Nasi Goreng Malam

24 9 6
                                    

Di dalam kamar ukuran 3×3 meter, seorang gadis sedang membaca sebuah novel yang sudah tak bagus lagi. Novel itu ia dapat dari anak majikan ibunya, meski begitu ia masih bersyukur bisa membaca semua bab dari cerita itu dengan utuh dan masih jelas.

Meski ukuran kamar yang sempit dan fasilitas yang tak lengkap, namun dia pandai menghias kamar dan merawatnya. Dia adalah Gisella Anindita. Sahabat Libra, atau anak Riana Deajeng.

Klingg..

Notifikasi ponselnya itu berbunyi, tangannya segera terulur untuk membuka sebuah pesan yang baru saja masuk.

Ketua Kelas
Sel, besok aku titip makanan buat Libra ya? Makasih.

Setelah mengetikkan sebuah jawaban, Gisella tersenyum kecut. Vandra tak pernah absen mengiriminya pesan, namun isi pesan itu tak jauh dari Libra. Kalau bisa, mungkin Gisella akan berteriak dan menolak agar Vandra tak akan berbuat sesuka hatinya. Ia juga ingin diperhatikan oleh seseorang yang ia suka, namun hal itu sangat mustahil bagi Gisella.

Ketua Kelas
Dia lagi apa? Hari ini permainan pianonya bagus? Apa dia terlihat sedih?

Libra baru saja pulang les piano. Permainan pianonya sudah mendekati sempurna, bahkan nadanya sudah mewakili perasaan setiap manusia. Dia tidak terlihat sedih, sepertinya hari ini dia sangat ceria.

Setelah membalas pesan Vandra, Gisella meletakkan ponselnya dan mematikan data selulernya. Gadis itu kembali fokus pada buku yang baru saja ia letakkan itu.

Lebih dari satu jam membaca, Gisella menutup buku dan mengembalikannya ke rak yang berada di atas ranjangnya. Matanya menatap ke setiap inci ruangan yang berukuran 3×3 meter itu. Meski kecil, namun dia tak pernah mengeluh pada ibunya dan tetap bersyukur masih diijinkan tinggal di rumah majikannya tersebut. Tanpa sengaja bibirnya mengembangkan senyuman manis, dia teringat pada kejadian empat tahun silam ketika ia bersama Kak Mars dan Libra menghias ruangan kamarnya. Dia bahagia, karena ia masih memiliki sahabat yang baik seperti Libra.

Gisella melangkahkan kakinya ke atas tempat tidurnya. Tangannya terulur untuk menarik selimut, dan menyelimutkannya ke tubuh. Matanya terlelap, dan ia membawa semua rasa lelahnya ke tidur malamnya yang tak pernah lelap itu.

Sementara itu di dalam kamar lantai dua, seorang gadis sedang memainkan piano dengan nada yang indah. Dia terbiasa memainkan satu persatu nada hingga membentuk sebuah lagu di malam sebelum ia tidur.

"Kamu lagi memainkan lagu apa, Ra?" Suara berat itu bertanya pada Libra melalui sambungan telepon, atau lebih tepatnya vidio-call.

"A Thousand Miles-nya Vannesa Carlton," jawab Libra tanpa mengalihkan matanya dari tuts-tuts pianonya.

"Emang lagunya nyeritain tentang apa?" Cowok di seberang sana kembali terdengar sampai ke telinga Libra.

"Tentang hubungan jarak jauh dengan kekasih hatinya."

"Em, aku boleh tanya sesuatu ke kamu, Ra?"

"Apa?"

"Andai saja.. tapi ini andai saja lho Ra, kalo kamu LDR Eropa-Indonesia gimana?"

"Mar," cicit Libra pelan.

"Iya iya, maaf aku enggak akan ngulang lagi deh!" Damar menyesal sudah menanyakan sesuatu yang mengingatkan Libra pada kejadian tiga hari lalu di depan kelas. "Tapi kamu maafin aku 'kan, Ra?"

Tanpa menjawab, Libra hanya menganggukkan kepalanya pelan sembari tersenyum tipis.

"Mar," ucap Libra pelan.

Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang