Episode 42 Pantai

6 3 0
                                    

...Happy Reading guys...

Jagan lupa vote dan comen ya 👌

Daniel dan Tasya sedang duduk berhadap-hadapan. Di depan mereka ada sebuah meja dengan dua cangkir dan piring kecil yang diletakkan di atasnya. Di luar gerimis.

Tasya memesan espreso dan chocolate sponge cake. Daniel ingin memesan bir, tapi tentu Tasya akan ngambek sehingga Daniel memesan cokelat panas.

Dingin menggerogoti udara malam yang semakin tua. Nyala lampu di jalan-jalan, taman, dan perumahan, disamarkan kabut. Apa yang ingin kita bicarakan? Sedang matamu mengatakan lebih banyak dari apa yang mungkin disampaikan kata-kata.

"Daniel ingin pergi ke pantai. Melihat ombak bergulung-gulung, kawanan camar, dan langit yang biru," katanya.

"Dan Tasya ingin melihat senja."

"Kau terlalu banyak membaca buku, Tasya. Aku ingin sebuah tenda, di bawah pohon, dengan kompor, lalu kita membuat kopi dan menikmati pemandangan."

"Boleh aku membawa bir?".

"Jangan bodoh."ucapku

Lalu kita kembali diam. Kau mengamati bianglala yang dari dalam kotak-kotak kecil yang terus berputar.

Sesekali ada kilatan cahaya blitz. Sepasang kekasih di dalamnya berciuman. Tapi, Daniel tidak ingin mencium. Aih, tapi mata seperti menarikku ke dalam pusaran yang tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Dengan pelukan, mungkin. Atau…

"Baiklah."

"Baiklah apa?"ucap Tasya yang bingung.

"Baiklah, kita ke pantai. Melihat ombak di kejauhan, langit yang biru, dan kawanan camar yang terbang bebas."

"Tanpa bir!"celetuk Tasya.

"Ya, tanpa bir."jawaban.

Aku melihat matamu menyipit, dengan senyum yang disembunyikan.

Kita saling diam saat tatapanmu kian tajam. Tatapan yang menusuk, menguliti diriku hingga bagian paling dalam.

Dua orang, laki-laki dan perempuan baru saja masuk lalu duduk di dekat jendela. Sepertinya mereka sepasang kekasih yang bahagia.

Tentu, kita sama bahagianya dari mereka. Namun apakah kebahagiaan kita perlu dipamerkan? Di luar sana, banyak yang menganggap kebahagiaan hanyalah ilusi yang diciptakan perasaan. Tapi, seberapa penting bahagia atau tidaknya sepasang kekasih yang saling melengkapi?

"Tasya...."

"Ya."

"Benarkah kita saling mencintai?" tanyanya.

"Tentu saja."

"Bagaimana jika seandainya aku tidak mencintaimu?".

"Tidak masalah."

***

Malam kian rapuh. Waktu menelantarkan kita semakin jauh. Dingin menunjukkan bentuknya yang angkuh. Seperti perempuan.

Mencintai dalam diam [𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang