• 1 •

1.3K 155 12
                                    

Ramai. Itulah satu kata yang langsung muncul di pikiran Bian saat melihat sekitarnya. Mulai dari halaman sekolah hingga kamar mandi, semua tempat rasanya penuh diisi oleh murid baru ataupun para senior yang masuk sekolah hari itu.

Bian menghela napas. Dia mencari sahabatnya, Atsa, tapi bagaimana dia bisa menemukannya di tengah lautan manusia seperti ini?

Padahal beberapa menit lalu anak itu masih ada di sampingnya. Kenapa cepat sekali menghilangnya, Bian jadi bingung.

Masalahnya, Bian tidak mau masuk ke aula dan mendengar sambutan kata dari kepala sekolah kepada murid baru sendirian. Bisa-bisa dia mati kebosanan.

Bian merogoh kantong celananya, mengambil ponsel yang sudah beberapa kali bergetar. Itu adalah telepon dari Atsa. Cepat-cepat, Bian mengangkatnya.

"Yan, dimana?"

"Di depan ruang guru... kayaknya," jawab Bian ragu, pasalnya dia juga baru hari ini menginjakkan kaki di sekolah.

"Kok daritadi masih di situ aja? Aku udah di aula ini,"

"Uasu, kok aku ditinggal?"

"Lah tak kirain dirimu ngikut aku nyet, cepet kesini, udah tak booking-in kursi,"

"Otw,"

"Cepetan loh! Cepet! Udah banyak yang dateng ini,"

"Sabar anjing, aku jalan bukan terbang,"

"Hehe,"

Kesal, Bian mematikan telepon dari Atsa.

Bian berjalan agak tergesa, takut jika kursi yang sudah di booking Atsa diambil orang, membuatnya mencari kursi lain dan berakhir duduk sendirian.

Sayangnya, berjalan tergesa-gesa membuat Bian tidak terlalu memperhatikan sekitarnya. Akibatnya, Bian menabrak seseorang yang setelah Bian lihat ternyata adalah murid baru sama sepertinya.

"Heh kalo jalan pake mata!"

Bian melotot, "Jalan pake kaki lah, kalo jalan pake mata medeni,"

medeni : serem

Siswa yang tak sengaja di tabrak Bian balas melotot, "Heh, salah itu minta maaf, malah ngegas!"

"Ya aku mau minta maaf tapi situ nyolot, tak bales lah!"

Siswa itu mendengus pelan.

"Ya udah maaf, aku tadi gak sengaja," ujar Bian.

Siswa tadi mengangkat sebelah alisnya, merengut, "Niat minta maaf nggak?"

"Ya terus maumu apa?" tanya Bian kesal.

Siswa itu menyilangkan tangannya, "Panggil aku Yang Mulia,"

Bian membuka mulutnya lebar-lebar sebelum tertutup rapat sedetik setelahnya. Apa-apaan siswa di depannya ini, fantasinya sungguh luar biasa.

Walaupun begitu, Bian tetap akan melakukannya, toh kalau soal malu, siswa di depannya ini harusnya ikut malu. Sejak tadi mereka sudah diperhatikan siswa di sekitar mereka yang bahkan tidak Bian kenali.

Bian menghembuskan napas kasar, kemudian menyatukan tangannya.

"Baik Yang Mulia, tolong maafkan saya karena sudah menabrak anda,"

Siswa itu mengangguk, menyeringai puas.

Bian memutar bola matanya, mencebikkan bibirnya, dan mendengus kesal. Jika saja dia tidak sedang di tempat yang luar biasa ramai, dia pasti sudah mengumpat.

Reminiscence [Taegyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang