Chapter 09

1.4K 89 89
                                    

Happy reading

Waktu terus bergulir begitu cepat sampai pada keesokan harinya, Langit mengajak Vira pindah ke rumah mereka sendiri. Ya, Langit mengajak Vira untuk pindah ke rumah mereka berdua, rumah yang sudah dipersiapkan Langit sebelum pernikahan mereka. Rumah itu bisa dikatakan hadiah untuk istrinya yang cantik ini.

"Kalian yakin ingin pindah sekarang?" tanya Desya yang sedang membantu Vira mem-packing barang-barang yang akan dibawanya ke rumah baru.

"Yakin dong, Ma!" balas Langit. "Untuk apa kita punya rumah sendiri kalau tinggalnya di rumah orang tua," lanjutnya dengan nada lugas.

"Bagus dong mereka pindah, kan aku jadi anak satu-satunya di sini," sambung Varo yang baru masuk ke kamar adiknya itu. "Dan tempat ini akan ku ubah jadi apa ya?" Varo berlagak seperti orang yang sedang berpikir seraya mengetukkan jari telunjuk ke dagunya.

Hal itu membuat Vira dan Langit memutar bola matanya malas. Bisa-bisanya Varo malah gembira mengetahui sang adik akan diboyong oleh Langit. Dia malah memikirkan kamar Vira ini akan dijadikan tempat apa, Varo memang tidak punya prikepersaudaraan.

Mereka semua hari ini tidak ada yang bersekolah, kalau Langit dan Vira alasannya sudah jelas karena kelelahan. Tetapi Varo ikut-ikutan memakai alasan itu, padahal alasan sebenarnya karena dirinya malas bersekolah disaat semua orang sedang berkumpul di rumah.

Vira yang sepertinya baru sadar atas ucapan kakaknya itu langsung melotot tak terima. "Nggak! Gak bisa, mau gue udah nikah, punya anak, punya cucu, sampai mati pun, kamar ini tetap punya gue, enak aja mau diambil alih!" sungut Vira tak terima.

Varo langsung mencebikkan bibirnya mendengar bantahan sang adik. "Lo gak ada di rumah ini lho, jadi gue bisa bebas keluar masuk kamar ini, gak ada ngelarang juga," ucap Varo dengan sengaja meledek Vira.

Vira yang mendengar itu jadi makin geram dengan Varo. "Gue kunciin kamar ini, trus kuncinya gue bawa."

Mendengar itu, Varo hanya bisa mengelus dadanya. Adiknya sangat pelit.

"Jadi gimana kalo Mama mau bersihin kamar kamu?" tanya Desya.

Vira berpikir sebentar menyadari kebodohannya, bagaimana kamarnya bisa dibersihkan kalau kunci saja dibawa oleh dirinya. "Ntar aku titipin ke Mama aja kuncinya," putusnya kemudian.

Varo yang masih belum puas menjahili sang adik langsung menimpali, "Gue ambil kuncinya nanti, gampang, kan?" Varo menaik turunkan kedua alisnya membuat Vira mendesah kesal.

Langit sedari tadi hanya terdiam melihat perdebatan antar saudara kembar yang tidak identik tersebut. Ia pikir mereka selalu akur, kompak. Ternyata dugaannya selama ini salah besar.

Langit pun tersenyum melihat mereka, Desya yang tersadar bahwa di sini ada menantunya langsung berkata, "Maklum ya, Langit. Ya gini tiap harinya kalo mereka berdua disatuin."

Langit tersenyum maklum. "Gak papa kok, Mah. Langit juga gitu bedanya Langit sama benda mati," seloroh Langit diiringi dengan tawa.

***

Di William's high school....

"Kok Trio bobrok dan trio girls gak keliatan batang hidungnya sih?" tanya Aqilla heran kepada temannya, matanya celingukan mencari keberadaan dua geng yang baru saja disebutnya.

Sweet Seventeen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang