Tujuh tahun kemudian di Utoro, Shiretoko Hokkaido...
Lama sudah Shinichi terdiam melamun di pinggir pantai desa nelayan itu. Matahari perlahan bergerak seakan tenggelam dalam lautan. Entah sudah berapa kali ia menghela napas dalam hati. Merenungkan segala peristiwa yang terjadi dalam tujuh tahun terakhir ini.
Lulus dari universitas hukum, ia mendirikan kantor agensi detektif swasta. Kantornya berkembang pesat. Ia kebanjiran klien, sehingga ia harus merekrut detektif baru yang berbakat dan sejumlah staf administrasi. Pamornya terkenal seantero Jepang dan sangat dielu-elukan oleh masyarakat Jepang.
Namun sayang, kemajuan itu tidak sejalan dengan rumah tangganya. Beberapa bulan setelah kepergian Shiho, Shinichi menikah dengan Ran. Awalnya rumah tangga mereka sangat bahagia dan harmonis. Shinichi bekerja sebagai detektif sementara Ran sebagai guru SD. Tapi memasuki tahun ketiga masalah demi masalah mulai bermunculan. Hal-hal kecil yang dulunya bukan masalah semasa pacaran menjadi seperti bom waktu di sebuah pernikahan. Shinichi sudah mengerahkan segenap upaya untuk menyelamatkan rumah tangganya, tapi akhirnya ia tidak berdaya. Setahun lalu, mereka terpaksa bercerai. Shinichi tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri.
Sekarang ia berada disini. Ia sengaja menerima kasus yang jauh ini untuk menyepi dari hiruk-pikuk kota. Ia telah menyerahkan segala urusan kantor di Tokyo kepada asistennya. Ia membutuhkan waktu sendirian untuk berpikir. Selain memikirkan jalan keluar kasus ini, ia juga perlu untuk menyegarkan dirinya dan memulai dari awal.
"Kalian pulang duluan saja, aku masih mau mencari kalungku," terdengar seorang anak kecil perempuan berbicara pada teman-temannya.
"Kau yakin Akemi-Chan? Sudah sore loh," kata teman-temannya khawatir.
"Uhm," Akemi mengangguk, "Kalung itu sangat penting. Bagaimanapun juga aku harus mencarinya sampai ketemu,"
"Baiklah kalau begitu. Kami pulang dulu ya, jangan sampai larut malam Mi-Chan," teman-temannya pamit undur diri.
"Eh," Akemi mengangguk.
Shinichi melihat gadis kecil itu, entah kenapa ia merasa tertarik. Gadis itu tampak familiar, bahkan ia merasa gadis itu mirip Ai Haibara. Ia pun akhirnya bangkit berdiri untuk menghampiri gadis kecil yang dipanggil Akemi itu.
"Sepertinya kau kesulitan Ojo-Chan?" tanya Shinichi ramah.
Akemi mendongak memandang Shinichi dengan kedip yang menggemaskan, "Uhm. Kalungku hilang,"
"Sepertinya kalung itu sangat penting untukmu ya?"
"Iya. Kalung itu pemberian Otosan untuk Okasan,"
"Ojisan bantu cari ya? Seperti apa kalungnya?"
"Ada liontin berbentuk Lily,"
Shinichi mengerjap, ia dulu juga pernah memberi kalung lily pada Shiho namun kemudian ia menggeleng dalam hati. Ada ratusan kalung lily di dunia ini, "Ayo kita cari sebelum malam,"
"Uhm. Arigatou ojisan!" Akemi tampak senang mendapat bala bantuan.
Mereka berdua akhirnya mencari bersama-sama. Kurang lebih setengah jam kemudian ketika hari sudah gelap Shinichi menemukan rantai tipis itu. Ia menggunakan lampu di arlojinya untuk memeriksa bentuknya.
INI?! Shinichi terkesiap. Ini adalah kalung lily yang ia berikan pada Shiho tujuh tahun lalu. Memang ada ratusan kalung lily diluar sana, namun hanya satu saja di dunia yang modelnya seperti ini. Ia pesan khusus hanya untuk Shiho.
"Ah!" Akemi melihat kalung di tangan Shinichi, "Itu dia kalungku!" ia pun berlari menghampiri Shinichi.
Shinichi menyerahkan kalung itu pada Akemi dengan tatapan penuh arti.
"Akhirnya ketemu juga!" Akemi mengenggam kalung itu erat-erat di dadanya.
"Ojo-Chan... Namamu Akemi?" tanya Shinichi dengan jantung berdegup cepat.
"Uhm. Namaku Akemi Miyano,"
Shinichi merengkuh kedua bahu gadis kecil itu, "Siapa nama ibumu?"
"Shiho Miyano,"
Dugaannya benar.
***
"Kami sudah mengajaknya pulang, tapi Mi-Chan bersikeras mau cari kalungnya," teman-teman Akemi bercerita di klinik kecil itu.
Klinik Miyano malam itu sangat ramai. Bukan karena banyak pasien, melainkan tetangga-tetangga berkumpul sebagai bentuk simpati kepada Dokter Miyano. Sudah beberapa orang pria turun untuk mencari Akemi putrinya yang belum pulang-pulang juga.
"Kau kemana Akemi..." suara Shiho bergetar, airmatanya mengalir.
"Tenanglah Sensei," seorang tetangganya, ibu-ibu berusia empat puluh tahun merengkuhnya, "Akemi anak pintar, dia pasti baik-baik saja,"
"Bagaimana jika ada orang jahat? Bagaimana jika dia tenggelam? Dia juga belum makan, ya ampun... Ini sudah larut malam..." Shiho semakin hilang kendali.
"Sensei! Sensei!" mendadak terdengar suara teriakan dari luar, "Akemi pulang!"
"Eh?" Shiho buru-buru bangkit berlari keluar rumah.
"Okasan! Okasan!" Akemi berlari ke ibunya.
"Akemi!" Shiho berlutut untuk memeluk putrinya erat-erat.
"Okasan...." Akemi sedih melihat ibunya menangis.
Shiho menatap putrinya, "Kau kemana saja Mi-Chan?"
"Kalungnya tadi hilang, jadi Mi-Chan cari dulu sampai ketemu," jelas Akemi
"Baka. Kalau hilang biarkan saja, yang penting kau pulang,"
"Tapi kan ini dari Otosan,"
"Mi-Chan..." Shiho memeluk putrinya lagi. "Itu hanya kalung, bagaimana jika terjadi sesuatu padamu? Okasan hanya punya Mi-Chan..."
"Gomene Okasan... Mi-Chan janji tidak akan mengulanginya... Jangan menangis lagi..."
"Ngomong-ngomong Mi-Chan," seorang tetangga berkata, "Kau pulang sama siapa?"
Akemi mendongak, "Oh ada seorang paman yang membantuku mencari kalung dan mengantar pulang,"
"Nani?"
"Ojisan!" Akemi menoleh kebelakang seraya memanggil.
Shiho tak dapat memercayai matanya ketika Shinichi muncul.
"K-Kudo-Kun?"
"Lama tak bertemu Shiho," sapa Shinichi seraya tersenyum ramah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn Concerto
FanfictionHai Minna San! Pipi Tembam kembali lagi bersama fanfic CoAi/ShinShi. Adapun cerita ini Pipi Tembam terinspirasi dari drama Taiwan yang judulnya Autumn Concerto, pemainnya Vannes Wu hehehe... Mirip-mirip dikit tapi tak persis sama lah, disesuaikan d...