Rambut Warna-Warni Bagai Gulali
Festival Musim Panas,
"Aa! Mau gulali~!"
Begitulah asal dari mengapa kini Moonbyul dan Yongsun berdiri di depan stan penjual makanan, yang terletak sepanjang pinggir jalur menuju bukit. Festival ini diadakan sejak siang, tapi puncaknya ada pada malam hari. Dengan berbagai lampu menyala berkerlap-kerlip dari bangunan kota dan air mancur di sepanjang jembatan yang memantulkan cahaya kembang api. Indah dan menakjubkan.
"Satu permen kapas, untuk gadis manis!" ujar penjual tersebut tersenyum ke arah Yongsun yang hanya terkekeh. Sementara Moonbyul manyun, sebab gadisnya jadi pusat perhatian banyak orang. Pertama, tingkah Yongsun heboh sekali. Kedua, gadis ini punya daya pikat terhadap siapapun yang memandang.
Maka wajar bila setelah dari stan penjual tersebut, Moonbyul langsung menyeret Yongsun menjauh dari kerumunan orang.
"Napa Byul?" tanya Yongsun. Satu tangannya digenggam erat, yang satu lagi memegang gulali untuk ia gigit. Permen kapas itu bahkan jauh lebih besar daripada kepala Yongsun, membuat sosoknya tenggelam di balik buntalan pink pastel.
"Aku tidak suka." Memang ambigu, tapi Yongsun bisa paham. "Ah, jangan iri begitu. Kau juga akan jadi pusat perhatian kok kalau sudah bermain basket! Hihi."
Atau mungkin tidak, karena sekarang Yongsun malah berjalan meninggalkan Moonbyul. Si gadis berwajah bulat mendekati salah satu tempat untuk menyewa kapal kecil.
"Eh, Byul. Byul. Ayok naik ini! Kita bisa lihat indahnya air mancur kembang api nanti!"
"Kakak nggak mau terbangin lampion? Tadi katanya mau ke lampion dulu."
"Enggak, lampion nya nanti aja sekalian ke bukit. Sekarang kita naik ini dulu yaa," suara Yongsun sangat memelas. Ia memberikan tatapan anak anjing kecil kepada Mooonbyul. Mana bisa gadis tinggi itu tidak mengiyakan.
"Oke."
Maka begitulah, Moonbyul yang takut pada danau, mau tak mau ikut menemani pujaannya naik ke atas kapal kecil itu. Mereka diberikan arahan untuk mengendalikan kapal. Lagipula, kapal kecil ini bisa bergerak mengikuti jalur arus, jadi tidak perlu terlalu di dayung.
"Woah, Byul! Lihat, ada kunang-kunang!"
Moonbyul masih belum bisa mengontrol dirinya. Sedari tadi ia menatap penuh rasa takut pada air yang ada dibawah kakinya. Dengan gelisah ia mengalihkan pandang untuk melihat juga apa yang ditunjuk Yongsun.
"Woah." Satu kata itu, jadi bukti bahwa memang pemandangan sinar dari kunang-kunang tadi begitu mempesona. Mereka mengelilingi sekitar tempat Yongsun dan Moonbyul berada. Ikut kemana arah mereka pergi, seolah Yongsun dan Moonbyul adalah raja dan ratu mereka.
"Ini mirip adegan dalam drama klasik, tapi indah banget."
"Hm."
Ditengah kerlip cahaya dari kembang api dan pantulannya pada air sejernih cermin, sinar dari kunang-kunang itu menerangi wajah cantik Yongsun. Membuat Moonbyul lupa sejenak pada phobianya.
"Eonnie, yeppeo," ujar Moonbyul tanpa sadar.
"Eh?" Yongsun berbalik, menatap Moonbyul yang kini terlihat lebih dekat dari pada posisi sebelumnya. Tangan Moonbyul perlahan terulur ke pinggang gadis berwajah bulat, dan menekannya pelan untuk jatuh dalam rangkulan.
"Eonnie, aku sedang takut pada air di bawah kita. Beri aku pengalih rasa takut."
Yongsun jelas bingung, tapi ia menuruti insting dan makin mendekatkan diri pada Moonbyul. "Apa yang kau mau?"
"Ini," Kemudian bibir itu mendarat pada ranum milik gadis berwajah bulat. Membuatnya terdorong beberapa centi, tapi kembali tegak. Moonbyul menggerakkan bibirnya, mengecup lebih dalam gadis manis dalam pelukannya.
Yongsun merasa jantungnya sudah mulai berulah lagi, kakinya lemas seperti jelly. Sehingga ia menaikkan tangan, bersandar pada bahu Moonbyul. Moonbyul mengeratkan pelukan pada pinggang Yongsun, dan menaikkan intensitas ciuman mereka.
Ditemani kerlip kunang-kunang, dua insan itu memadu kasih. Saling memberikan kehangatan dan cinta yang mereka miliki. Mereka sama-sama tersenyum dalam ciuman itu.
Beberapa saat kemudian, Moonbyul melepasnya. "Manis," ujarnya diringi kekehan kecil.
"Tentu saja, kan aku habis makan gulali."
"Hng, ani. Bibirmu jauh lebih manis daripada gulali."
Ugh, lagi-lagi Yongsun deg-degan. Di bawah tatapan mendominasi adik kelasnya ini, Yongsun hanya bisa bersemu merah dan menunduk malu.
"U-udah mau sampai ujung danau, ayo ke bukit abis itu."
Moonbyul mengangguk, tahu bahwa Yongsun mati-matian menahan perasaan berdebar. Oh, sama. Ia juga begitu.
***
"Kak," panggil Moonbyul. Di tangannya sudah ada satu lampion besar berwarna putih tulang. Pada badannya ditulisi beberapa frasa doa, dengan harapan semoga setiap keinginan yang digantungkan pada lampion bisa menjadi kenyataan.
"Ah, ini kertas mu. Tinggal tulis punyamu, punyaku sudah selesai."
"Harapan kakak apa?" tanya Moonbyul. Bergerak bertukar antara lampion di tangannya dan kertas ditangan Yongsun.
"Ra. Ha. Si. A dong."
"Yahh, ayolah kak. Aku mau tahu," rengek gadis dingin itu. Untuk pertama kalinya, Yongsun mendapati kejadian seperti ini. Ia jadi tertawa, geli karena tingkah Moonbyul.
"Kau dulu yang beri tahu!"
"Tidak, kakak dulu!"
Saling melempar argumen terus hingga sang pembawa acara untuk menerbangkan lampion bersuara.
"Oke, seluruh pengunjung, pastikan kertas anda sudah tergantung dengan benar pada lampion terbangnya. Dalam hitungan ketiga kita akan terbangkan bersama."
"3"
"2"
"1"
"Semoga semua harapan terwujud!" sorak seluruh pengunjung. Begitupun Yongsun dan Moonbyul, sembari tangan mereka mengangkat tinggi lampion. Bersama-sama melepaskan lampion itu terbang untuk mengabulkan harapan mereka.
"Semoga Kim Yongsun menjadi pasangan hidupku."
Bibir Moonbyul tersenyum tulus, ia menggenggam kedua tangan Yongsun. Menatap kakak kelasnya ini dengan penuh cinta. "Itu harapanku tadi."
"B-byul," ujar Yongsun penuh emosi bahagia. Sebab ia pun berharap hal yang sama. Tolong biarkan Moobyulie menjadi setengah jiwaku.
"Ne, aku disini. Akan terus begitu hingga kau dan aku menua. Tunggu aku, aku akan meminangmu saat sudah lulus kuliah."
"Jadi, Kim Yongsun, mau tidak merubah nama depanmu menjadi Moon dan biarkan aku menjagamu hingga akhir waktu?"
Yongsun sudah terlalu berdebar, hingga ia tidak bisa mengatakan apapun. Kalimat Moonbyul tidak romantis sama sekali, tapi tatapan tulus itu membuat Yongsun jatuh lebih dalam kepada gadis dihadapannya.
"Nde."
Suara Yongsun teredam dekapan Moonbyul. Ia sudah berhambur masuk ke pelukan sosok yang lebih tinggi. Mengangguk-angguk dengan gestur malu-malu kucing.
"Saranghae," ucap Yongsun. Matanya bertatapan dengan Moonbyul. Moonbyul tersenyum teduh, lalu berujar, "nado saranghae."
Lalu langit malam penuh cahaya lampion adalah saksi dua insan itu kembali menunjukkan rasa cinta mereka.
Next!
KAMU SEDANG MEMBACA
"Bentuk Cinta" [MoonSun]
FanfictionPernah bertanya apa bentuk cinta? Mungkin hanya Moonbyul yang pernah memikirkan hal random seperti itu sejak pertama kali bertabrakan dengan kakak kelasnya. Manik bulat memancarkan warna cerah yang belum pernah Moonbyul lihat pada mata siapapun. Ora...