11. PERASAAN ANEH

1K 236 188
                                    

Menelungkupkan kepala di atas meja pada kedua lipatan tangan, Elgar memejamkan matanya tanpa menghiraukan Bu Sinta selaku guru sejarah yang tengah mencatat di depan sana. Elgar tidak tidur, ia hanya sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang akhir-akhir ini membuatnya merasa aneh dan ... penasaran.


Elgar menghela nafas pelan seraya bertanya-tanya dalam hati. "Sebenarnya gue kenapa?"

"Kenapa setiap gue liat senyumnya, gue ngerasa kek ikut ngerasain semua kesedihan dia, dada gue sakit trus gue mimisan?" Elgar bertanya-tanya. Sungguh, ini sangat aneh. Bagaimana bisa ia hanya dengan melihat senyum seseorang dirinya langsung mimisan? Sangat tidak masuk akal, pikir Elgar.

"Senyum itu ... ntah kenapa hati gue nyeri saat liatnya. Senyum yang menyiratkan banyak luka serta ... kesakitan."

Elgar membuka matanya, kejadian tadi malam kembali terlintas di pikirannya.

"Ada ya, orang tua yang tega nyiksa anaknya. Kalo emang nggak mau punya anak kan gampang, nggak usah ngen aja," gumam Elgar pelan. Beruntungnya Panca yang notabennya merupakan teman sebangkunya tengah terlelap dengan posisi yang sama sepertinya.

Elgar terdiam sejenak, kembali mengingat kejadian malam itu. Ah, lebih tepatnya kejadian saat dirinya menyusul Mile dan ... kejadian berciuman keduanya.

"Bisa-bisanya gue nyosor dia," gumam Elgar berdecak, masih tidak percaya dirinya berani mencium Mile dan mengklaim gadis itu sebagai miliknya. Memang sih, itu bukan ciuman pertama Elgar, akan tetapi ... rasanya berbeda.

"Manis," gumam Elgar tanpa sadar. Jantungnya tiba-tiba berdegup cepat.

"Ck, gue kenapa sih!" Elgar mengangkat kepalanya seraya berdecak. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Jantungnya masih saja berdetak cepat. Jangan lupakan Satria dan Lesmana yang menatapnya heran dari bangku belakang.

"Elgar, ada apa?" tanya bu Sinta dengan raut garangnya, mengerutkan kening melihat raut gusar Elgar.

"Elgar lagi sakit Bu, makanya saya mau nganter dia ke UKS," celetuk Panca, tiba-tiba bangun dari tidurnya dengan mata yang masih terlihat mengantuk.

"Jangan percaya Bu, Panca suka boong soalnya," celetuk Satria.

"Iya Bu, jangan percaya, karena yang asli ada badaknya. Kalo Panca cap Babi." seketika seisi kelas tertawa mendengar penuturan Lesma.

"Kembara-kembar bangsat!" cibir Panca kesal.

Bu Sinta menatap Panca tajam. "Jangan mengada-ngada kamu, Panca!"

Panca berdesis. "Tanya aja sama Elgarnya sendiri," ujarnya. Bu Sinta menatapnya menyelidik.

Elgar yang sedari tadi hanya terdiam bergelut dengan pikirannya sendiri, merasakan getaran kecil pada saku celananya. Dengan cepat Elgar mengeceknya karena penasaran siapa yang mengiriminya pesan pada jam belajar seperti ini. Kalaupun Zora, itu tidak mungkin.

085xxxxxxxxx
Elgar ini saya bu Emily. Saya minta tolong sama kamu cek Mile ke ruangannya, karena barusan saya mendapat info kalau Mile tidak masuk kelas

Elgar terdiam sejenak seraya berpikir. "Dari mana Bu Emily dapet nomer gue?"

"Elgarelza."

"Eh, iya Bu?"

"Apa benar kamu sakit?" tanya bu Sinta.

Elgar mengangguk cepat. "Benar Bu, kepala saya sedikit pusing," dusta Elgar.

"Nah, bener kan Bu! Ibu sih, nggak percaya sama saya!" bu Sinta menatap Panca tajam.

"Ya sudah, kamu boleh ke UKS," ujar bu Sinta.

KILLER SMILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang