Di negerinya, Renaldo kalang kabut mencari Eve dan tak bisa menemukannya. Adams jadi pelampiasan dan akhirnya dia juga keluar rumah dan hidup bersama pacarnya dan akhirnya malah putus.
“Kau kira aku tak tahu!! Kau tak bisa lepas dari adikmu sendiri. Meskipun awalnya kau menganggap dia itu adikmu, kau tetap mencintainya. Dan sekarang cintamu malah mendapat pengakuan dari ayahmu. Kau senang dengan itu Adams!! Awalnya kupikir dengan hubungan kita kau akan melupakan adikmu, tapi sekarang tidak dan tidak akan pernah!!” itu kalimat terakhir yang diucapkan pacarnya di flat yang di sewa oleh Adams. Dan itu terakhir kali Adams melihat Claudia. Setelah itupun Adams tak pernah kembali ke rumahnya dan terus-menerus menentang ayahnya.
Clayed dan Igleiase juga sama saja dengan Renaldo, dengan dalih khawatir mereka mencari Eve. Bahkan mereka melacak signal yang terpancar dari chip yang ada dalam tubuh Eve. Tapi sia-sia karena mereka sama sekali tak bisa menebak dimana posisi Eve sekarang.
“Nona, kami sudah mau tutup” ucap seorang bartender.
“Tutup nanti kenapa sih. Malam inikan masih asik” jawab Eve.
“Tapi ini sudah pagi nona”
“Oh ya? Masak sih? Aku baru minum beberapa sloki saja… masa sudah pagi?” Malam memang sudah berganti pagi dan Eve mabuk di sebuah bar tepian jalan. Ini sudah hari ke tujuhnya di Rio.
Sesampai di Rio, Eve beranjak dari bandara langsung menuju lokasi perhotelan menengah, tapi Eve tidak seberuntung di negerinya. Jika Eve sudah hapal dengan seluk-beluk daerah negerinya, di sini Eve dirampok setelah berjalan sekitar dua ratus meter dari bandara. Tapi itu tidak membuatnya gentar dan lalu kembali pulang. Bukan Eve kalau hanya karena rampok lalu pulang ke rumah. Eve sudah pernah hidup dengan tanpa seorangpun yang ia kenal di tempatnya berdiri. Tapi Eve tidak benar-benar sial. Yang dirampas para perampok itu hanya koper besarnya saja, tasnya masih aman digenggamannya. Tapi Eve kehilangan jokernya. Jokernya ada dalam koper besar bersama baju-bajunya.
Itulah yang membuat Eve stres sampai memutuskan untuk mabuk di bar tepian jalan saat melihat bar yang agak gelap. Mungkin dia bisa tenang dengan mencoba minuman yang dari kecil dicapnya minuman haram itu. Karena minuman itu pula dia kehilangan precious crowd-nya. Dan dia memutuskan malam itu dia akan mencoba bersahabat dengannya.
“Bagaimana ini, nona ini kelihatannya sangat mabuk?”
“Benar juga. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya” ucap bartender lainnya.
“Aku juga baru sekali melihatnya”
“Kalau begitu bagaimana kalau ku bawa pulang saja?!”
“Jangan!! Nanti ketahuan bos, bisa-bisa kita semua yang kena getahnya”
“Benar!! Lebih baik kita periksa isi tasnya”
“Dia bukan kewarganegaraan Rio!!” ucap salah satunya agak terkejut.
“Pantas saja aku merasa dialeknya agak berbeda” komentar yang lain.
“Lalu bagaimana ini? Ah, aku menemukan kartu hotel. Oh, dia tinggal di sini”
“Siapa yang akan mengantarnya?”
“Aku tidak lewat jalan itu”
“Aku juga, hari ini aku janji akan ke tempat pacarku”
“Aku juga tidak bisa”
“Lalu bagaimana ini?”
“Apa lebih baik kita panggilkan taksi saja?”
“Begitu sajalah”
“Apa tuan-tuan muda ini butuh bantuan? Saya lumayan hapal dengan daerah itu dan kebetulan saya melewatinya” ucap seorang pengunjung yang ternyata bukan hanya Eve yang tersisa di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karuma (END)
Teen FictionMungkin karma itu memang ada, atau mungkin memang tentu saja ada? Lalu kenapa karma harus ada? Memangnya apa itu karma? Apakah karma akan sesakit rasa sakitnya penyebab karma? Atau akan lebih sakit dari itu? ______^^__ Cerita berawal dari permusuhan...