Semua berjalan sesuai rencana Renaldo. Eve bersekolah di luar negeri dan di asrama. Dia akan belajar untuk menghargai orang lain. Dengan dia hanya hidup sendiri dan jauh dari orang-orang yang mengenalnya, dia akan belajar untuk mandiri. Dia akan tumbuh jadi gadis yang kuat dan mandiri.
Dan semua juga berjalan sesuai keinginan Clayed. Dengan meletakkan Eve di Australia, kekhawatiran Clayed akan sirna untuk sementara. Karena ternyata ayah Eve yang seorang bankir itu hidup di Rio Dejenero. Dan Clayed tahu bahwa belakangan ayah Eve sedang mencari Eve. Dan Clayed tidak mau Eve tahu tentang ayahnya. Bagi Clayed Eve cukup hidup dengan mengetahui ibunya sudah meninggal dan tak tahu riwayat ayahnya. Itu saja.
Di pihak lain, Adams hidup seperti di neraka. Ketika sadar akan perasaannya pada Eve dan tahu tak bisa menghindari perasaan itu, dia malah tak bisa menjangkau Eve. Sehari setelah Adams sampai setelah mengantar Eve ke Australia, semua hubungan di putus oleh Renaldo. Baik layanan telphone, email, sms, fax, dan semua yang dapat menghubungkan dengan Eve telah di putus. Bahkan ketika Adams mengusulkan untuk memperbaiki hubungan dengan pihak Australia, Renaldo benar-benar marah.
“Tapi ayah, kitakan menitipkan Eve di Australia, kenapa kita tak mencoba memperbaiki hubungan kita dengan Australia?” bantah Adams.
“Cukup Adams! Hentikan pembicaraan ini atau aku akan benar-benar marah!!” tandas Renaldo saat itu. Dan Adams kembali terdiam.
Bahkan rencana yang awalnya akan menjemput Eve setiap semesternya juga batal entah karena apa.
Dan yang terburuk adalah, Eve tak bisa menghubungi siapapun dari tempatnya. Dia hanya bisa dihubungi dan tak bisa menghubungi, siapapun. Dia merasa benar-benar telah dibuang dan disingkirkan. Dan dia hidup dengan anggapan itu selama bertahun-tahun hingga dia lulus kuliah. Dan kuliahnyapun sudah di tentukan dari tangan ayahnya. Dia merasa hanya sebagai boneka pemuas impian ayah tirinya. Untuk kali ini dia benar-benar menganggap bahwa ayahnya adalah benar-benar ayah tirinya.
“Ternyata yang namanya ayah tiri itu benar-benar ada ya. Dan aku baru menyadari betapa pentingnya sebuah janji” gumamnya saat menekuni bukunya di kamarnya.
“Apanya Eve?” tanya Aya. Teman sekamarnya sekarang.
“Apanya? Tidak ada apa-apa kok. Sudahlah kau tidur saja, Kaukan besok ada kelas pagi”
“Ya ya, kau juga jangan tidur terlalu larut. Belajar boleh saja. Tapi kurasa kau terlalu keras belajar. Kau pikir saja, di asrama ini siapa yang tak punya pacar? Hanya kau saja” ucap Aya. “Jangan-jangan kau ini kelainan sex?” tambah Aya.
“Hahaha… kalau itu benar, berarti kau dalam bahaya” jawab Eve sambil tertawa.
“Tidak juga. Kau bisa jadi selinganku. Siapa yang tidak mau menjadikanmu pacar. Lihat saja, kau begitu mungil, cantik, rambut hitam panjang melambai-lambai, suara kecil, wajah imut, pintar. Ya ampun, kau benar-benar gadis impian kau tahu”
“Wah sempurna sekali ya aku dalam bayanganmu”
“Dan satu hal lagi yang membuatku benar-benar bernafsu padamu”
“Oh ya, apa itu? Kelihatannya sangat menarik”
“Apa kau tahu? Aku putus dengan pacarku yang bulan lalu itu? Itu karena dia ternyata suka padamu” ucap Aya dengan entengnya.
“Wah… menyeramkan sekali. Aku tidak mau ah bicara dengan pacarmu lagi” jawab Eve.
“Jangan begitu. Lagipula wajarkan, dia laki-laki biasa juga” jawab Aya santai.
“Kau santai sekali ya” komentar Eve.
“Mau bagaimana lagi, aku yang sama-sama perempuan saja nafsu padamu, apalagi laki-laki”
KAMU SEDANG MEMBACA
Karuma (END)
Teen FictionMungkin karma itu memang ada, atau mungkin memang tentu saja ada? Lalu kenapa karma harus ada? Memangnya apa itu karma? Apakah karma akan sesakit rasa sakitnya penyebab karma? Atau akan lebih sakit dari itu? ______^^__ Cerita berawal dari permusuhan...