act 3

136 22 0
                                    

“Ya ampun Eve, sudah satu minggu tapi gosip itu belum juga hilang. Oh Tuhan lindungilah Eve” kata Ica memelas.

“Maksudmu gosip yang mana?” tanya Eve dengan nada innocent-nya.

“Yang mana? Maksud kamu apa?!”

“Kan disekolah kita banyak gosip. Gosip yang mana? Gosip kalau ada siswa yang hamil itu? Gosip pencurian dana yayasan? Gosip hubungan terlarang guru dan murid yang lagi hot itu? Hebat ya, kok bisa sih guru sama murid jatuh cinta. Heran deh aku. Atau yang kau maksud itu gosip pemecatan direktur eksekutif yayasan? Tenang, itu cuma gosip kok. Atau yang,”

“Ya ampun Eve, kamu tuh kalau ngomong pakai tanda baca donk. Tidak jelas kamu ngomong apa. Memangnya gosip di sekolah kita sebanyak itu ya?”

“Iya donk. Sekolah kita tercinta inikan banyak sekali skandalnya. Kenapa? Mau turut berpartisipasi?”

“Aduh… kok malah ngomongin itu sih. Sudah deh Eve. Kamu sebenarnya sudah tahu gosip mana yang aku maksud. Sudah Eve, kamu tuh memang jagonya belokin pembicaraan. Berapa banyak korban kamu?”

“Oh, banyak. Kau mau tahu? Yang pertama tuh,”

“Sudah cukup Eve. Bukan itu pertanyaan aku tadi”

Eve terdiam sejenak.

“Gosip yang mana sih?”

“Eve?...” ucap Ica gemas.

“Kan, aku punya tiga gosip. Yang kau maksud yang mana?”

“Yang hubungan cinta kamu dengan dirut kita serta pakar masalah sekolah kita”

“Oh… yang itu…”

“”Oh yang itu”? Maksudmu apa?”

“Gak ada maksud apa-apa kok”

“Kok kamu enggak konfirmasi hal itu sih?”

“Memang mau diapain lagi? Nanti kalau aku konfirmasi, gosipnya malah berkembang Ica. Lagipula ya sudahlah, namanya juga gosip. Nanti juga hilang sendiri. Lagian enak tahu digosipin”

“Kok enak?”

“Ya serasa jadi seleb gitu…” Eve hanya tersenyum jahil.

“Hah… percuma ngomong serius sama kamu Eve”

“Ku rasa kau pernah bicara begitu padaku. Kapan ya…”

“Tiap hari!!!” kata Ica gemas. Tiap kali Ica ingin meminta Eve menceritakan masalahnya, Eve selalu membelokkan arah pembicaraan. Sampai saat ini Ica masih menganggap Eve adalah pribadi yang tertutup dan misterius.

                                                                                                  ###

“Selamat!”. Eve mendapati Clayde sedang duduk santai membaca buku di taman samping lab.kesenian. Kemudian dia memutuskan untuk menemui beliau.

Clayde memandang uluran tangan Eve.

“Apa ini tantangan perang untukku?” ucapnya dingin.

“Bukan. Ini sebagai tanda bahwa kau kali ini menang sir!”

Clayde masih terdiam memandang Eve dengan ekspresi yang tak terbaca oleh Eve. Kemudian dia menjabat uluran tangan Eve.

“Lalu kapan giliranmu menang? Aku tak sabar memberikan penghargaan untukmu seperti kau memberikan penghargaan padaku”

Mereka melepaskan jabatan tangan mereka. Kemudian tanpa bicara Eve duduk di samping Clayde. Eve tersenyum sejenak dan berujar pelan,

“sayangnya aku tak punya ambisi ke sana. Awalnya sempat emosi menghadapi permainanmu. Aku tak begitu tahu aturan mainmu. Aku memiliki jadwal sendiri. Aku tak sempat main denganmu mr. Clayde. Maaf kan aku”. Kemudian Eve berdiri dan berujar lagi, “ku rasa hanya itu yang ingin kusampaikan” lalu Eve beranjak.

Karuma (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang