Aku Sayang Ayah Ibu

32 3 1
                                    

Gelap....

Aku sudah tidak bisa mengenali, apakah sedang membuka mata atau tidak sama sekali.

Mata ku sudah terbiasa dengan keadaan ini. Lagi-lagi aku hanya merasa basah disekitarku.

Aku bahkan tidak tau sudah berapa jam aku di dalam sini. Serasa sudah sehari penuh. Suara ku sudah habis, tidak lagi terdengar, hanya derik parau, yang setiap aku keluarkan, berasa ada darah yang bercampur di mulutku. Sehingga aku hanya bisa berkata dalam hati. Menangis dalam hati. Berteriak sepuasnya dalam hati. Ketakutan dalam hati. Merintih dalam hati. Sampai isakan tak pernah terdengar. Namun mata ku berlinang penuh air mata.

Sesekali aku merebahkan badan, namun tak bisa ku rebahkan, karna disekeliling ku basah, tergenang, dan bau.

Baunya busuk sekali. Belum lagi dengan bau amis darah yang sangat pekat, bau seperti isi perut bergelimpangan.

Gelap.....

Kakek, nenek, Tolong aku kek, nek. Aku takut.
Aku takut.
Aku benar-benar takut.

Meri, wina, aku butuh kalian sahabat ku. Aku benar-benar takut. Aku takut. Takut sekali.

Aku menangis tak bersuara, aku menarik lutut dan memeluknya erat, menenggelamkan wajah sedalam yang aku bisa.

Aku benar-benar pasrah. Aku tidak ada harapan. Aku tidak tau harus berkata apa lagi.

Eiikkkggh,, eeikkgghh,,Krek.

Apa kau mendengar itu?

Aku berharap Itu Izrail, kemarilah, aku sudah lelah dan pasrah.

Badanku bergemetar, hatiku membeku kuat. Rambutku basah. Dan wajahku semakin tenggelam pada lutut hingga nafas terasa sesak sekali.

Aku sedikit menengadah ke atas.

Oh tuhan. Apakah itu cahaya diatas sana?

Aku melihat bintang, dan bulan. Iya itu benar-benar langit pada lingkaran diatas sana.

Silau. Silau sekali. Mata ku tertembak cahaya kecil dari atas sana, seperti cahaya senter yang terjun dari atas kebawah. Menyilaukan mata, sampai aku berkedip berkali-kali

Aku melihat nya baik-baik sekali lagi.

Ternyata itu ayah dan ibu.

Aku segera berdiri, mengangkat badan, berusaha berteriak dan hanya derik kecil yang teramat sakit. Wajah ku menangis pilu, merengek dan melambaikan tangan, tangan ku kepal untuk simbol permintaan ampun. Aku berteriak di dalam hati

"Ayah ibu, tolong yah. Ampun kan aku. Ampun ibu. aku mohon ampun. ampunn ibu ayahh, ampunnn"

Hanya itu yang bisa ku teriaki. Dan aku hanya menerima sesuatu. Dari atas sana bergumpal-gumpal daging mentah menimpa diriku, Tanah, Kotoran sapi, dan isi perut ternak mereka membanjiri ku. Aku hanya terdiam dengan wajah merengek. Sekujur badanku penuh dengan lumuran isi perut ternak. Wajahku bermaskerkan daging cair dan darah yang mengental. Perutku serasa mau muntah. Dan akan mengeluarkan isinya.
Aku masih mengangkat dan rapat kan tangan sebagai simbol ampun, memohon ampun. Mengharap belas kasihan ayah dan ibu.

"Ampun ibu, ayah. Aku mohon ampunn. Ampunnn ayahhh ibuuuuu"

Sembari wajah rengekkan ku menjadi-jadi, air mataku berlinang dan tak kuasa menahan tangis dan sakit.

Aku berteriak sekuat dan paling kuat yang ku bisa. Menghasilkan cekikkan kecil, bersamaan dengan itu pula aku batuk dengan darah yang keluar teramat banyak.

Mereka mengabaikan ku.
Aku masih saja disirami kotoran-kotoran ternak dan tanah.

Aku mengangkat tangan sekuat yang ku bisa. Menegakkan kepala dan melihat mereka.
Aku hanya melihat mereka berusaha menumpahkan wadah besar lagi. Apa itu? belum sempat aku sadari, ribuan benda-benda kecil bergerak dan menimpali tubuhku. Seolah tubuhku terguyur oleh semua itu. Tidak apa ini? oh tuhan, Apakah ini kelabang?.

Allahuakbarr!!!..

Aku berteriak sekencang-kencangnya. Dengan wajah merengek dan rintihan pedih di dalam hati.
Tubuhku bergoyang hebat, berguncang agar semua kelabang itu lepas dari tubuh, aku terlambat. Sebagian terasa menjalar kedalam punggung dan celana ku. Aku merasakan mereka berada di area selangkangan ku. Daun telingaku teramat sakit. Seolah tergigit.

Aku terjatuh, tak berdaya.
Aku biarkan mereka mengkerubungi kepala, paha, dan masuk kedalam baju ku. Mata ku hanya bisa melihat mereka tertawa terbahak-bahak dari atas sana.

Perlahan semua kembali gelap.
Semua terlihat gelap.

Benar-benar teramat gelap.

Dan aku mulai terasa dekat.
terasa dekat dengan kakakku.

Setidaknya aku tidak sendiri lagi.

"Kek, nek, meri, wina. Aku menyayangi kalian"

@daWahid

GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang