LIMA

24 11 0
                                    

Van-al yang awalnya hendak berkecoh layaknya burung di pagi hari itu tidak jadi ia lakukan. Dia melihat rumah kecil hampir ambruk itu ternyata tempat tinggal cewek tadi yang tak sengaja dia tabrak. Ditambah lagi dia juga melihat ada seorang wanita namun wajahnya tak mirip sedikitpun dengan Alenza. Apa dia benar ibunya?
Namun kenapa wajah mereka berbeda jauh. Alenza cukup cantik.. ah Van-al membuang pikirannya dan segera sadar dari lamunannya.

Sebuah sepeda gunung berwarna hitam biru berdominan hitam itu tersandar pada dinding rumah Alenza. Van-al yang baru saja membuang lamunannya tak sengaja menatap satu objek. Sepeda. Ah sial, sepeda itu sungguh benar-benar mirip dengan sepeda yang dia miliki. Namun kenapa bisa ada disini? Van-al bingung dibuatnya hatinya selalu bertanya-tanya tanpa bersuara.

Van-al hendak menanyai soal sepeda yang tersandar pada dinding rumah Alenza niatnya ia urungkan. Karena melihat cewek itu ditampar oleh wanita tadi, sedangkan cewek itu hanya bisa menunduk ketakutan. Namun Van-al yang berada dibalik kardus kardus tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya diam. Kasihan.

Plakk!
Satu tamparan mendarat pada pipi mulus Alenza. Namun gadis itu hanya bisa menunduk. Dia benar-benar tidak tahu sudah melakukan kesalahan apa, padahal saat ini kondisi kaki tidak sedang baik. Dia pincang.

"Bolos? Jangan keseringan bolos ya kamu." Curiga Wanita itu sambil menatap tajam wajah Alenza yang lagi-lagi tidak diangkat, "E-enggak bunda.." jawabnya gugup dia sibuk mengusap usap pipinya akibat tamparan oleh Farah, bundanya.

Mendengar jawaban Alenza, Farah mengangguk angguk sambil tersenyum bak nenek sihir. "Pembohong tidak pantas masuk-" ucapan Farah terpotong saat Van-al muncul dari balik kardus kardus itu. Seorang lelaki tampan berseragam berbeda dengan Alenza melangkah dan menarik lengan gadis itu.

Alenza yang baru menyadari dirinya telah diselamatkan oleh Van-al sedikit menaikkan bibirnya namun detik selanjutnya senyuman tipis itu pudar saat Van-al menanyakan sesuatu,

"itu kok mirip sama sepeda gue sih?" Van-al melepas tangan Alenza berpindah menarik sepeda hitam biru yang tersandar. Dan mulai membolak balikan sampai akhirnya berhenti saat menemukan coretan EAZ pada sisi kanan badan sepeda itu. Mata Van-al melebar saat mendapati coretan EAZ.

Itu benar-benar sepedanya.

Benar dugaannya. Alenza yang melihat ada sepeda dirumahnya juga sama bingungnya seperti Van-al. "Kenapa bisa ada disini?" Tanya Alenza pada Van-al.

Sejak tadi Farah melihat gerak gerik mereka berdua. Mereka cukup dekat. Sejak kapan Alenza punya teman? Jangankan cowok. Cewek saja tidak punya. Tatapannya benar-benar tidak terima Alenza bisa dekat dengan lelaki itu. Apa maksudnya?

"Kamu siapanya Si pembohong? Dia yang mencuri sepeda kamu." Ucap Farah mendekati mereka berdua yang saat ini sedang berjongkok.
Mendengar suara sedikit menyakitkan, Van-al menoleh dan beralih menatap Alenza dengan tatapan serius namun terlihat tulus.

"Jangan panggil dia si pembohong." Van-al angkat suara tanpa ragu. "Sudahlah, sepeda sudah ditemukan aku akan segera pulang, jangan salahkan dia, tante!" Pesan Van-al tanpa berfikir dua kali.

Van-al mulai menaiki sepedanya kemudian mengayuh sepedanya dengan santai. Ia meninggalkan Farah dan Alenza begitu saja.
Farah berdecak sebal memasuki rumahnya, tidak lupa tangannya dengan sengaja membanting pintu ringkih itu hingga menyebabkan suara keras. Mengerikan.

DAAR!

Dilihatnya langit saat ini mulai berwarna kemerah merahan. Untuk malam ini Alenza tidak dapat tidur dikamarnya. Sejak tadi siang, ia mencoba membuka pintu itu namun tidak bisa. Mungkin sudah dikunci oleh farah. Sial, semua karena bertemu lelaki tempo hari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M WAITING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang