Orang Miskin BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang