4. AUZORA CAPELLA NURAGA

1.2K 236 16
                                    

Gadis bertubuh kurus, rambut panjang lurus, mempunyai senyum manis khas, nyaris seratus persen mirip dengan sang mama--Fay, yang membedakannya hanya jika Fay saat remaja memiliki kulit gelap dengan wajah yang ditumbuhi jerawat, maka tidak dengan Zora. Auzora Capella Nuraga, putri kedua pasangan Kay dan Fay. Adik satu-satunya seorang Elgar. Keduanya hanya memiliki selisih usia satu tahun. Jika saat ini Elgar tengah menduduki bangku kelas tiga SMA, maka Zora menduduki bangku kelas dua.

Zora itu cantik, sama seperti Fay. Sifatnya pun tidak jauh berbeda dengan Fay. Zora pintar, dan gampang bersosialisasi. Ya, walaupun ia hanya memiliki satu sahabat, yaitu Leona, putri dari Moa yang juga merupakan sahabat sang Mama. Keduanya sudah bersama-sama sejak bayi sampai sekarang. Seolah tidak bisa dipisahkan apapun caranya.

Sama seperti sekarang ini. Kedua remaja itu tengah berkeliling di sebuah toko buku untuk memilih novel yang ingin mereka beli. Sesekali keduanya saling melempar candaan, membuat seorang pria yang senantiasa memantau mereka tidak berhenti mengembuskan nafas jengah.

Elgar mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Lagi-lagi ia mengembuskan nafas pelan. Elgar menatap menerawang ke depan sana, tiba-tiba pikirannya tertuju pada kejadian di mana saat dirinya mengantar bunga pesanan pelanggan sang mama.

"Mile," gumam Elgar masih dengan pandangan kosong ke depan. Berbeda dengan pikirannya yang terdapat banyak pertanyaan tentang gadis itu.

"Siapa dia sebenarnya? Apa yang terjadi sama dia?" Elgar bertanya pada dirinya sendiri. Dirinya semakin dibuat penasaran dengan misteri kehidupan gadis itu.

"BANG EL!"

Elgar terperanjat kaget ketika mendengar teriakan Zora yang memanggilnya dari meja kasir sana. Elgar mengelus dadanya pelan, lalu berjalan menghampiri sang adik.

"Bayarin, Bang," pinta Zora enteng.

Tanpa memprotes lagi, Elgar mengeluarkan dompernya, menyerahkan blackcard miliknya kepada sang kasir.

"Sekalian aja, Mbak," ujar Elgar, melirik tumpukan novel yang berada di depan Leona.

"Eh, kagak usah Bang. Gue udah bayar sendiri kok," kata gadis berhijab itu cepat. Elgar mengangguk.

Setelah selesai, ketiganya keluar dari toko tersebut.

Zora sedari tadi tidak berhenti memandang wajah tampan sang kakak seraya tersenyum. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat bersyukur mempunyai kakak seperti Elgar.

"Bang El, makasih." Elgar mengerutkan kening.

"Makasih udah selalu ada buat Zora," ucapnya tulus.

Elgar yang pahampun tersenyum manis. Ia mengacak pelan puncak kepala sang adik. "Apapun buat adek kesayangan gue ini."

Mendengar itu, gadis yang mengenakan hijab pasminah plisket itu menghela nafas kasar seraya berujar. "Andai aja gue punya abang, pasti seru banget," keluhnya.

Elgar berdecak. "Lo nggak nganggep gue abang lo, Le?" tanya Elgar tidak suka.

Leona menggeleng cepat. "Eh, eh, kagak gitu Bang! Gue nganggep kok, lo kan udah gue anggep kek abang sendiri," ujarnya seraya cengengesan.

Elgar tersenyum manis. "Lo itu sama kayak Zora, Le. Nggak ada bedanya, dan gue sayang sama lo bedua." ujar Elgar seraya mengacak puncak jilbab Leona.

Leona mendengus kesal. "Bang, jilbab gue rusak ih!!"

Elgar dan Zora serempak tertawa.

Sekedar informasi saja, sejak kecil Zora mengidap Plutophobia. Yaitu sebuah phobia aneh yang di mana pengidapnya takut terhadap uang. Aneh bukan? Ntah bagaimana anak bungsu Nuraga itu bisa mengidap phobia semacam itu. Yang jelas, karena alasan itulah Elgar selalu berada didekatnya. Sejak kecil Zora tidak pernah sedikitpun menyentuh benda berharga satu itu. Kalaupun ia menginginkan sesuatu yang harus menggunakan uang untuk mendapatkannya, maka kepada Elgar lah ia bergantung. Jadi tidak heran, di mana ada Elgar di situlah ada Zora. Baginya, Elgar itu adalah hidupnya.

KILLER SMILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang