9. Akhir

118 7 0
                                    

•akhir dari sebuah cerita virtual.    .     .

Regantara
Navya
mau ngomong
serius

Perasaan Navya mulai tidak enak, ia merasa ada yang tidak biasa dari Regan, semenjak pacaran, mereka tidak pernah saling memanggil nama.

Navyaa
ehm iyaa

Regantara
gue mau kita putus, kita udahan aja ya? gue mau fokus sama sekolah, gue gabisa bagi waktu untuk belajar kalo trs gini.

Kan!

Sudah dibilang bukan? Feeling perempuan sangat jarang meleset, dari awal kata saja Navya sudah tau apa yang akan Regan ketik.

Regantara is calling. . .

Dengan berat hati, Navya mengangkatnya dan menahan isak tangisnya.

"Nav?" panggil Regan.

"Sebelumnya gue minta maaf, tapi gue terpaksa, gue harus putusin lo, maaf Nav."

Dengan cepat Navya mematikan sambungan telfonnya sepihak, ia tak sanggup lagi jika harus mendengar suara laki-laki itu.

"Lo jahat Reg!"

***

Navya seharian ini hanyalah merebahkan dirinya di atas kasur dan menyalakan musik yang sesuai dengan keadaannya.

"Kak. .  . gue kangen," padahal belum ada sehari mereka putus, Navya sudah merasa sangat merindukan suara laki-laki itu lagi.

"Dunia gak adil banget buat gue, gue cuma mau bahagia, kenapa kebahagiaan gue harus di ambil juga? Gue gak siap." tangisan Navya kembali pecah mengisi seluruh ruangan itu.

Dengan mata yang masi dipenuhi buliran air mata, ia berdiri dan mengambil benda berwarna merah yang sama seperti beberapa waktu lalu, kemudian berjalan menuju pojok kamarnya.

"Bahkan sakitnya gak sebanding sama semuanya." teriak Navya. Kebetulan Navya memang sedang sendiri dirumah itu, bahkan hampir setiap hari ia selalu sendirian.

"Bangsat!"

Selanjutnya ia memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan badannya.

***

Fara
wah gila si
lo ituin tangan lo?

Nanda
serius Nav? lo jangan nekat deh

Alda
bodoh gausa stres
makanya gausa pacaran
apa ku bilang? virtual mu bakal gagal!

Navya hanya membaca semua pesan itu tanpa berniat membalasnya, mood nya untuk berbicara saja rasanya tak ada, benar benar kehilangan nafsu untuk hidup.

Disaat seperti ini ia benar-benar tidak tau harus bagaimana, mau menangis hingga mengeluarkan darah pun tak akan ada yang perduli. Ia hanya butuh support system, bukan nasehat tak berguna.

***

engga... 
ini emang akhir dari virtual, tapi bukan akhir dari hidup.  .  .

ini bukan ending cerita fiksi nya, cuma akhir dari kisah nyata nya. . .

Virtual [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang