• 11 •

647 116 10
                                    

Bian sudah pulang sekolah. Untungnya, sepeda kesayangannya kini telah selesai diperbaiki, sehingga dia tidak perlu lagi panik mencari tebengan atau marah-marah karena aplikasi ojek onlinenya mendadak error.

Saat ini dia sedang asik menonton konten variety show idol kesayangannya, sambil rebahan di kasur empuknya dengan beberapa sampah plastik bekas makanan ringan di sampingnya.

Sedang seru-serunya menonton, ponsel Bian bergetar, ditambah dengan suara nada dering yang luar biasa kencang membuatnya mendengus kesal dan dengan ogah-ogahan menjeda video yang dia tonton sejenak.

Ternyata, itu adalah telepon dari Atsa. Dengan enggan, Bian menekan tombol hijau dan menggesernya, membalas panggilan Atsa.

"Apa?" jawab Bian ketus, dia masih kesal karena acara menontonnya diganggu.

"Keluar!" suruh Atsa.

Bian menyatukan alisnya, "Hah?"

"Aku di depan rumahmu, ayo cepet keluar," jelas Atsa.

"Lah?"

Cepat-cepat, Bian menyingkirkan selimut yang menutupi separuh badannya, kemudian dengan cepat pula dia berlari dari kamarnya menuju pintu depan.

Memang benar, ada Atsa yang sudah duduk santai di kursi depan rumah yang memang disediakan untuk bersantai. Bian makin menyatukan alisnya, merasa super heran kenapa Atsa tiba-tiba ada di depan rumahnya, padahal rumah Atsa bisa dibilang jauh dari rumahnya, siapa yang mengantarnya? Dan untuk apa dia kesini?

Bian benar-benar bingung.

"Ngapain kamu kesini?" tanya Bian penasaran saat dia memakai sandalnya dan mendekati Atsa.

"Pengen ke kafe depan kompleks," jawab Atsa.

"Lah terus ngapain kesini? Kan kafenya di depan?" tanya Bian.

Atsa mendengus, "Pinter dikit dong sayang, nek aku kesini yo berarti aku ngajak kamu,"

Bian yang sebenarnya masih bingung hanya mengangguk, "Hah? Oh.. Oh gitu... Jadi kamu ngajak aku?"

Atsa mengangguk mantap.

"Males, aku sibuk," tolak Bian mentah-mentah.

Atsa melotot, mendadak panik, "Halah sibuk ngebucin, ayo ta, ke kafe bareng aku,"

"Enggak aku nugas," bohong Bian.

Atsa mencibir, "Bian ngerjain tugas siang-siang? Pulang sekolah? Meledak bumi ini,"

Bian menghela napas panjang, bibirnya menurun, "Halaah, males loh,"

Atsa melebarkan matanya, "Kamu nggak kasian ta sama aku? Panas-panas, jauh-jauh kesini soale mau ngafe bareng, main bareng sama kamu, tapi kamu malah gak mau? Cih, gak ada hati, males ah ambek Bian,"

Sayangnya, Atsa sukses memukul titik kelemahan Bian. Bian akan sangat sedih dan merasa panik jika melihat sahabat satu-satunya itu marah kepadanya.

Dengan panik, Bian menggeleng, "Gak gitu, haduuh iya iya ayo ke kafe, tak ganti sek,"

Tanpa menunggu jawaban Atsa, Bian berbalik, kembali menuju kamarnya untuk berganti pakaian dan mengambil dompet serta ponselnya.

Sedangkan di depan rumah, Atsa tersenyum puas, dia mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada seseorang.

Tak lama, Bian kembali ke depan, kaos hitam polosnya sudah tertutupi hoodie, celana pendeknya juga sudah diganti dengan celana jeans hitam panjang. Rambutnya yang berantakan sudah disisir lumayan rapi.

Tanpa sadar, Atsa bertepuk tangan, "Cakep,"

Bian memiringkan kepalanya, alisnya diangkat sebalah, heran kenapa sahabatnya itu terlihat sangat senang. Padahal bukan sekali ini Atsa menganggunya karena ingin ke kafe depan kompleks yang bisa dibilang cukup aesthetic dan nyaman.

Reminiscence [Taegyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang