12. ADA APA?

1K 247 311
                                    

Mile menatap Elgar lekat dari samping. Memperhatikan setiap inci pahatan wajah nyaris sempurna pria itu. Mile sedikit mengerutkan dahi ketika merasakan jantungnya kembali berdetak dengan cepat, semakin ia memperhatikan Elgar yang masih fokus memandang ke luar jendela sana, maka semakin pula darah Mile di buat berdesir hebat.

Ada apa dengannya? Apa yang sebenarnya terjadi? Mile bertanya-tanya dalam hati.

"Keren juga pemandangannya dari atas sini," ujar Elgar, menoleh ke arah Mile. Dengan cepat Mile mengalihkan pandangannya.

"Pantes aja lo betah di sini setiap istirahat," lanjut Elgar.

"Hem." Mile menjawabnya dengan gumaman gugup. Jelas saja, jantungnya itu masih terus saja berdetak cepat, apalagi kali ini Elgar yang menatapnya.

"Lo beneran nggak punya temen selama ini?"

Mile menggeleng.

"Satu pun?"

Mile tidak menjawab. Ia menatap Elgar datar.

"Aku udah terbiasa sendiri, bahkan sejak kecil," ujar Mile datar. Ingin sekali Mile menggunakan kosakata lo-gue, akan tetapi ntah kenapa rasanya aneh. Terlebih Mile yang sangat jarang sekali berkomunikasi dengan orang lain.

Elgar terdiam, menatap Mile dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

Benar apa yang di katakan Mile. Sejak bayi, Mile sama sekali tidak pernah di urus oleh kedua orang tuanya. Mile di urus oleh pengasuhnya serta Nichole dan Emily. Mile juga jarang sekali keluar rumah, ya, sejak TK Mile sudah homeschooling. Sampai dirinya berusia empat tahun, Mile mulai mengerti, mereka tidak menginginkannya. Dan ya, sejak saat itu pula dirinya mulai mendapat kekerasan fisik maupun mental dari Alex dan Victory. Ntah apa alasannya, yang Mile tahu, mereka hanya tidak menginginkan kelahiran Mile di dunia ini. Dan ... sejak itu pula Mile kecil tidak pernah lagi menangis sampai sekarang ini. Ia hanya bisa tersenyum. Senyum yang menyiratkan banyak makna.

"Udah bel istirahat, mau ngantin bareng?" ajak Elgar ketika mendengar suara bel menggema.

Mile masih menatapnya tanpa ekspresi.

Elgar berdecak. "Ayolah, sekali-kali lo juga harus ngerasain gimana rasanya berada di antara keramaian," ujar Elgar. Berharap agar gadis itu mau ikut dengannya.

"Biasa sendiri," jawab Mile datar.

Lagi-lagi Elgar berdecak. "Ayolah Mil, ntar juga kan ada Zora sama Leona, kalian satu kelas juga kan?"

Mile terdiam.

"Oke kalo lo nggak mau, tapi gue ke kantin bentar pastiin Zora udah makan apa belum, sekalian gue beliin lo makanan, abis itu gue balik."

"Nggak usah, aku nggak lap--"

Ucapan Mile terhenti ketika suara perutnya terdengar seolah meraung meminta asupan. Mile merutuki dirinya sendiri di dalam hati.

"Nggak apa hem? Nggak laper? Trus itu yang bunyi apa?"

Mile hanya terdiam, menatap Elgar datar. Padahal, jauh di dalam sana ingin rasanya Mile menenggelamkan dirinya di dalam bak mandi sekarang juga.

"Masih ngelak aja," cibir Elgar.

Mile berdecak kesal. Mengubah posisinya kembali menghadap jendela.

"Gue pergi bentar doang, abis itu balik sini lagi. Lo tunggu ya, jangan kemana-mana," ujar Elgar lembut, seraya mengacak pelan poni Mile, lalu segera pergi dari sana.

Mile membeku di tempat dengan darah yang berdesir deras. Oh, jangan lupakan jantungnya yang masih berdetak cepat. Sungguh aneh.

Dan yang lebih aneh lagi ... Mile baru menyadari jika hari ini dirinya terlalu banyak bicara, bahkan berekspresi. Ada apa dengan dirinya? Bagaimana bisa ia melupakan jati dirinya yang selama ini ia bentuk tanpa ada satu orang pun yang mengubahnya. Akan tetapi .... Elgar? Bagaimana bisa?

KILLER SMILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang