Bab 2 : Melamar

105 5 0
                                    

Hay jika kalian suka cerita ini jangan lupa vote, follow and komentar ya. happy reading 😊

☁️☁️☁️

"Sebuah rumah tanpa pondasi yang kuat pasti akan hancur, begitu juga dengan sebuah hubungan yang membutuhkan sebuah pondasi yang kuat" ~ Author

Indira POV

Setelah aku keluar dari rumah sakit itu aku beristirahat kurang lebih sudah tiga hari, Pak Raga menjadi lebih sering datang menemui aku sekedar melihat keadaan sikapnya juga sedikit berubah menjadi hangat, tetapi entah kenapa hari ini Papa dan Mama menyuruhku bersiap-siap aku bertanya untuk apa mereka sekedar bilang 'ada deh' aku cuma merasa penasaran tetapi tetap aku ikuti keinginan mereka.

Aku memakai sebuah gaun selutut dengan warna putih dan dipadukan dengan sepatu tinggi berwarna putih. Aku memoles sedikit make up dan membiarkan rambutku tergerai, dan setelah semua ku rasa cukup aku berjalan kelantai dasar.

"Kak Mikel, Mama sama Papa dimana?" Aku membuka suara membuat Kakak ku terkejut dan menoleh ke sebuah tangga, dengan segera tanpa menjawab pertanyaan ku dia menghampiriku dan menggengam tangan ku.

"Papa sama Mama ke rumah Raga untuk menemui orang tuanya Raga" Ujar Kak Mikel padaku dan aku sedikit curiga untuk apa mereka kesana?, tidak mungkinkan mereka kesna tanpa tujuan.

"Kamu udah siapkan? yuk ikut Kakak, tapi bentar Kakak ambil susu kotak kesukaan kamu" Mataku seketika tersorot bahagia, jarang Kakak ku yang satu ini membuat aku senang biasanya dia menjahili ku.

Tidak butuh waktu lama kami tiba di tujuan yang kakak ku inginkan, aku tidak tahu rumah siapa ini namun dari bentuk rumahnya sepertinya orang yang memiliki kehidupan berkecukupan. Aku dan Kakak ku melangkah masuk sambil mengucapkan kata permisi.

"Permisi," Ujar ku dengan sopan dan melihat rumah tersebut namun mataku berhenti ketika melihat seorang pria yang merubah hidupku, tentu saja aku mengenalinya dia adalah guruku sendiri Pak raga.

"Kakak apa ini?" Aku menatap Kakak ku dengan tatapan meminta penjelasan, tidak mungkinkan mereka ingin menikahkan aku dengan guruku sendiri.

"Shhttt" Kakak ku memberikan isyarat untuk diam dan aku memilih diam saja sampai aku benar-benar memahami semuanya.

"Pak Andre, tujuan saya kesini adalah ingin memberitahu anda bahwa saya ingin putra bapak menikahi putri saya" Ujar Ayahku membuat aku terkejut refleks aku menatap ayahku dan pak Raga.

"Tetapi putri pak Jeysen kan masih sekolah" Sahut seorang pria yang sepertinya Ayahnya Raga.

"Saya ingin menikahkan Indira putri saya pada Raga bukan Rey" Ujar Ayahku memperjelas maksud yang sebenarnya inginkan, tetapi dari penglihatan ku sendiri orang tua Pak Raga tidak setuju dan sepertinya dia terkejut.

"Bagai-bagaimana bisa, bukankah janji kita dulu adalah menikahkan Indira dengan Rey" Ujar Ayah pak Raga membuatku semakin yakin ada yang aneh antara pak Raga dengan orang tuanya.

"Karena Putra anda Raga telah menyentuh putri saya" Ujar Ayahku membuat wajah orang tua pak Raga tampak murka.

Tanpa basa-basi lagi Ayah pak Raga melayangkan pukulan keras pada pak Raga yang berstatus putranya sendiri sedangkan pak Raga hanya diam pasrah, anehnya ibunya juga tidak berniat melerai mereka.

"Jangan pukul Pak Raga lagi! disini yang salah adalah aku dan pak Raga bagaimana adil pak Andre hanya memukul pak Raga, jika Pak Andre yang terhormat ingin memukul Raga juga maka pukul lah aku, disini aku juga bersalah!" Seketika suasana menjadi mencekam, Ayah pak Raga menurunkan gempalan tangannya.

"Baiklah saya merestui kalian, laksanakan pernikahan minggu ini jangan membuat aku malu!" Ujar Ayah Pak Raga dengan nada penuh penekanan, sedangkan Raga menangkat bibirnya dan mengucapkan terimakasih.

Suasana tegang tersebut menjadi hilang karena sebuah masalah hampir terselesaikan, untuk sementara Pak Raga akan tinggal di rumahku takutnya pada saat kami tidak ada Pak Raga akan di pukul lagi.

Setiba di rumah semua orang pada sibuk menyiapkan perlengkapan menikah di minggu ini. Aku dan Pak Raga duduk di ruang tamu dan saat ini aku sedang membersihkan lukanya akibat pukulan ayahnya tadi.

"Terimakasih telah membela saya, jika tadi kamu tidak membela saya mungkin saat itu saya sudah tidak ada disini" Ujar pak Raga dengan tersenyum, senyumnya manis dapat memaku hatiku.

"Sama-sama saya hanya mengatakan sesuatu berdasarkan kenyataannya saja" Ujar ku dengan mata yang masih fokus membersihkan lukanya hingga selesai.

"Saya memiliki 2 pertanyaan tetapi tidak tahu apa boleh saya tanyakan" Ujar ku menyimpan seluruh obat yang ada di meja kedalam obat P3K.

"Silahkan tanyakanlah" Ujarnya dan aku menatapnya dengan lekat.

"Apakah hubungan bapak dan ayah bapak tidak baik?" Tanpa basa-basi lagi aku langsung saja melontarkan pertanyaan tersebut, tetapi seketika raut wajahnya menjadi dingin.

"Apakah sebegitu terlihatnya aku dan ayahku tidak baik baik saja?" Tanya dia padaku dan aku hanya menganggukan kepala saja.

"Sejak Ibuku meninggal pada usiaku menginjak 4 tahun, Ayahku menitipkan aku pada panti asuhan hingga aku berusia 15 tahun. Ibuku meninggal karena penyakit asmanya terlebih Ibuku melihat Ayahku sedang berselingkuh dengan sahabat terbaiknya sendiri, saat aku berusia 15 tahun ayahku membawaku kembali ke rumah dimana banyak sekali kenangan aku, Ibuku dan Ayahku tetapi semua tidak dapat aku rasakan lagi sejak posisi Ibuku di gantikan oleh sahabatnya sendiri, sejak saat itu Ayah yang aku anggap seorang pahlawan bagiku dan bagi ibuku telah hilang"

"Seorang perempuan dan seorang pria yang menjadikan aku bagaikan adik dan kakak kandung mereka saat ini, di mana saat Ayah menghukumku di gudang tidak boleh makan dan minum selama 1 bulan, selama 1 bulan penuh juga kakak dan adik ku membawa makanan untuk aku bertahan hidup. Aku di asingkan oleh Ayahku sendiri, tidak mendapatkan kasih sayang yang sebenarnya sejak saat itu diriku bahkan di paksa hidup mandiri dan harus terjun kedunia bisnis dengan usia muda, tidak dapat menikmati hidup dimana masa mudaku merayakan sesuatu yang dapat aku jadikan kenangan. Indira, hidupku gelap dan sunyi tidak ada cahaya satu pun yang mau menerangi aku tetapi ketika mengenalmu semua tampak hangat, berwarna, cerah, terang lagi seperti saat aku masih memiliki Ibu dulu"

"Indira, ingatlah tanpa ibu kita bagaikan seekor anak ayam yang menetas yang terus berlarian mencari induknya yang entah pergi kemana"

Air matanya menetes, baru kali ini diriku melihat seorang pria berhati lemah dan memiliki kehidupan yang suram di masa lalunya sendiri. Perlu kalian ketahui tanpa seorang Ibu kita seperti seekor ayam buta yang terus berlari tanpa arah. Ku usap kepala guruku sendiri yang akan menjadi suamiku.

"Pak Raga, terimakasih memberitahuku kisahmu dengan seperti ini aku jauh dapat menghargai seseorang yang masih ada termasuk dirimu yang akan menjadi pasanganku nanti" Ujarku pelan tetapi saat ku lirik pak Raga sudah tidur dengan air mata yang masih tersisa di pipinya.

Bersambung...

"Kita manusia tidak akan mengerti rasa kehilangan sebelum kita sendiri yang mengalaminya, terlebih hargai ibumu katakanlah terima kasih telah melahirkan mu karena di luar sana banyak janin yang tidak mendapatkan kesempatan melihat dunia dan di luar sana juga banyak yang  seperti anak ayam yang menetas dan mencari induknya... tanpa mengetahui apakah induknya masih ada atau tidak..."

Hay pembaca 'My teacher is mine' terimakasih sudah membaca jika kalian tertarik jangan lupa vote, follow dan komentar. terimakasih.

Love With TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang