13. Hiburan

9 0 0
                                    

Setelah semua rencana comblangin Niar dan Alpha, sepertinya kabar bahagia akan muncul.

Sudah tiga hari mengurung diri di kamar karena memang semester sekarang itu matakuliah sudah menipis. Jadi kuliahnya hanya tiga hari.

Bosan juga di kamar terus, sebenarnya mereka Niar sudah berkali-kali menelepon mengajak keluar, tetapi kutolak. Lagi ingin merenung, menyendiri. Karena memang ada kalanya kita menginginkan kesendirian, malas dengan keramaian. Wifi kencang, charger hp full, tak lupa Ac dinyalakan. Sungguh surga bagi kaum rebahan.

Tapi rasanya bosan juga. Sepertinya aku butuh hiburan. Segera kucari nama seseorang di ponsel.

Sambungan terhubung.

"Lagi ngapain?" Kataku saat panggilanku terjawab.

"Sibuk enggak?"

"Oke bagus. Lima menit sudah di depan kamarku."

Ya, Bima menolak, tetapi seharusnya dia tahu aku tidak suka penolakan. Anggaplah aku egois. Lagian,kan dia enggak sibuk. Tadi juga katanya sedang main game.

Lima menit telah berlalu, tetapi kemunculan Bima belum menunjukan tanda-tanda.

Ponsel berdering. Langsung kuangkat.

"Oke."

Ternyata Bima sudah di depan kamar.

Setelahnya aku langsung membuka pintu. Menampilkan wajah kesal Bima. Yah, wajah kesalnya merupakan hal yang kusukai.

"Astaga. Ini kamar perempuan?"

Tak kugubris ucapannya. Aku memilih menuju sprimbet untuk merebahkan diri.

"Ih apa-apaan terang banget."

Aku menatap Bima kesal yang membuka jendela.

"Biarin udara segar masuk." Jawabnya santai.

Bima sedang fokus memunguti buku-buku yang berserahkan di lantai. Ya, hasil kegabutanku kemarin membaca semua buku yang ada di rak masing-masing satu halaman. Karena malas menyusun kubiarkan saja.

"Jorok sekali." Suara Bima kembali memecah keheningan. Aku tak menggubris.

"Astga!" Pekik Bima. Membuat fokusku terarah ke padanya.Ternyata pembalut. Mungkin tercecer.

"Harusnya hal seperti ini kamu sembunyiin di lemari." Ia kembali mengomel.

"Sudah kok, tetapi gak tahu kenapa yang satu itu enggak masuk lemari." Ucapku menjelaskan. Sebenarnya agak malu sih. Perasaan semua yang sudah kubeli kumasukkan ke dalam kotak khusus untuk keperluan seperti itu.

Kembali Bima memungut sampah kering bekas cemilan lalu memasukkannya ke tong sampah. Selanjutnya seluruh pakaian yang berhamburan di lantai. Sungguh sangat bertalenta dalam membersihkan. Sekarang Ia menyapu  di setiap sela-sela. Mungkin cara menyapu Bima lebih bersih dariku.

Sekarang Bima sedang menyusun segala perlengkapan skincare, bodycare. Ia terlihat menggelengkan kepala. "Skincaremu merek mahal, tetapi kamu kok biasa saja sih, tetap jelek."

Astaga enteng sekali dia mengatakan itu.

"Apa kamu bilang?" Aku sudah berdiri dan berjalan ke arahnya. Hanya beberapa langkah.

"Awk!" Aku mencubit lengannya tanpa ampun.

"Kalau tangan saya sakit. Semua tugas kuliah saya kamu yang kerjain." Ucapannya membuatku berhenti mencubitnya sembari memanyunkan bibir. Ia malah tersenyum.

"Saya selama ini jadi Asisten enggak digaji."

"Maunya berapa?" Tanyaku.

"Engak butuh duit."

"Apaa?"

"Saya punya permintaan."

"Apa?"

"Mau mencubit pipi kamu."

"Ya--"

"Awwwww, sa--kit."

Belum sempat menolak tangan Bima sudah mengapit pipi kananku.

"Belum mandi, yah?" Tanyanya. Refleks aku mencium ketiak. Perasaan udah mandi kok tadi pagi.

"Wangi kok. Saya habis mandi tadi pagi." Ujarku memberi pembelaan. Bima mendekatkan kepalanya, Ia agak menunduk,refleks aku menjauhkan diri.

"Kapan terakhir kali keramas?"

Aku diam. Kapan, yah terkahir. Seminggu lalu kah?

***

Aku duduk manis tepat di depan pintu kamar mandi, sementara Bima di dalam yah. Dia sedang menjadi tukang keramas rambut. Enak juga, yah. Kurasakan gerakan tangannya yang perlahan memijat kepala rasanya ingin tidur.

"Jangan tidur, enggak saya bilas nih!" Ucapan Bima sontak membuat mataku terbuka lebar. Memang jika kepalaku dipegang terlebih jika diusap, otomatis mata ingin terpejam.

Setelahnya Bima membilas rambutku lalu membungkusnya menggunakan handuk. Astaga berasa punya perawat.

Setelahnya aku berbaring sembari menanti Bima yang sedang mengupas Apel hijau. Memang stok Apel hijau lumayan banyak di kulkas.

"Nih." Bima menyodorkan piring berisi Apel yang telah dikupas beserta garpu.

Beberapa saat kami hanya saling bersitatap. Sepertinya dia kurang peka. Akhirnya aku langsung menganga sembari memberi intruksi lewat mata. Ia menggeleng.

"Dasar manja." Aku tak menggubris

Akhirnya acara suap-suapan terjad. Aku memeprbaiki posisi dengan mengambil bantal memposisikannya di kepala sprimbet biar lebih enak bersandarnya.

"Jangan tidur." Bima menegur dengan segera aku membuka mata, sembari kembali mengunyah. Apakah sebelumnya aku tertidur?


Tertanda
______
Peri Tiga Detik

Salam manis🍯

23 Desember 2021

Siap, BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang