🅿🅴🅼🅱🅴🆁🅸🆃🅰🅷🆄🅰🅽
Cerita ini sedang diikutsertakan dalam 50 Day's Writing Marathon yang diselenggarakan oleh Wal_Community dan sinarpenaamala . So, mohon dukungannya selama 50 hari ke depan(*≧∀≦*)
***
"Selama gue hidup makhluk yang paling banyak buat gue mikir sebelum ngomong itu cuma cewek. Salah ngomong dikit aja pasti makhluk yang disebut cewek itu kebawa perasaan dan berakhir ngatain 'semua cowok tuh sama aja' padahal, kan kita beda. Beda Emak Bapak maksudnya." - Arzan Ravindra■
■
■♡⃝ Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆
Pagi ini masih sama seperti hari-hari biasa. Masih dengan motor vespa dan helm retro pemberian dari Pakde. Setiap hari rutinitas paginya pun sama, mengantar sang adik untuk belajar di sekolah menengah pertama yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
"Belajar yang rajin. Kalau udah pulang langsung pulang jangan main ke warnet," nasihat seorang laki-laki berseragam putih abu-abu pada adiknya.
Arzan Ravindra, seorang pelajar SMA kelas sebelas yang merasa memiliki tanggung jawab penuh pada adiknya yang masih duduk di bangku SMP. Setiap hari Arzan selalu mengantar sang adik meskipun nanti ia harus berbalik arah untuk sampai ke SMA tempatnya bersekolah.
"Iya," balas Rafa singkat.
Berbeda dengan Arzan yang selalu menampilkan senyum ramahnya, remaja berseragam putih-biru bernama lengkap Rafardhan Kavindra itu justru nampak cuek. Rafa hanya dapat tertawa dan terbuka pada teman-temannya saja. Terhadap Arzan yang notabene Kakaknya sendiri Rafa selalu memilih bersikap acuh tak acuh.
Arzan bersiap menjalankan motornya."Ya udah Kakak duluan. Kamu langsung masuk kelas sana," ujarnya.
Rafa mengangguk setelahnya ia menatap punggung Arzan yang bergerak menjauh. Ia terdiam cukup lama kemudian membuang napasnya kasar. Tak ingin berlama-lama berdiri di gerbang sekolah Rafa pun memutuskan untuk masuk ke kelasnya.
□■□■□
Arzan menatap jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya. Masih ada waktu sepuluh menit sebelum bel berbunyi. Tidak ingin membuang waktu di parkiran, laki-laki yang selalu terlihat rapi itu segera melangkahkan kakinya menuju kelas.
Baru lima langkah Arzan melangkah, tetapi niatnya untuk kembali berjalan langsung ia urungkan saat pendengarannya menangkap suara seseorang yang tidak asing. Arzan menoleh menatap ke arah gerbang masuk SMA Pelita Bangsa. Benar sesuai dugaan. Di sana ia menemukan Ayra, sahabatnya sedang mengobrol dengan seseorang.
Arzan tidak terlalu paham dengan lawan bicara Ayra saat ini karena ia hanya dapat melihat punggung orang itu. Ia tidak ingin mengurusi urusan orang lain. Oleh sebab itu, Arzan memlih untuk kembali melangkah ke kelas. Jika nanti rasa penasarannya kambuh, maka ia akan menanyakannya langsung pada Ayra.
Untuk yang kedua kalinya Arzan menghentikan langkah kakinya saat suara Ayra berhasil masuk ke indra pendengarannya lagi. Namun, kali ini ia tidak menoleh dan tetap memilih diam di tempat. Ia membuang napasnya kasar. Satu hal yang sedang Arzan rasakan saat ini, malu. Bagaimana tidak malu jika Ayra berteriak kencang sambil meneriakkan namanya? Oh, ralat bukan namanya karena Ayra berteriak menyerukan kata 'Tarzan' bukan Arzan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always There For You (Sudah Terbit)
Teen FictionHidup sebagai yatim piatu bukanlah keinginan seorang Arzan Ravindra. Di umur tiga belasnya ia dan sang adik harus ikhlas kehilangan orang tuanya karena sebuah kecelakaan mobil. Arzan dan Rafardhan, adiknya akhirnya diasuh oleh Kakak dari Ibu mereka...