5. Tertinggal

8 0 0
                                    

Tertinggal

__________

[Saya antar pulang, yah?]

[Gak usah] Balasku cepat. Bukannya apa-apa. Aku punya rencana lain. Setelahnya aku hanya melihat orang jogging. Seraya membuka messengger.

[Saya sudah di lapangan.]

Tidak lama kemudian Bima sang Asisten. Maksudnya dia terpaksa jadi Asistenku. Kalau tidak rahasianya akan terbongkar. Rahasia yang tidak sengaja kuketahui.

"Kusut banget sih mukanya." Kataku sembari tersenyum melihat raut wajahnya yang bad mod karena harus datang menjemputku.

"Sepertinya kamu ngerjain saya. Padahal saya punya motor kenapa harus dijemput pake jalan kaki sih." Nah, benar dugaanku mod nya tidak bagus.

Aku berdiri." Gendong," rengekku. Dia terlihat panik dan menatap sekeliling. "Astaga, Kak. Kecilin suaranya." Dia mengingatkan karena di sini rame.

"Gendong!" Malah aku semakin menambah volume suara.

"Peri!" Wajahnya memerah. Sepertinya dia beneran mendongkol kalau sudah tidak pake embel embel Kak, Tuan Putri, Bos dan nama panggilan lainnya. Yang aku buat senidiri.

"Sejak kapan anak buah lebih galak dari Bosnya?" Aku mendongak dan menatapnya tajam.

"Saya salah," ucapnya. Setelahnya aku berjalan mendahuluinya. Dia pun mengekor di belakang seperti bodyguard. Kita melewati jalan tikus menuju jalan raya biar cepat gitu.

Tidak butuh waktu lama kita sudah berada di jalan raya melalui lorong lorong kecil, pagar Kampus sengaja ada jalur semacam pintu kecil yang hanya bisa dilewati satu manusia. Kalau mau keluar bersamaan dua orang tidak akan muat.

Aku melihat kendaraan sangat padat. Benar-benar paling malas pulang kalau seperti ini. Heran saja kenapa sebagian orang Kota kalau bawa kendaraan egois sekali, tidak mau mengalah. Emang jalan raya punya mereka sendiri?

Aku beserta Bima dan beberapa pejalan kaki lain berdiri di pinggir jalan. Sembari menunggu kendaraan lenggang.

Dirasa sudah lenggang aku menunggu Bima menggandeng atau apalah, untuk membawaku menyebrang jalan. Namun, apa yang terjadi pemirsah? Aku tidak merasa digandeng, mataku malah melihat Bima di depan sembari menggandeng Emak-Emak. Astaga anak itu. Aku masih tidak percaya kalau ditinggal sama si brengsek itu. Dengan penuh emosi aku melangkahkan kaki, tapi belum cukup tiga langkah aku kembali mundur mendengar suara klakson yang hampir membuat gendang telinga pecah.

Bima tiba-tiba berbalik, dan ya dia sudah sampai di seberang sana. Dia baru sadar sepertinya kalau aku masih tertinggal. Dia berdiri sambil menatapku. Ingin kurasa melempar batang lehernya dengan batu bata yang kebetulan ada di sepan pagar.

Cukup lama aku berdiri dengan rasa kesal akhirnya bisa menyebrang padahal, sengaja tadi seolah-olah tidak bisa menyebrang biar digandeng gitu. Eh, tahu-tahunya Bima lebih memilih menggandeng Emak-Emak. Akhirnya aku menyebrang mandiri.

"Bos! Kenapa kamu tertinggal." Pasti sok khawatir. Bima menyetuh pundakku, beralih ke tangan.

"Gak ada yang lecet, kan?"

Aku semakin kesal dengan tingkahnya. Lalu berjalan mendahuluinya tanpa menjawab.

"Bos salah lorong! Kos kamu di lorong sebelah." Aku yang mendengar itu langsung putar arah dan berjalan tanpa memedulikannya.

Tertanda
_____________
Peri Tiga Detik

Salam Manis 🍯

20 Juni 2020

Jadi ini, buatnya pas lagi mod doang sih. Mengenai konflik mungkin nanti dipikirkan. Soalnya bangak banget cerita yang udah aku up, tapi gak tamat-tamat. Butuh penyemangat kalik😂

Siap, BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang