CHAPTER 13

185 50 6
                                    

Baca BAB ini pas lagi sendirian plus dengerin lagunya The Neighborhood yang judulnya Daddy Issues yaa..
.

Untuk yang kesekian kalinya dalam kurun waktu dua jam terakhir, Karina kembali memperhatikan pintu perpustakaan dari tempatnya berdiri sekarang.

Namun lagi-lagi, hanya desahan diiringi decakan kesal yang bisa ia lakukan karena apa yang ia harapkan dari hadirnya seseorang di ruangan senyap ini setelah dua jam lamanya menunggu—nihil sampai sekarang.

Kabar terakhir dari yang laki-laki itu kirimkan padanya sudah satu setengah jam yang lalu. Mengatakan jika dia akan sedikit terlambat. Beberapa kali Karina meyakinkan dirinya untuk bertahan menunggu laki-laki itu, namun ribuan kali pula otaknya terus mendorongnya untuk pulang. Ketidak pastian ini membuatnya kesal sekaligus bosan.

Sampai ketika ia telah sampai di lembar terakhir buku yang telah ia baca. Karina menghela nafasnya, untuk kali terakhir melihat kearah pintu perpustakaan lebih lama. Namun lagi-lagi nihil.

Karina benci ini. Keterlambatan laki-laki itu di pertemuan ke-empat mereka benar-benar membuat Karina berpikir jika kegiatan ini tidak ada dalam daftar prioritas laki-laki itu. Padahal dirinya sudah sebisa mungkin untuk menjadikannya sebagai salahsatu prioritasnya. Karena bagaimanapun, ini penting untuknya.

Memastikan agar kemampuan matematika Yudhi meningkat di akhir semester ini, sehingga dirinya tidak perlu memusingkan kekurangan nilainya mengenai norma sosial. Ia adalah seorang yang cukup individualis, ini karena prinsip yang telah ia tanam sejak kecil tentang bagaimana seorang yang gampang peduli dan percaya pada orang akan lebih mudah dimanfaatkan. Dan Karina, ia tak ingin ada diposisi keduanya—memanfaatkan ataupun dimanfaatkan—ia hanya ingin hidup untuk dirinya sendiri.

Dengan adanya kesepakatan antara dirinya dan Yudhi itu sangat membantunya, ia tidak perlu merubah prinsipnya.

Karina memasukkan buku-bukunya kedalam tas. Namun suara gema langkah kaki dari koridor membuatnya menahan diri. Beberapa detik setelahnya, seseorang yang ditunggunya akhirnya menampakkan batang hidungnya.

Karina kira dirinya akan menunjukkan ekspresi datarnya karena kesal terlalu lama menunggu. Namun ketika melihat laki-laki itu masuk dengan nafas memburu dan tubuh bermandikan keringat. Seketika membuat sesuatu dalam diri Karina terenyuh, berakhir dengan dirinya yang tidak menampilkan ekspresi datar seperti yang ia harapkan sebelumnya.

"Sori.." Yudhi mendekat sambil mengatur nafasnya. "Gue telat.."

Karina seharusnya memakinya. Melayangkan tatapan kekesalannya agar setidaknya dapat melampiaskan rasa kesal setelah harus menunggu selama lebih dari dua jam.

Namun pertanyaan aneh justru meluncur dari mulutnya.

"Pertandingannya bentar lagi, ya?"

Yudhi mengangguk. Dia mendudukkan diri di kursi depan Karina, meminum sebotol cairan ion dengan rakus. Jersey yang dia kenakan sudah seperti pakaian yang baru dicuci.

"Gue kira lo udah pulang.." ucap Yudhi setelah menghabiskan cairan ion itu dalam lima tegukan.

"Gue udah mau pulang tadi."

Dan benar saja. Yudhi langsung menampakkan raut bersalahnya padahal maksud Karina bukanlah itu.

"Sori.. lo jadi harus nunggu lama."

Karina tak tau harus menjawab apa selain mengangguk dan menghindari tatapan mata penuh rasa bersalah Yudhi.

"Jadi.. bisa langsung dimulai belajarnya?" Tanya Yudhi.

Karina sedikit terkejut. Dengan keadaan seperti ini, Yudhi tidak akan bisa fokus. Dan hanya akan berakhir percuma. "Gue udah males." Ucap Karina.

"Kenapa?"

The Lonely PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang