2. GADIS BERMASKER

1.4K 272 15
                                    

Istirahat pelajaran tiba, dirasa keadaan sang adik mulai membaik, terlebih dahulu Elgar mengantarkan Zora ke kelas gadis itu. Sepanjang perjalanan menuju kelas, pikiran Elgar hanya tertuju pada gadis bermasker yang merupakan teman kelas Zora. Elgar pun tidak berhenti menanyakan tentang gadis itu kepada sang adik, sampai-sampai membuat gadis yang hanya berbeda usia setahun dengannya itu heran.

"Lo kenapa sih Bang, nanya Mile mulu?"

Elgar menghela nafas pelan, merangkul pundak sang adik seraya berujar. "Gue penasaran aja sama tu cewek, biasanya kan temen-temen lo pada tergila-gila sama gue, masa dia nggak," jawab Elgar berbohong. Padahal ia ingin mengetahui siapa gadis itu sebenarnya, dan apa benar dialah gadis yang ia temui malam itu.

Zora memutar bola mata malas. "Mile itu aneh."

Elgar mengernyit. "Aneh gimana Dek?"

"Ya aneh aja, sejak hari pertama masuk sekolah dia nggak pernah lepas masker, dia juga nggak ikut MOS. Trus, pas di kelas diem aja, tapi dia pinter banget, kalo ada tugas atau apa pasti lebih dulu keluar, abis itu nggak balik lagi ke kelas kalo belum bel masuk. Nggak pernah ngantin juga," ujar Zora panjang lebar.

"Nggak pernah lepas masker?"

"Iyee, Bang."

"Apa jangan-jangan ... dia sumbing?"

Plakk

Satu geplakan mendarat mulus di perut Elgar karena ulah Zora.

"Jangan ngada-ngada lo Bang, keknya nggak," ujar Zora, meralat pemikiran sang kakak.

Elgar terdiam memikirkan kemungkinan-kemungkinan kenapa gadis bernama Mile itu tidak pernah melepas maskernya.

Baru saja Zora dan Elgar melangkahkan kaki memasuki kelas gadis itu, teriakan membahana menyambut gendang telinga mereka.

"BANG ELGAR PELIARAAN LO LEPAS NIH!!" teriak Leona dengan suara menggelegar sambil memukul-mukul Panca dengan buku miliknya.

"Aw, adek Leo jangan gitu dong. A'a Panca kan nggak cocok jadi piaraan, cocoknya jadi imam kamu," goda Panca sambil menghindari pukulan Leona.

"Hih, mualaf dulu kalo mau jadi imam gue!!" pekik gadis berhijab itu, masih berusaha memukul Panca dengan segenap jiwa dan raganya.

Elgar sendiri geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

"Eh Bang Panca, udah deh, berenti lo godain Leo," ujar Zora, merasa mulai jengah dengan tingkah sahabat sang kakak.

Panca menyengir. "Eh Adek Zora, udah bangun?"

Zora memutar bola mata malas. Kalau saja pria ini bukan sahabat kakaknya, sudah Zora sleding sedari tadi. Bisa-bisanya ia menganggu Leo, bukannya apa-apa, pasalnya Leo kalau sudah kesal, jiwa bar-barnya seketika memberontak. Kan, tidak elit jika gadis berhijab macam Leo mencak-mencak menyumpah serapahi orang.

Jika ketiga orang itu tengah saling berdebat satu sama lain, maka beda lagi dengan Elgar yang fokus mengamati seorang gadis yang duduk sendirian di bangku paling depan dan pojok sana. Terlihat gadis yang mengenakan masker itu tengah fokus menulis.

Tidak lama, gadis itu bangkit dari duduknya, berjalan keluar kelas dengan pandangan lurus tanpa memperdulikan keadaan sekitar.

Elgar bergegas mengikuti gadis itu, bahkan ia menghiraukan panggilan Panca juga Zora.

"Bang El mau kemana?"

"Woy Gar, tungguin napa! main tinggal aja lo!"

Elgar terus saja mengikuti kemana gadis itu pergi, sepanjang koridor, banyak siswa perempuan yang menggodanya seperti biasa.

"Elgar ganteng banget! Jadi pacar gue aja yuk!"

"Kak Elgar minta wangsaf nya dong!!"

"Elgar jangan mau sama dia, sama gue aja, dijamin, gue bisa kok jadi kakak ipar yang baik buat Zora!"

"Nggak, sama gue aja Gar! Gue janji bakal sayang banget sama Zora, kayak lo sayang ke dia!"

Dan ya, ada banyak lagi pekikan-pekikan yang sama sekali tidak Elgar gubris. Fokus pria itu kini hanya tertuju pada gadis misterius yang kini melangkahkan kakinya memasuki ruang... wait.

"Ruang kepala sekolah?" Elgar mengerutkan kening, berhenti sejenak ketika gadis itu telah masuk ke dalam sana.

Elgar mendekat ketika melihat pintu ruangan itu tidak sepenuhnya tertutup. Sebelum melancarkan aksinya, terlebih dahulu Elgar melihat keadaan sekitar. Dan lebih mendukung lagi, bel pertanda istirahat berakhir menggema.

Elgar merapat, mengintip dari sela-sela pintu yang tidak tertutup rapat.

"Mile, Aunty dan uncle sudah mengambil keputusan, Aunty akan melaporkan semua perbuatan mereka terhadap kamu," ujar seorang wanita paruh baya yang duduk tepat di samping gadis itu. Tangannya terangkat mengelus lembut rambut pendek gadis itu.

"Mile nggak setuju. Mile nggak papa," jawab Mile dengan intonasi dinginnya.

"Nggak papa bagaimana Mile? Coba liat diri kamu sekarang." wanita itu hendak membuka masker yang menutupi setengah wajah Mile, namun dengan cepat gadis itu menghindar.

Sementara itu, di luar Elgar menajamkan pendengarannya, sayup-sayup ia dapat mendengar percakapan kedua orang itu.

"Siapa perempuan itu?" tanya Elgar pada dirinya sendiri.

"Kalau emang Auntynya, kenapa harus ketemu di ruang kepala sekolah? Mana pak kepsek nggak ada lagi, di ruangannya," gumam Elgar lagi dengan berbagai pertanyaan memenuhi otaknya.

"Oke, kalau kamu tidak ingin Aunty dan uncle melaporkan mereka, tapi dengan satu syarat, kamu harus mau tinggal bersama kami," ujar wanita itu lagi.

"Mile tidak mau."

Mendengar jawaban gadis itu, wanita yang di panggil Aunty itu menghela nafas pelan.

"Mile balik ke kelas," setelahnya gadis itu bangkit dari duduknya.

Elgar yang melihat itu, segera bergegas pergi dari sana sebelum dirinya tertangkap basah.

Namun, tidak sampai di situ. Ternyata sebelum kembali ke kelas, gadis bernama Mile itu terlebih dahulu memasuki toilet. Elgar dengan rasa penasaran yang besar, memberanikan diri mengikuti gadis itu untuk memasuki toilet wanita.

Elgar berdiri seraya menyandar pada washtafel, menunggu gadis misterius itu keluar dari bilik toilet.

Dan benar saja, tidak lama gadis itu keluar tanpa menggunakan maskernya. Dapat Elgar lihat bagaimana terkejutnya gadis itu, namun sama sekali tidak berkata apa-apa.

Lama Elgar memandangnya, Elgar juga sempat terkejut melihat keadaan wajah gadis itu jika tanpa ditutupi masker. Elgar jadi mengingat kejadian malam itu.

"Lo cewek yang malem itu kan?" tanya Elgar memberanikan diri.

Gadis itu hanya terdiam menatapnya datar.

"Gue rasa lo nggak beneran bisu, buktinya lo bisa ngomong pas di UKS," ujar Elgar lagi, tidak menyerah menunggu jawaban dari gadis itu.

Mile yang tadinya terdiam tanpa berniat menjawab hanya tersenyum singkat, lalu memakai kembali maskernya dan keluar dari sana.

Elgar tertegun dengan dada yang bergemuruh, lagi, ia merasakan kepalanya memberat. Keningnya mengerut ketika merasakan benda cair mengalir keluar dari hidungnya. Elgar berbalik menghadap kaca washtafel, matanya membelalak ketika mendapati darah segar mengalir keluar dari indra penciumannya itu.

Ia mengusap darah itu menggunakan jempolnya. Lagi, berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Potongan kejadian malam itu kembali terlintas di pikirannya.

"Kenapa gue selalu mimisan pas liat senyumnya?"












KILLER SMILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang