CHAPTER 7

231 52 24
                                    

"Oi! Yud!"

Seruan itu terdengar sumbang ditengah ramainya kantin. Beruntung sosok yang berseru dibarengi dengan mengangkat satu tangannya sehingga seseorang yang ia serukan namanya menyadarinya.

Dengan nampan berisi semangkuk bakso dan segelas es jeruk Yudhi dan Panji berjalan menuju bangku yang sedikit berada di sudut, dimana sudah ada Cio, Sobi dan juga Ajis.

Jam istirahat saat ulangan yang lebih cepat dari hari-hari biasanya membuat suasana kantin hari ini terasa lebih sesak dari biasanya. Murid-murid yang biasanya menghabiskan jam istirahat di luar kini hanya memiliki pilihan menghabiskan waktu istirahat di kantin sekolah, karena mereka tau, ketika bel tanda berakhirnya jam istirahat berbunyi, mereka baru melewati lapangan sekolah.

"Ngapa lo, Njul? Lagi PMS?" Tanya Sobi melihat raut Panji yang kusut.

Bukan Panji, tapi Yudhi yang menjawab dengan disertai sedikit kekehan geli. "Biasalah! Ketauan nyontek, kalo aja yang ngawas tadi Pak Harto, udah dipotong beneran dia tangannya."

Mendengar itu yang lain langsung tertawa.

"Nggak kapok juga lo ternyata, Njul?" Ucap Sobi disela tawanya. "Orang ulangan nggak usah dibikin ribet, ngapa?"

Sedangkan Panji menjadi satu-satunya yang tidak tertawa hanya menampilkan wajah mrengutnya. "Cepet mati buat temen yang tiba-tiba jadi budek waktu ulangan."

Tawa Yudhi seketika berhenti. "Njir! Serius lo dendam sama gue?"

Panji hanya mengacungkan jari tengahnya sebagai jawaban.

Hal itu kembali mengundang tawa Yudhi. Ia sudah kenal betul kepribadian Panji, cowok satu ini selalu menaruh ekspetasi tinggi terhadap nilai ulangannya yang sayangnya tidak didukung dengan kapasitas otak kecilnya. Sehingga menyontek bukan saja suatu yang dilakukan saat mepet, tapi sebuah keharusan untuknya.

"Abis ini ulangan apa? Eh, hari ini ada berapa jadwal ulangan?" Tanya Ajis yang sepertinya menyadari atmosfer tak mengenakan dan berinisiatif mengubah topik.

"Tiga: tinggal Bahasa Indo sama Agama." Jawab Cio.

Obrolan mereka terus berlanjut meski terjeda dengan acara makan mereka. Raut Panji juga sudah lebih enak dipandang ketimbang tadi. Tepat ketika Yudhi menghabiskan potongan terakhir baksonya, bel masuk berbunyi. Ia langsung memilih berdiri.

"Buru-buru amat, Yud? Santai aja kali, pengawasnya kan Pak Budi kang ngaret."

"Gue mau ke toilet dulu." Jawabnya langsung berdiri tanpa melihat raut bingung teman-temannya.

Ia percepat langkahnya karena merasa tak bisa lagi menahan sesuatu yang sangat ingin keluar dari kandung kemihnya. Ini menyerang terlalu tiba-tiba, tidak seperti biasanya. Tidak lucu jika sampai ada gosip seorang Yudhi Bagaskara si ketua tim basket kesayangan adek-adek kelas gemes ngompol di celana waktu ulangan.

Setelah selesai dengan urusannya selama kurang dari tiga puluh detik. Yudhi keluar dari toilet putra yang berada di koridor yang sama dengan ruang kelas yang ditempatinya sekarang. Masih ada beberapa murid yang berlalu-lalang dengan santainya padahal hampir semua kelas sudah dimasuki pengawas kecuali kelasnya—terbukti dari suara bising yang masih terdengar hingga ke ujung koridor.

"Tuh anak makin lama makin caper anjir, najis banget."

Suara yang terlalu keras untuk disebut bisikan itu terdengar dari dua orang siswi yang berjalan dua meter didepannya. Yudhi menaikkan alis, terkekeh tak habis pikir dalam hati sambil menggumamkan. "Wanita dengan segala ke-julidannya." Di kepala. Ia tau mereka berdua berada dikelas yang sama dengan dirinya sehingga Yudhi memilih tetap dibelakang mereka, hitung-hitung menguping.

The Lonely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang