CHAPTER 4

243 62 3
                                    

___________________________________

Menurutmu, bahagia itu yang bagaimana?
___________________________________

Makanan favorit Karina adalah semua makanan yang dimasak oleh asisten rumahnya. Ada dua orang asisten rumahnya yang bertanggungjawab dibagian dapur, pertama adalah Bik Yuli yang sudah bekerja dirumahnya lebih lama dari umur Karina, masakan wanita yang aslinya tinggal di Lampung itu tak pernah mengecewakan lidahnya, hampir seumur hidup Karina hanya memakan masakan Bik Yuli. Lalu yang kedua adalah keponakan Bik Yuli bernama Ayu yang berusia tiga puluh tahun, wanita itu hanya membantu Bik Yuli untuk bagian persediaan makanan dan bersih-bersih.

Namun seenak apapun masakan Bik Yuli, semantap apapun citarasanya. Karina tidak akan merasa nafsu untuk memakannya jika harus melakukannya ditengah-tengah ibu dan ayahnya ketika makan malam.

Rasanya bahkan tenggorokan Karina tercekik tiap kali ingin menelan sesendok nasi dengan lontaran berbagai pertanyaan juga teguran yang orang tuanya berikan.

"Besok kamu udah mulai ulangan, inget kata-kata ayah. Perbanyak belajar dan jangan lakuin hal yang sekiranya nggak bermanfaat."

Karina hanya menundukkan kepalanya sambil mengunyah dan menjawab pelan. "Iya, yah.."

"Jangan sampe nilai kamu ada yang turun kayak kemaren. Mau kamu nggak keterima PTN terus diolok-olok orang?"

Kali ini Karina tak memberi respon. Ia tau respon sekecil apapun yang ia berikan hanya akan memperumit caranya keluar dari situasi ini.

"Karina.." suara lembut ibunya membuatnya berani mengangkat kepalanya. Ia lihat ibunya yang duduk di seberangnya, menatapnya lembut dengan senyuman tipis. "Denger apa kata ayah?"

Karina balas tersenyum dan mengangguk. "Iya, Karina denger."

Senyumannya berganti menyedihkan saat ia kembali menundukkan kepalanya. Ia pejamkan matanya penuh rasa dongkol. Gemuruh di dadanya membuatnya sesak dan ia benar-benar ingin pergi dari sana secepatnya.

Ia pikir dirinya akan terbiasa selalu berada ditengah-tengah suasana yang menekannya seperti ini, namun bukannya menjadi kuat karena terbiasa. Ia justru menjadi batu karang yang mengalami erosi karena terus dihantam ombak.

Karina benci mengakui jika dirinya terlalu lemah. Ia hidup berkecukupan, jauh lebih layak dari orang-orang kebanyakan, namun kenapa ia masih terlalu banyak mengeluh hanya karena ia tidak bisa melakukan hal yang disukainya?

Sejak kecil Karina tidak pernah merasakan yang namanya kebebasan dan diizinkan melakukan hal yang disukainya.

Ia tadinya adalah sosok yang sangat pemarah pada orang tuanya. Hingga ayahnya memberikannya nasihat;

"Kamu lihat orang di luaran sana, mereka bisa makan dua kali sehari saja sudah bersyukur, mereka bisa hidup tanpa mati kelaparan saja tidak banyak mengeluh. Tapi kamu? Sudah hidup berkecukupan, makan tiga kali sehari, tidur ditempat nyaman, tugas cuma belajar, malah kebanyakan ngeluh dan nggak pernah bersyukur."

Sejak itu Karina menyalahkan dirinya atas apa yang ia alami yaitu jarang merasakan kebahagiaan. 'Bahagia adalah saat dimana kamu selalu mensyukuri apa yang kamu miliki..' mungkin itulah yang membuat kebahagiaan jarang menghampirinya. Bahwa ia tidak pernah bersyukur dengan keadaannya, hanya karena ia hidup di sangkar emas.

Kali ini Karina tak bisa menghabiskan makan malamnya. Ia meminta izin pada orang tuanya ke kamar dengan embel-embel belajar. Ayahnya hanya mengangguk dan ibunya sedikit memberikan senyuman lembutnya, senyuman yang membuat Karina merasa dikendalikan setiap kali ia ingin memberontak.

The Lonely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang