Chapter 5

1.2K 82 0
                                    


"Kau darimana?" tanya Shinichi ketika melihat Shiho baru memasuki rumah di suatu pagi.

"Mengantar Akemi ke perpustakaan," sahut Shiho tanpa memandang Shinichi.

"Kenapa tidak barengan saja?"

"Kau masih tidur tadi, aku tidak ingin membangunkanmu," Shiho menyampirkan mantel luarnya digantungan lalu meraih jas putihnya.

Shinichi mengernyit, "Bukan karena ingin menghindariku?"

"Tidak," setelah mengenakan jas putihnya Shiho berjalan ke arah pintu penghubung yang menghubungkan rumah dan kliniknya, namun pada saat baru meletakkan tangannya di gagang pintu, ia menoleh lagi pada Shinichi, "Sarapanmu sudah kusiapkan di meja, aku banyak pasien hari ini,"

"Aku juga pasienmu," sahut Shinichi asal saja.

"Berhentilah merajuk seperti anak kecil," Shiho membuka pintu, tapi mendadak deringan handphone membuatnya bergeming lagi.

Handphone Shiho yang berdering. Shiho merogoh saku jasnya dan menjawabnya pada deringan kelima.

"Moshi... Moshi..."

"Anoo... Miyano Sensei..." kata suara seorang anak kecil di seberang sana.

"Ada apa Hiro-Kun?" tanya Shiho mengenali suara teman Akemi.

"Apakah Akemi ikut kelompok riset hari ini?"

"Eh? Tentu saja, aku sudah mengantarnya ke perpustakaan barusan,"

"Tapi Akemi tidak ada..."

Shiho mengernyit, "Nani?"

"Kami semua sudah berkumpul, cuma Akemi saja yang tidak ada,"

"Apa kau sudah mencarinya di sekitar perpustakaan?"

"Sudah, tapi tidak ketemu,"

Shiho mulai panik, "Tolong dicari lagi Hiro-Kun, aku akan menghubungi polisi setempat,"

"Hai," sahut Hiro.

Begitu sambungan terputus, Shiho terpuruk lemas di lantai.

"Ada apa Shiho?" Shinichi menghampirinya.

"Akemi..." suara Shiho bergetar, "Akemi..."

"Akemi kenapa?"

"Mereka membawa Akemi... Orang-orang perusahaan itu..."

Tak lama kemudian handphone Shinichi berdering.

"Moshi... Moshi...?" Shinichi menyahut pada deringan kedua.

"Shinichi Kudo," terdengar suara berat seorang pria di seberang sana.

Shinichi diam menegang.

Shiho pun bergeming, ia punya firasat penculik itu yang menelpon Shinichi.

"Siapa ini?" tanya Shinichi.

"Okasan! Okasan!" terdengar suara Akemi berteriak.

"Akemi!" Shiho balas memanggilnya.

"Apa yang kau inginkan?" desak Shinichi.

Pria itu tertawa dingin, "Seperti yang kau dengar, putrimu bersamaku,"

"Nani?"

"Ya aku tahu, Akemi Miyano sebenarnya adalah putri kandungmu, aku telah menyelidikinya. Kebetulan yang menguntungkan,"

Shinichi mengepalkan tangannya berusaha menahan geram.

"Aku menginginkan data itu, semua data-data yang telah kau kumpulkan bersama wanita itu," pria itu berkata.

"Hmph! Apa itu artinya kau mengakui, kau dalang dibalik pencemaran itu?" gumam Shinichi dingin.

"Aku sudah memberimu peringatan ringan, namun kau tidak pulang juga ke Tokyo. Jika kau ingin putrimu selamat, serahkan data itu pada tempat yang akan kutentukan nanti. Jangan coba-coba untuk menghubungi polisi karena aku akan tahu," ia memutus sambungan.

"Sial!" umpat Shinichi.

"Kudo-Kun..."

"Ssh!" Shinichi menaruh tangan ditelunjuknya, meminta Shiho diam.

"Nani?"

Shinichi memeriksa sekeliling rumah, mencari-cari. Shiho tidak mengerti dengan sikapnya. Kemudian Shinichi menemukannya, benda kecil itu berada di bawah meja kecil di sebelah sofa.

Shiho memandang Shinichi, ia mulai mengerti.

Ada yang memasang penyadap di rumahnya.

***

"Karena itukah mereka bisa tahu?" tanya Shiho dengan suara berupa bisikan. Walaupun Shinichi sudah memeriksa sekeliling kamar dan tidak menemukan penyadap lain, Shiho merasa sebaiknya mereka tetap berjaga-jaga berbicara dengan suara rendah. Shinichi menduga ada salah satu pasien Shiho yang menyusup dan memasang penyadap di ruang tamu.

"Ah, mereka dengar dari pembicaraan-pembicaraan pribadi kita, sehingga akhirnya mereka tahu Akemi adalah putriku," sahut Shinichi dengan suara sama rendahnya.

Shiho menenggelamkan wajah dalam telapak tangannya, merasa frustasi, "Akemi... Aku sudah pernah kehilangan satu Akemi... Aku tidak mau kehilangan lagi... Aku tidak sanggup..." ucapnya lirih.

"Gomene Shiho..." bisik Shinichi, "Semua salahku karena melibatkan kalian berdua dalam penyelidikan ini,"

Shiho mengusap airmatanya, "Bukan salahmu sepenuhnya Kudo-Kun. Aku juga menyelidikinya diam-diam. Bahkan Akemi pun menganggap hal ini sebagai riset yang menarik. Tapi siapa sangka masalah pencemaran limbah ini adalah sesuatu yang memang disengaja dan ada unsu konspirasi dibaliknya,"

Shinichi menggenggam tangan Shiho, "Aku janji Shiho, aku akan bawa putri kita kembali bagaimanapun caranya,"

"Kudo-Kun..."

"Setelah itu aku akan menebus segala hutangku pada kalian berdua selama ini," Shinichi bangkit berdiri.

"Hutang? Apa maksudmu?" Shiho mendongak menatapnya.

"Aku tidak tahu hal ini penting atau tidak untukmu..."

"Nani?" Shiho tidak mengerti.

"Tapi aku ingin kau tahu. Seandainya aku tahu kau hamil sejak awal ataupun kau gagal menciptakan penawar APTX, aku takkan marah padamu Shiho, apalagi membencimu..."

Mata Shiho berkaca-kaca.

"Aku mungkin akan sedikit menggerutu ya, aku mungkin belum tentu akan mencintaimu tapi satu hal yang pasti aku takkan pernah membencimu karena aku menghormatimu..."

Airmata Shiho mengalir, "Kudo-Kun..."

Shinichi menatap Shiho lembut, "Saat itu kau adalah wanita yang paling kuhormati setelah Okasan dan Ran. Jadi kalaupun aku tahu kau hamil sejak awal, aku tetap akan meninggalkan Ran untuk bertanggung jawab. Mungkin aku belum mencintaimu saat itu tapi aku takkan pernah membiarkan kau menanggung deritanya seorang diri. Aku tidak akan membiarkanmu sendirian ketika mengalami morning sickness. Aku akan mengantarmu ke dokter setiap minggu. Aku akan memijat kakimu yang bengkak. Aku juga akan menggenggam tanganmu ketika kau melahirkan..."

"Hentikan Kudo-Kun..." isak Shiho.

"Namun aku sadar, apapun jalannya dan bagaimanapun versi ceritanya, ujung akhirnya tetap hanya satu...." Shinichi berlutut di hadapan Shiho.

"Eh?" Shiho tidak mengerti sikapnya.

"Aku mencintaimu Shiho," Shinichi meraih wajah Shiho dan memberi pagutan lembut di bibirnya. Shiho juga meresponnya seakan telah mendambakan hal itu sejak lama.

"K-Kudo..." bisik Shiho dengan napas tersengal ketika Shinichi menghentikan pagutannya.

"Kita pasti berkumpul lagi," Shinichi mengecup kening Shiho sebelum keluar dari kamar. 

Autumn ConcertoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang