Chapter 03

1.7K 168 420
                                    

Happy reading ....

"Dek!" panggil Varo membuka pintu kamar Vira dengan kencang, membuat si empunya kamar berjingkat.

"Allahu Akbar." Vira kaget hingga handphone yang ada di genggaman tangannya terjatuh, untung saja jatuhnya tidak ke lantai.

Melihat Vira yang sekarang sudah melotot tajam Varo langsung memberikan senyuman yang paling manis agar saudara kembarnya itu tidak jadi mengamuk. Kemudian Varo menghampiri Vira yang sedang asik bersantai di kasur kesayangannya. "Lo kok nggak dandan." tanyanya, karena melihat Vira masih santai-santai saja duduk di kasurnya.

Vira menaikkan sebelah alisnya. "Ngapain gue dandan?" tanyanya datar dengan pandangan yang fokus menatap layar handphonenya.

"Calon suaminya mau dateng bukannya dandan gitu, malah santai-santai dengan tampilan kucel begini," sindir Varo menatap jijik ke arah kembarannya itu.

"Biar dia nolak perjodohan ini lah," balas Vira santai, membuat Varo menghela napas lelah.

****

"Kita mau kemana sih, kok Langit disuruh pake beginian?" tanya Langit yang risih karena harus memakai pakaian formal. Entah kemana orang tuanya ini akan membawanya, sedari tadi ia bertanya tetapi orang tuanya tidak memberi tahu, katanya kalau sudah sampai ia juga akan tahu. Akhirnya Langit pasrah saja, tidak lagi bertanya-tanya kepada orang tuanya.

"Malam ini ayah ada pertemuan dengan kepala sekolah lain. Jadi, harus sopan jangan banyak tingkah," peringat Reyyin, yang langsung diangguki oleh Langit.

"Yaudah, yuk berangkat!" ajak William berjalan ke mobilnya. Kedua ibu dan anak itupun mengangguk kemudian mengikuti langkah William yang berjalan keluar rumah.

Sesampainya di depan rumah, Langit tidak langsung naik, ia menghentikan langkahnya. "Langit naik motor sendiri aja," ucap Langit.

"Gak ada naik-naik motor! Masuk!" Mata William melotot saat menatap Langit, membuat Langit takut dengan tatapan sang ayah. Dengan berat hati Langit langsung masuk ke mobil dengan wajah yang cemberut.

Sudah tiga puluh menit diperjalanan, Langit baru tersadar bahwa jalan yang mereka lalui ini adalah jalan menuju rumah Varo. Apa mungkin rumah teman ayahnya ini satu jalur dengan arah rumah Varo?

Sedangkan ditempat lain di waktu yang sama.

"Ya Allah, Nak. Keluarga Nio sudah dijalan menuju kesini lho. Ini kenapa belum berpakaian rapi, Nak? Ayo dong, cepetan pake baju nya, ya," ucap Desya lemas saat melihat anak gadisnya masih menggunakan piyama tidurnya.

"Biar dia nolak, Ma," balas Vira santai, Desya yang mendengar itu langsung melotot, apa-apaan anaknya ini, sengaja tidak berganti pakaian agar calon suaminya menolak, begitu?

Dengan sabar Desya mengelus rambut sang putri. "Sepuluh menit harus sudah siap. Mama tunggu di ruang tamu." Setelah mengatakan itu, Desya langsung keluar dari kamar putrinya itu.

***

"Bun, kita ngapain ke rumah Varo?" tanya Langit ketika mobil mereka berbelok ke pekarangan rumah Karbenirald.

"Kamu diam saja bisa!" Bukan Reyynin yang menjawab melainkan William. Dia pusing sedari tadi Langit selalu saja bertanya ini itu, membuat kepalanya menjadi pusing.

Mereka bertiga akhirnya turun dari mobil, di depan sana sudah ada Desya yang menyambut kedatangan mereka.

Mereka pun berjalan menghampiri Desya. "Assalamualaikum," ucap mereka semua, yang dijawab semangat oleh Desya. "Wa'alaikumsalam, masuk, yuk, masuk."

"Maaf ya, Jeung, kita telat nih datengnya," ucap Reyynin merasa bersalah karena membuat tuan rumah menunggu lama.

"Udah, Gak papa kok, kita masuk dulu yuk, di sini dingin" balas Desya sambil menggiring mereka bertiga masuk ke dalam rumah.

Sementara di kamar Vira, Varo sibuk membujuk Vira agar mau keluar dari kamarnya. "Keluarga calon laki lo udah dateng tuh, cepatan keluar deh, lelet banget." Varo menggerutu karena sejak setengah jam yang lalu Vira belum juga mau keluar dari kamarnya. Kalau bukan kembarannya mungkin Varo sudah menarik paksa Vira agar bisa keluar dari kamarnya ini.

"Terus?" Vira malah bertanya, pura-pura tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Varo. Saat ingin menggeplak kepala Vira, suara Desya menggagalkan rencananya itu.

"Sayang, yuk turun, keluarga calon suamimu sudah dateng nih!" teriak Desya dari bawah tangga.

"Calon suami?" gumam Langit bingung. Di sampingnya William masih bisa mendengar gumaman anaknya itu.

"Iya, lelaki yang dijodohin dengan Vira itu kamu," bisik William membuat Langit melotot kaget. Dia tidak salah dengar, kan? Apakah kali ini dia masih bermimpi? Karena penasaran Langit langsung mencubit pipinya sendiri dengan keras. "Aww! Sakit. Berarti gue nggak mimpi dong," bisik Langit pelan.

Varo dan Vira akhirnya turun. Saat langkah mereka menuruni beberapa anak tangga, mereka berhenti karena terkejut melihat kedatangan keluarga William.

"Langit!" teriak mereka serentak. Mereka tidak menyangka bahwa Nio-Nio yang mereka bahas beberapa waktu lalu itu ternyata Langit.

"Jadi, Nio itu Langit?" batin Varo heran.

"Eh, kok diam, Turun!" ajak Karben membuyar lamunan mereka.

Varo dan Vira menuruni tangga menghampiri mereka semua. "Jadi, yang dijodohin sama Vira itu Langit?" tanya Vira saat sudah duduk di sofa.

"Dan lo, kenapa nyembunyiin ini dari gue?" tanya Varo menatap Langit tajam.

Langit yang ditatap tajam seperti itu langsung membalas dengan tatapan heran. Dia juga tidak mengetahui apa-apa, baru tahu saat ini.
"Gue aja nggak tau, taunya baru sekarang. Kalo tau ngapain tadi di kantin gue kesel karena kalian bahas calon suami Vira, dan bilang kenapa anak teman bokap lo nggak cewek saja, biar dijodohin sama lo," balas Langit.

Vira yang mendengar balasan Langit langsung berceletuk, "Jadi, tadi lo pergi tiba-tiba karena kesel?" tanya Vira penasaran.

"Iya, dia tuh suka sama lo," jawab Varo santai, yang membuat Langit ingin merobek mulut sahabatnya itu.

Deg!!!

"Langit suka Gue?" batin Vira bertanya-tanya. Saat ini dia belum berani menatap wajah Langit.

"Sudah-sudah," ucap Desya menghentikan perdebatan mereka.

Mereka semua duduk di sofa sambil melanjutkan membicarakan mengenai perjodohan Langit dan Vira.

"Kenapa harus tunggu kelulusan? Kenapa nggak secepatnya saja, lebih cepat lebih baik, bukan?" ucap Langit membuat Vira reflek melotot.

"Itu menurut lo, bukan gue," balas Vira. "Mana bentar lagi ujian kelulusan. Trus gue harus ngurusin suami lagi, apalagi suaminya kayak lo," lanjutnya sambil berdecak kesal.

"Kenapa kalo suaminya gue?"

"Yang ada mati berdiri gue, ngurusin masalah sekolah, mana harus suami kayak lo gini. Di sekolah aja lo buat masalah mulu, trus pusing juga loh dengerin suara pak Wito Karena ulah lo," balasnya dengan bibir yang mencebik kesal.

"Oke, gue akan berubah," ujar Langit dengan sungguh-sungguh.

"Berubah jadi ultraman?" timpal Varo memotong ucapan Langit.

"Bisa diem, nggak?" tanyanya menatap Varo kesal. "Gue bakalan berubah, nggak seperti kemarin-kemarin lagi. Asal pernikahan ini bisa dipercepat."

Kedua pasang orang tua mereka hanya melihat perdebatan anak-anak mereka. Mereka setuju saja dengan semua keputusan yang mereka ambi, asal semua itu baik untuk mereka.

"Bocah satu ini kenapa, ya?" batin Varo, karena melihat sahabatnya itu sangat excited dengan rencana pernikahan yang direncanakan untuk dia dan adiknya itu.

"Gimana, para orang tua setuju, kan?" tanya Langit kepada orang tua mereka.

"Kalau kita pasti setuju-setuju saja sih, selagi itu baik untuk kalian," ucap William, yang diangguki oleh yang lainnya.

"Yaudah deh, terserah lo aja. Capek berdebat sama lo," ucap Vira menyerah, sepertinya percuma saja berdebat dengan Langit. Selain membuang-buang tenaga, pasti dia akan kalah.

-tbc

PART INI SUDAH DI REVISI

Sweet Seventeen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang