Pergilah Bukan Inginku (1)

6 2 0
                                    

Aku tidak pernah berpikir jika melepaskannya adalah pilihan yang tidak semestinya ku ambil.

Bukankah itu sudah menjadi ketetapan ketika aku memutuskan demikian?. Memanglah begitu, namun itu semua karena ku. Bicara begini lebih memberikan ku pembuktian, bahwa genap 13 hari aku menyesal mengenangnya.

Nama ku hawa, dan kenalkan kembaran ku nafsu. Kami terlahir cacat,. Pikirku.

Kami berbagi jantung,. Berbagi tangan kanan dan kiri, berbagi hati, berbagi usus dan organ lainnya. Hanya ada kepalanya yang terkadang saling beradu jika aku inginkan dia menjauh saat aku ingin berasa buang air kecil, atau bahkan dia ingin buang air besar. Namun kami merasakan hal yang sama, nyatanya.

Akhir akhir ini aku tidak sekuat nafsu, dia cukup aktif sepekan ini. Tepatnya 13 hari yang lalu. Kami bertengkar hebat, hanya karena sebuah buah mangga. Nafsu mendapatkan kiriman mangga. Berbungkus kotak cokelat, rapi, dan wangi. Di atasnya tertuliskan buah mangga hitam untuk nafsu sayang ku.

Aku terperangah membacanya. Nafsu pun sebenarnya kaget, namun dia tak hiraukan itu. Dia selalu begitu, haus akan pujian, sekedar panggilan sayang saja, dia berpikir itu dari orang yang benar benar sayang padanya.

"Kau tidak seistimewa itu., hitam? Lihatlah, mana ada mangga hitam" Pikirku..

"Kau kenapa? Mau?. Bisa diam, sekali saja di dunia ini. Berisik".

Aku benci. Aku paksakan menggerakkan tangan kiri di sebelah tubuhnya. Aku.keraskan hingga kotak itu jatuh, dan mangga tergeletak, menggelinding bak bola hitam mengotori lantai putih ku

"Setan kau"

Kaki kiri menginjak keras punggung kaki kanan di bawah badanku. Aku terguncang. Kami berdua terjatuh.

Hal demikian, membuat ku semakin kesal. Nafsu bersikeras bangkit. Mengambil mangga yang berhenti ter gelinding karena kaki meja. Dia hirup kuat-kuat. Sumpah begitu pahit bagiku, namun nafsu sumbringah menciuminya.

Jujur, aku menganga sejadi jadinya ketika nafsu mengupas paksa dengan giginya sendiri mangga hitam itu. Aku tidak mengerti, dia seperti tupai liar mengupas kulit buah-buahan.

"Hey. Hey. Hentikan nafsu. Kau membuatku jijik"

Bibirnya penuh getah hitam, menoleh ke arahku, dan tersenyum merekah. Ya tuhan gusinya memerah.

"Kau mau wa?"

Alis ku naik gemetar licik. Tak ku sadar liurnya bagai anjing menetes bergantian di baju yang kami kenakan.

Bersambung......

GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang