Sweat [Yoon Dowoon]

3.6K 60 7
                                    

Riuh rendah sorak penonton menyambut Dewangga dan teman-temannya ketika mereka naik ke atas panggung. Satu persatu dari mereka mengambil posisi masing-masing. Iringan sorak semakin kencang terdengar ketika Sandoro–gitaris sekaligus leader band mereka–memetik gitar akustiknya. Memastikan gitarnya sudah di set dengan benar sebelum akhirnya lelaki itu menyapa.

Dewangga dari balik drumnya tidak sepenuhnya memperhatikan apa yang Sandoro katakan, sebaliknya, matanya menyapu deretan penonton yang berdiri di depan panggung–terpisah pagar barikade yang terpasang agar situasi konser tetap kondusif, sibuk mencari sosok yang sebelumnya sudah berjanji padanya untuk hadir pada acara festival musik tempatnya tampil.

Diam-diam, senyumnya terbit ketika akhirnya sepasang bola mata legam itu menemukan sosok yang sedaritadi ia cari. Namun itu tak bertahan lama karena Sandoro sudah menyelesaikan sapaannya yang berarti, ia harus segera fokus pada alat musik kecintaannya. Ia tak mau menghancurkan permainan bandnya malam ini.

Lagu dibuka dengan tabuhan Dewangga pada drumnya. Disusul keyboard yang dimainkan oleh Wirya, bass oleh Brian, lalu gitar akustik yang dimainkan oleh Sandoro serta gitar elektrik oleh Jevian. Kelimanya tampil secara memukau membawakan lagu andalan mereka. Membius setiap penonton yang hadir pada festival malam ini.

Dewangga, sembari menabuh drumnya dan menjaga tempo lagu agar tidak meleset, kembali mencuri pandang pada barisan penonton. Dilihatnya sang gadis menggoyangkan kepalanya ke kanan dan kiri, sesekali bibir mungil itu ikut menggumamkan lagu yang dinyanyikan dengan indah oleh teman satu band Dewangga. Gadisnya tersenyum manis sekali, lalu ketika akhirnya kedua mata mereka bertemu pandang, senyum sang gadis semakin lebar. Tangan kurus perempuan itu terangkat membentuk kepalan, lalu bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu. Dewangga tak dapat melihatnya dengan jelas, karena tiba-tiba netranya memandang pakaian yang dipakai gadisnya.

Sial. Sial. Sial. Apa yang dia pikirin, sih, pas milih baju itu?

Sejenak dipalingkannya pandangan dari gadis itu. Difokuskannya pandangan pada drum.

Fokus, Dewangga. Fokus. Selesaikan penampilan malam ini dengan baik, baru selesaikan permasalahan baju sialan itu, batin Dewangga.

Penampilan mereka berjalan dengan lancar. Setelah membawakan dua buah lagu andalan mereka, dan ucapan terima kasih yang diteriakkan Jevian, kelimanya turun dari panggung. Dewangga dengan tangan terburu merogoh saku sebelah kanan celananya, mengeluarkan ponsel. Jemarinya bergerak cepat mengetikkan deretan kalimat lalu tanpa memeriksanya kembali, ditekannya tombol kirim. Mengirimkan pesan tersebut pada seseorang yang ingin sekali ia temui saat ini juga.

"Dewa, lo ikut 'kan makan-makan habis ini?" Sandoro bertanya sembari mengusap peluh di dahinya. Memandang heran pada Dewangga yang kini tengah mengerutkan dahinya sembari memandang ponsel. Rautnya terlampau serius.

"Dewa!" Wirya menyentak lelaki itu ketika Dewangga tak kunjung menjawab tanya Sandoro.

"Eh, gimana bang?" Lelaki dengan umur paling muda diantara mereka berlima itu kini mengalihkan fokusnya dari ponsel di tangannya.

"Ye. Si kunyuk ditanyain malah gak fokus. Ikut gak lo, habis ini?" Brian menyambar setelah meneguk habis air mineral botol miliknya.

"Kalau gue gak bisa ikut malam ini gimana, bang? Kalila datang nonton tadi soalnya. Ini anaknya ngajak gue muter sekalian makan bareng." Dewangga menjawab sembari sesekali memandang ponselnya.

"Yeee, si bulol. Yaudah deh, kita berempat aja. Padahal gue mau traktir makan enak nih." Jevian mencibir sembari membereskan barang-barangnya. Memasukkannya ke dalam tas ransel miliknya.

Baru saja Dewangga ingin menyergah, ponselnya berbunyi. Ia menghela nafasnya lega ketika melihat siapa yang menghubunginya.

Setidaknya gue gak bohong-bohong banget, deh. Kan emang mau ketemu Kalila.

Day and Night [Day6 Mature Oneshot] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang