Chapter 6 - Payung Kuning

60 13 0
                                    

Cuaca beberapa hari belakangan benar benar membuat Minho kewalahan. Apalagi tanpa kehadiran Taeyong--sopir sekaligus bodyguard andalan keluarga Lee--Minho makin pusing.

Bayangkan, tiap hari pulang jalan kaki dengan rintikan hujan intens yang sialnya gak pernah absen sehari pun.

Jika pada hari hari sebelumnya, Juyeon selalu mengantar jemput Minho. Maka berbeda pada hari ini. Si sulung itu mengizinkan sang adik untuk pulang sendiri, berhubung kedua orang tua mereka lagi gak ada di rumah.

Minho tentu seneng bukan main karenanya.

Tapi kesenangan itu gak bertahan lama, karena ternyata-

"Shit, gue lupa bawa payung," ucap Minho spontan karena gak menemukan payung hijau lipat kesayangannya di dalam tas.

Si bungsu Lee itu menatap datar hujan yang gak berhenti dari kemaren kemaren. Berharap rintikan air itu iba terhadap dirinya, dan memutuskan untuk berhenti barang sedetik saja.

Namun ternyata gak berhasil sama sekali. Karena nyatanya, hujan malah semakin lebat. Yang mana membuat muka Minho makin sepet.

"Masa gue nginep di sekolah sih?" gerutu Minho sambil menatap ke arah koridor sekolah yang udah sepi banget. Semua teman temannya udah pulang ke rumah masing masing, bahkan sebagian besar udah berlindung di bawah selimut tebal nan hangat.

Dengan sedikit misuh misuh gak jelas, Minho pun nekat pulang jalan kaki tanpa payung. Bodo amat kalau dirinya bakalan sakit. Toh, Saerom dan Minhyuk lagi gak ada di rumah ini.

Hanya ada Juyeon dan dirinya di rumah untuk beberapa hari ke depan. Jadi dia bisa bebas untuk sementara waktu.

Bress

Dan sepertinya, semesta sedang gak berpihak pada sosok tinggi tersebut. Karena beberapa menit kemudian, hujan turun semakin lebat dan intens. Membuat si bungsu Lee itu basah kuyup.

"Sial. Ini hujan mau tawuran apa gimana sih? Rame bener," misuh Minho sambil menatap ke arah langit yang gak kunjung cerah.

Ngehela napas pelan, Minho kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Sambil melewati berbagai macam toko di pinggir trotoar.

Niat hati mau berteduh sebentar di salah satu supermarket. Namun Minho urungkan niatnya, karena supermarket tersebut lagi rame dengan orang orang yang berteduh.

Maaf aja, tapi Minho gak berminat untuk berbaur dengan masa sebanyak itu hanya untuk berteduh.

Jeder!!

Minho berjengkit kaget. Petir mulai memunculkan kilat kilatnya, bersahut sahutan seolah berbincang dengan sesamanya.

Gak mau mati karena kesamber listrik dengan tegangan tinggi, Minho mempercepat larinya. Gak memperdulikan baju seragamnya yang terciprat air dan juga lumpur. Gak peduli dengan suhu tubuhnya yang mulai menghangat.

Yang dia inginkan hanyalah kembali ke rumah, dan tidur dengan nyaman di bawah pelukan hangat dari selimut wol tebal.

Jeder
Bruk

Payung kuning, entah milik siapa, terjatuh tepat di samping pantatnya.

Si tampan misuh misuh tanpa suara karena dirinya gak sengaja menabrak seseorang.

"Aduuh... Lo tuh kalau mau lari lihat jalan, napa! Pantat gue jadi sakit nih!" omel seseorang yang ia tabrak.

Minho sontak mendongak karena merasa familier dengan suara tersebut.

"Astaga... Lo lagi, lo lagi. Bosen gue." Han Jisung--orang tersebut misuh misuh gak jelas di hadapan Minho.

"Lari yang bener bisa gak sih?" omel si tupai itu untuk yang sekian kalinya.

Minho hanya diam sambil membersihkan lumpur yang menempel di celana dan juga baju seragamnya. Mengabaikan omelan gak jelas dari sosok manis di hadapannya.

"Lo denger gue gak sih?"

Pemuda Lee itu memutar bola matanya jengah. Lalu mendengus pelan. "Iya, iya. Gue denger. Maaf, gue buru buru soalnya," jawabnya sambil mengambil tas ranselnya yang jatuh di atas trotoar.

Jisung hanya cemberut, lalu berlalu begitu aja.

Namun gak jadi, karena tangannya yang sengaja bersentuhan dengan tangan hangat Minho.

Si manis menoleh ke arah yang lebih tua. Menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Lo demam?" tanyanya, membuat Minho tersentak kaget karena jarak antara keduanya yang begitu dekat.

Yang lebih tua menggeleng. Berdusta.

"Kagak. Gue baik baik aja. Emang gue selemah itu?" jawab Minho, lagi lagi bohong, tapi Jisung bisa membaca sorot mata berdusta yang lebih tua.

Tanpa banyak omong, Jisung mengambil salah satu telapak tangan Minho, meletakkan payung kuning miliknya di genggaman tangan tersebut.

Dan kemudian berlalu, seolah gak ada yang terjadi. Meninggalkan Minho terdiam mematung.

Diperhatikannya payung di tangannya. Payung kuning sederhana yang berhasil menghangatkan hatinya.

"Makasih, sung!" serunya dengan senyum lebar terulas di bibir pucatnya.

Yang lebih tua lantas berlari dengan payung kuning melindunginya dari serangan hujan lebat.

Dari kejauhan, si manis tersenyum tipis, lalu kembali melangkahkan kakinya menjauh dari tempat tersebut.

"Sama sama, Lee Minho."

Trap Of Love [Minsung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang