Nasi Goreng Kambing

189 19 1
                                    

DISCLAIMER : MPREG

-----------------------

"Mas,"

Suara itu terus memanggil; nyaris larut dalam mimpi. Namun langsung aku tersadar suara itu nyaris begitu nyata. Seperti ada panggilan darurat, tubuhku langsung bereaksi seketika. Menghentak mataku agar segera dibuka.

"Iya?" tanyaku, masih linglung.

Ternyata Krist masih terjaga. Merasa bersalah juga sebenarnya karna kutinggal tidur tanpa ada bicara apa-apa. Dalam keadaan begini harusnya aku jadi lelaki yang siap siaga. Tapi apa daya? Tugas yang tak henti-hentinya menyerang sukses membuatku ambruk juga.

"Kenapa, Dek?" tanyaku sekali lagi karna ia tak kunjung menjawab, "Pusing? Eneg? Ada yang sakit?" lanjutku makin khawatir. Mengingat dokter bilang kalau tidak ada yang lebih riskan dari kehamilan trimester pertama.

Krist menggeleng lalu merebah kepalanya ke pundakku, mengelus perutnya sesekali. Akhir-akhir ini ia jadi banyak bicara. Mungkin tak enak menganggu aku yang sudah melakukan banyak pekerjaan seharian. Tapi ini tak sama sekali membuatku lepas dari rasa khawatir.

Aku mengelus kepalanya, berharap apa yang dialaminya membaik.

"Kalau aku ngidam jam segini ganggu gak sih?" tanya Krist ragu.

Jika boleh jujur, ini jam setengah dua pagi. Tidak ada yang masuk akal dari pergi keluar rumah untuk membelikan apapun keinginannya. Belum lagi resiko begal di jalan. Bukan motor saja yang diambil, bisa-bisa tubuhku juga yang tak kembali pulang ke rumah.

Awalnya malas; tak masuk akal, bisa kita lakukan nanti pagi saja. Tapi Krist benar-benar belum makan sejak dua belas jam lalu. Selera makannya memburuk. Tak ada makanan yang berhasil masuk. Dan cuman kali ini kemungkinan ia bisa makan tanpa harus berakhir di kamar mandi.

"Gak kok," balasku sambil tersenyum, "kamu mau apa emangnya?"

Aku mohon. Kamu ngidam fast food saja, biar kita bisa pesan antar ke rumah dan aku tak perlu takut dengan begal, perampokan, dan kejahatan manapun. Aku masih kepingin hidup.

"Aku kepingin..." Krist menarik nafas, oh ini akan panjang. "Nasi goreng kambing di tempat biasa tapi aku maunya pake telor. Nah, telornya itu harus dibuat dadar dan harus mateng. INGET. Harus mateng karena aku gak mau eneg. Bawangnya juga jangan banyak-banyak. Kecapnya wajib pas lima sendok. Habis itu aku gak mau pake emping, maunya pake kerupuk yang warna-warni itu dan harus warna pink. Kalau enggak pink, aku gak mau makan. Oh iya, acarnya jangan lupa tapi dipisah aja, terus aku gak mau acarnya ada wortelnya."

Ada yang sempat mencatat? Karena aku tidak sama sekali.

"Terus kamu cek dulu. Kalau daging kambingnya bau, gak mau," tutup Krist dengan senyum lebar, "minumnya terserah kamu aja. Aku ikut Kakak aja."

"Memangnya gak bisa deli—"

Krist langsung memajukan bibirnya. "Aku maunya Mas yang beliin. Boleh ya? Gak mau kan nanti baby-nya ileran? Ya? Boleh ya?"

Untung saja besok hari libur. Aku mengangguk pasrah kemudian beranjak dari kasur untuk mengambil kunci motor. Tak peduli lagi soal perawakanku yang hanya memakai celana pendek dan kaos. Segala keinginan gilanya ini cuman berlangsung beberapa bulan. Ini akan sepadan dengan anak yang lucu nanti.

Dan yang tidak ileran pastinya.

"Ya sudah. Kamu jaga rumah ya?" Kucium kening Krist yang berseri-seri, mungkin tak sabar menanti pasangannya pulang ke rumah membawakan segala keinginannya. "Ini kamu juga. Masih kecil mintanya udah macem-macem. Tunggu dulu ya, jangan nakal!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Singto x Krist (Singkit) One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang