CHAPTER 1

733 85 9
                                    

Pusing mendera Karina sejak pagi hingga siang ketika jam istirahat. Semalam ia bahkan lupa pukul berapa dirinya bisa terlelap, lalu paginya ia melupakan sarapannya dan ini adalah hari Senin, ia harus berjemur ditengah lapangan untuk melaksanakan upacara, belum lagi setelah upacara usai, mapel pertama yang harus ia lalui adalah fisika.

Jadi ketika jam istirahat berbunyi Karina berjalan cepat menuju kantin, setidaknya ia harus minum air agar tidak dehidrasi.

Sialnya jarak antara kelasnya dengan kantin tak bisa dibilang dekat, itulah salahsatu alasan dirinya jarang ke kantin jika tidak benar-benar lapar.

Karina melangkah cepat menyusuri koridor ramai di jam istirahat ini. Ia benci suasana ramai. Namun bukan berarti itu membuatnya harus berjalan seperti orang yang dirundung. Ia hanya menekuk wajahnya karena merasa kepalanya seperti di tinju setiap detiknya juga tenggorokan keringnya yang seperti dilapisi pasir. Karina hanya tidak ingin membuang waktu.

Namun kekesalannya tiba-tiba memuncak saat kepala bagian belakangnya terasa di hantam sesuatu cukup kencang. Rambutnya yang tak ia kuncir bahkan bergerak menutupi wajahnya saking kuatnya benda itu menghantam belakang kepalanya.

Ia berbalik dan matanya langsung menatap nyalang ke cowok yang kini berjalan kearahnya. Kekesalan yang membuncah membuat Karina buta akan ekspresi cemas cowok itu padanya.

"Sorry, sorry.. Lo nggak papa, 'kan?" Tanya cowok itu saat sudah dua langkah didepan Karina.

Karina melirik kearah bola basket yang menggelinding menuju tembok setelah berhasil menghantam kepalanya. "Elo yang ngelempar itu ke gue?" Tanyanya sengit.

Cowok itu mengangguk tapi juga menggeleng. "Iya, gue yang ngelempar. Tapi sumpah gue nggak sengaja!"

Ingin rasanya menyembur cowok didepannya ini dengan rasa dongkol yang ia pendam. Tapi menyadari dirinya sudah hampir menjadi pusat perhatian membuat Karina menghembuskan nafas kasar.

"Lo nggak papa? Kok lo pucet banget?" Nada cowok itu terdengar sangat mencemaskannya—yang malah membuat Karina muak. Tanpa membalasnya Karina memilih melanjutkan tujuannya untuk ke kantin.

"Karina!"

Karina sedikit terkejut, dirinya belum melangkah sedikitpun dari posisinya dan cowok itu memanggilnya seolah ia tuli. Namun di benak Karina merasa aneh cowok itu menyebut namanya kelewat lantang disertai wajah cemas menuju panik.

"Lo mimisan!"

Seketika mata Karina membulat, ia meraba bawah lubang hidungnya dan sedikit terkejut ketika jari telunjuknya langsung berlumur cairan merah. "Fuck!" Ia mengadahkan kepalanya keatas. Tangan kirinya ia gunakan untuk menutupi lubang hidungnya sedangkan tangan kanannya meraba-raba saku rok. Umpatan lagi-lagi meluncur saat ia tak mendapati tisu yang biasa ia bawa.

"Pake ini aja,"

Cowok itu mengulurkan sapu tangan dan langsung disambut Karina. Ia bersihkan darah yang sudah menuruni pipinya menggunakan sapu tangan itu, lagi-lagi dibuat tak habis pikir banyaknya darah yang keluar kali ini.

"Ikut gue, lo seenggaknya harus dibawa ke UKS."

"Tsk!" Karina mencekal tangan cowok itu kasar. "Gue nggak papa!" Sergahnya.

"Tapi muka lo pucet banget itu!"

Karina memutar bola matanya, jengah. Melihat bagaimana cowok itu menatapnya, mendengarkan bagaimana cowok itu berbicara padanya membuat Karina muak. Ia seolah dianggap lemah, ini membangkitkan memori yang membuatnya ingin membakar ingatannya.

"Gue bisa sendiri." Tolak Karina dengan suara mirip chipmunk. Ia berjalan melewati cowok itu, membatalkan rencananya ke kantin dan memilih untuk ke UKS.

The Lonely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang