Senyum manis si gigi kelinci
Yongsun berada dalam ruangan berukuran 12 x 12 meter persegi yang didominasi warna hijau muda. Bed cover dengan warna hijau muda, sprei dan bantal berwarna putih. Dinding ruangan ditempeli wallpaper bercorak Keropi. Ada 4 ranjang berukuran sebesar bangsal rumah sakit, namun ini diatur agar nyaman bagi para ibu yang akan melahirkan.
Benar.
Ini bulan terakhir kehamilan Yongsun. Sekarang ia dan Moonbyul memutuskan untuk pergi ke rumah sakit agar lebih mudah memantau proses kelahiran. Sebab beberapa waktu lalu, Yongsun sudah merasakan tekanan dari dalam perutnya.
"Hai manis, bagaimana perasaanmu?"
Pandangan Yongsun beralih ke ranjang sebelah dimana seorang wanita berambut hitam dan dikepang kuda tersenyum menyambut suara sang suami. Pria itu meletakkan sekotak tempat nasi yang Yongsun perkirakan adalah untuk lelaki bongsor itu bawa sebagai bekal.
"Baik, hanya agak cemas saja," jawab si wanita. Kepalanya menunduk ke perutnya yang masih berisi satu nyawa. Mengelus pelan perut buncit yang dipasangi alat bebentuk sabuk. Sabuk itu terhubung dengan CTG yang berguna untuk memonitor bayi dalam kandungan ibu. Sang suami melakukan hal yang sama, seolah memberi tahu bahwa wanita itu tidak perlu khawatir. Yongsun jelas bisa melihat betapa pria itu mencintai istri dan calon buah hati mereka.
"Maaf ya, aku hanya bisa menemanimu sampai di ruang monitor ini. Aku masih ada pekerjaan dadakan yang harus diselesaikan."
Tangan kanan pria itu terangkat, mengelus pipi kiri wanitanya. Ekspresi wanita itu bercampur, antara sedih dan merelakan. Ia tampak berusaha menahan rasa sedihnya akan pikiran melahirkan seorang diri tanpa suami.
"Tak apa, masih ada para perawat yang mengurusku. Datanglah setelah pekerjaanmu selesai."
"Hm, aku mencintaimu dan anak kita."
"Aku juga."
Pelukan mereka lepas, dan kotak nasi itu terangkat dari nakas. Pertanda bahwa kini benar wanita itu akan berjuang sendiri untuk memberikan kehidupan bagi anaknya.
"Hhh," helaan napas panjang terdengar sangat berat. Wanita itu diam beberapa saat dengan bahu yang turun. Lalu ia tampak menyadari bahwa ada satu sosok yang memandangnya.
"H-hai," sapa Yongsun kelabakan. Ibu muda yang merupakan istri Nona Moon itu mengusir canggung dengan tawa.
"Suamimu juga tidak dapat hadir?"
"A-ah, tidak sih. Dia sedang mengurus sidang."
"Sidang? Oh, apakah kalian akan bercerai?"
"Bukan, pasanganku seorang pengacara. Katanya sebentar lagi pekerjaannya selesai."
Ada ekspresi iri yang muncul di wajah wanita itu. Ia memalingkan wajahnya sejenak dari Yongsun dan beberapa saat kemudian, kembali menatap wanita berpipi bulat.
"Kurasa orang-orang sepertimu tidak akan mengerti ya beratnya melahirkan sendirian karena suami tetap butuh mencari uang? Pengacara? Wah, pasti kau tidak tahu sulitnya mencari uang. Chukaetta."
Jujur, Yongsun agak tersinggung. Menjadi anak yang datang dari keluarga yang lumayan berada, mendapat pasangan hidup yang berkecukupan, bukan berarti Yongsun tidak paham betapa mirisnya perasaan tidak menyenangkan saat tidak punya uang.
Yongsun sudah belajar kerasnya mencari uang, bahkan Moonbyul sendiri adalah contohnya. Bukan karena ia pengacara maka ia dapat ber ongkang-ongkang kaki. Justru karena Moonbyul seorang pengacara, maka wanita itu bekerja extra keras. Berpikir hal-hal rumit, menggunakan banyak waktunya untuk mempelajari berbagai kasus agar mereka mendapatkan uang.
"Kurasa persepsimu akan hidup ini agak salah. Yeah, still, good luck with your labor."
Setelah itu, hening menyelimuti hingga mendadak wanita tadi mengalami kontraksi dan para perawat berdatangan.
"Yong," panggil Moonbyul. Mata Yongsun yang masih fokus pada wanita tadi yang berteriak kesakitan, berpindah pada sang dominan.
"Kau siap?"
"Sepertinya," tawa Yongsun keluarkan di akhir kalimat. Nampak berusaha keras agar tidak cemas. Moonbyul menggeleng pelan, tidak habis pikir betapa menggemaskannya kakak kelas yang kini sedang mengandung anak untuknya kala menyembunyikan perasaan. Sang dominan dalam balutan pakaian kerjanya langsung memeluk istri cantiknya.
"Jujur aja, gak pa pa. Tujuanku disini adalah biar kamu aman dan merasa tenang."
"Huh, aku takut Byulllll. Bagaimana bila nanti aku salah melakukan sesuatu dan baby malah kenapa-napa? Atau bagaimana bila aku tidak sanggup dan ia terjebak di dalam? Atau-"
Hmph!
Tangan kiri Moonbyul refleks membekap Yongsun.
"Kau akan dipandu dokter, bila tidak sanggup kau akan melakukan prosedur sesar. Teknologi sudah canggih, para dokter disini hebat, kau hanya perlu percaya bahwa kau bisa dan semua pasti berjalan baik-baik saja."
Chup!
Bibir Yongsun mengulas senyum. Ini Moonbyul, begitulah cara wanita ini menyemangati dirinya.
"Ay, ay Captain! Aku akan membawa putra-putri kita ke dunia dengan selamat."
Senyuman itu adalah hal terakhir yang Moonbyul bisa nikmati sebelum Yongsun juga turut masuk ke ruang bersalin.
"Be safe, Yong. Will wait for our twin babies."
***
Pukul 00.00 pagi, akhirnya suara tangis terdengar memenuhi indera pendengaran Moonbyul. Setelah berbulan-bulan mengandung dan berjam-jam berjuang di ruang persalinan, akhirnya mereka berdua dapat melihat senyum pertama putra-putri mereka.
"Selamat, Anda kini menjadi seorang ibu. Kami akan membersihkan putra-putri Anda lebih dulu."
"Good work, Yong. Thanks, I am happy. Aku bahagia kamu berhasil, dan aku tidak kehilangan kalian."
"Terima kasih..
...terima kasih."
Ada getaran haru dan tangis keluar lewat bibir wanita bermarga Moon. Air matanya tak terbendung karena senang. Moonbyul mengecup ngecup seluruh wajah Yongsun sambil berurai air mata bahagia. Yongsun yang melahirkan saja tidak sedramatis itu, bisa-bisanya sang dominan malah bertingkah seperti ini. Tidak masalah sih, toh Yongsun juga menyukai keadaan ini. Ia merasa sangat disayang.
"Hehe, jangan nangis gitu ah. Jelek nanti di depan babies."
"Ish, kak!"
Moonbyul menyeka hidung merahnya sembari tertawa.
Tawa mereka pecah dan sekarang, mereka resmi dipanggil sebagai sosok orang tua. Senyum Moonbyul terpampang jelas, menunjukkan deret gigi kelincinya. Ia merasa sempurna sekarang. Ia punya keluarga yang lengkap yang bisa ia berikan rasa cinta dan kasih seumur hidupnya.
next
KAMU SEDANG MEMBACA
"Bentuk Cinta" [MoonSun]
FanfictionPernah bertanya apa bentuk cinta? Mungkin hanya Moonbyul yang pernah memikirkan hal random seperti itu sejak pertama kali bertabrakan dengan kakak kelasnya. Manik bulat memancarkan warna cerah yang belum pernah Moonbyul lihat pada mata siapapun. Ora...