Episode 29 Matematika & Fisika

5 2 0
                                    

...Happy Reading...

Sebelum baca komen dan vote,thanks pembaca yang
Setia❤🤗

Aku bergabung dengan mereka. Ternyata mereka asyik dan benar-benar mengajariku dengan serius, terutama kapten. Ya, kapten Daniel. Baru sehari aku latihan bersama mereka tapi, aku sudah sangat dekat dan akrab seperti keluarga. Kadang canda mereka membuatku kesal tapi, itu sementara.

Aku tak bisa memasang wajah kusut terlalu lama di depan mereka karena mereka pasti akan menggodaku hingga aku tertawa. Itu menyebalkan, namun aku suka teman seperti ini. Aku merasa nyaman bersama mereka. Pantas saja Daniel betah bersama mereka. Mungkin aku juga akan betah bersama mereka. Ini bukan lagi teman, ini adalah sahabatku, keluargaku.

Tak terasa sudah sebulan aku berlatih basket bersama Daniel dan teman-temannya. Sudah dua minggu in. Yang ada Widia yang ikut nimbrung bersamaku. temanku itu juga ikut bermain dan mereka juga memiliki rasa nyaman sepertiku. Tim ini bukan lagi pertemanan tapi, keluarga. Hari ini tidak ada latihan karena teman-teman Daniel ada acara sepulang sekolah.

Dan siang ini aku malas pulang lebih awal sehingga aku menyengajakan untuk mengerjakan tugas di perpustakaan agar aku bisa tidur lelap nanti malam. Setidaknya aku pernah mengisi absensi di perpustakaan.

Aku duduk di bangku pojok agar sepi. Kusiapkan handphone dan headset, kupasang di telinga kiri. Kukeluarkan buku-bukuku. Sebelum kubuka buku kulirik kanan kiri dan belakangku. Mataku berhenti setelah memergoki dua orang yang sedang berbincang serius dan sepertinya ada masalah. Mereka adalah siswa yang kemarin dan Daniel. Saat aku menoleh ke arah mereka, Daniel memergokiku melihatnya.

Aku langsung saja mengalihkan pandangan dan memulai mengerjakan tugasku karena tujuanku ke perpustakaan adalah mengerjakan tugas, bukan untuk memata-matai Daniel dan Siswa itu. Tenang sekali aku mengerjakan tugas tanpa ada yang mengganggu.

Matematika terselesaikan, meski tersisa satu nomor yang tak bisa kukerjakan. Saatnya tugas fisika yang kukerjakan. Lolos. Semua soal aku bisa kukerjakan. Dan terakhir adalah tugas Bahasa Indonesia, melihat bukunya sudah membuatku enggan mengerjakan. Kubuka tugasnya dan kubaca soal yang diberikan oleh guruku. Membuat cerita pribadi dari bangun tidur hingga tidur lagi dan minimal satu lembar.

Aku benar benar malas mengerjakannya. Aku lebih memilih berjalan mencari novel. Tapi, tak satu pun kutemukan novel yang bagus. Aku kembali ke kursi pojok yang kutempati tadi. Ada lipatan kertas di atas bukuku. Siapa yang menaruhnya? Aku menengok kanan kiri dan tak ada orang yang kuakrabi. Kubuka lipatan kertas itu.

“Dibuat kerangka dulu. Bangun jam berapa? Apa yang dirasa? Kemudian ngapain? Seterusnya hingga kamu tidur lagi. Pasti bisa kamu membuat cerita, masa sih anak pandai nggak bisa Cuma bikin cerita gituan kan mudah.”

“Sok tahu!! Bukan masalah nggak bisa atau bisa tapi, masalahnya aku nggak suka mata pelajarannya. Ihh… payah ni orang.” Aku mengoceh sendiri setelah membaca tulisan itu. Benar-benar memancing kemarahanku.

“Dicoba dulu, apa salahnya, Tasya?” ternyata ada orang yang mendengar ocehanku. Aku membalikan tubuhku. Dan…

“Aku yang nulis. Sini, aku kasih contoh.” Dia mengambil bukuku dan menyobek kertas yang tengah. Kemudian menuliskan kerangka cerita dirinya dari bangun hingga siang ini dan mencontohkan satu paragraf dari kerangka terakhir.

“Oh, gitu ya. coba aku menulis kerangkanya dulu sama mengembangkan satu kerangkanya. Nanti kamu beri komentar ya!” aku memintanya menungguku mengerjakan dan sebenarnya aku ingin minta ajari dia mengerjakan tugas matematikaku yang tadi belum terselesaikan.

Dia hanya mengangguk dan mengambil handphone dan headset-ku. Dia mengetik di handphone-ku dan memasang headset. Terlihat sangat menikmati lagu yang ia dengarkan dan aku menikmati tugasku yang menurutnya mudah.

“Ini sudah kukembangkan satu kerangka. Mohon tinggalkan komentar secara lisan!” ucapku menunjukkan bukuku seperti murid yang sedang les privat. Dia membacanya dan sesekali menanyakan tulisanku apa karena sulit dibaca. Sengaja tulisanku jelek karena nanti akan kuperbaiki lagi.

“Udah bagus kok hanya tulisannya saja yang jelek. Bahasanya juga sudah bagus. Ternyata kamu puitis ya, Tasya?” menghina tulisanku dan memuji bahasaku. Sebenarnya aku ingin protes tapi, karena sudah diajari tak mungkin aku memarahinya.

“Sebenarnya tulisanku bagus, hanya saja karena ini masih latihan jadi, aku buat jelek saja.” Aku membela diri.

“Kamu setelah ini mau ngapain, Daniel?” lanjutku memastikan jika dia tidak akan pergi terburu-buru.

“Masih betah di perpustakaan. Mungkin sama sepertimu, mengerjakan tugas.” Dengan santai dan tanpa dosa dia menjawab pertanyaanku.”Kenapa? Mau ngajak basket?” lanjutnya.

“Enggak kok cuma mau minta ajari ngerjain matematika kurang satu nomor. Aku nggak bisa.” Kupasang wajah kusut karena aku merasa tidak dianggap jadi anak yang rajin.

***

Rabu, 9 juni 2021

𝐉𝐮𝐝𝐮𝐥:𝐌𝐞𝐧𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐢 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦  𝐝𝐢𝐚𝐦
𝐀𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫:𝐘𝐮𝐧𝐢 𝐄𝐫𝐦𝐚𝐰𝐚𝐭𝐢

Mencintai dalam diam [𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang