Sebesar apapun kesalahan seseorang akan lebih baik jika kita memaafkan sebelum orang itu meminta maaf. — Always There For You
■
■
■♡⃝ Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆
"A-apa maksud lo, Ar?" tanya Arya, masih bingung dengan apa yang Arzan katakan.
"Lo masih nggak paham, Ay?" sarkas Arzan membuat Ayra menggeleng lemah.
Arzan membuang napasnya kasar. "Maaf. Maaf gue udah jatuh cinta sama lo. Gue nggak tau rasa ini ada sejak kapan yang jelas gue nggak pernah bisa ngungkapin langsung sama lo. Tiap kali gue ada keinginan buat bilang sama lo gue selalu takut ... takut lo bakal ngejauhin gue dan hubungan persahabatan kita hancur."
Kini luruh sudah air mata Ayra. Jadi selama ini ia sudah menyakiti Arzan? Ia merutuki dirinya yang tidak pernah peka dengan perasaan sahabatnya itu. Akan tetapi, ia juga merutuki Arzan yang hanya diam saja saat laki-laki itu memiliki perasaan lebih padanya. Lantas jika sudah seperti ini apa yang harus Ayra lakukan? Memutuskan Gandy dan memilih Arzan? Ah, itu tidak mungkin! Ayra sudah terlanjur sayang pada Gandy.
"Kenapa lo nggak bilang dari dulu, Ar? Gue ... gue juga pernah suka sama lo, tapi gue selalu mikir kalau lo suka sama gue itu hal yang mustahil karena gue pikir lo cuma nganggep gue sebagai sahabat. Oleh karena itu, gue mulai berusaha menyukai cowok lain dan gue kira itu keputusan yang tepat, Ar." Ayra menunduk tak sanggup lagi bersitatap dengan Arzan. "Maaf kalau gue udah nyakitin lo," lanjutnya pelan.
"L-lo mau gue putusin Gandy biar persahabatan kita kembali lagi kaya dulu?" tanya Ayra tanpa berpikir panjang.
Arzan menggeleng pelan lalu berkata, "Nggak perlu. Kalau dia emang udah jadi pilihan lo, gue nggak bisa berbuat banyak, Ay. Cinta itu nggak bisa dipaksakan, tapi soal persahabatan kita kasih gue waktu buat hilangin perasaan ini. Gue nggak mau terjebak friendzone, di mana gue harus terus menerus menyukai lo sedangkan lo aja udah jadi milik orang lain."
"Maaf, Ar," cicit Ayra.
"Nggak papa. Lo tenang aja gue bakal coba hilangin perasaan ini dan maaf karena gue udah lancang jatuh cinta sama lo." Arzan menatap Ayra kemudian mengembangkan senyumnya. "Untuk lo yang dulu juga pernah jatuh cinta sama gue ... makasih karena udah jatuh cinta sama orang kaya gue walaupun itu hanya sesaat."
"Ar—"
"Gue duluan, Ay." Arzan berlalu dari hadapan Ayra. Tanpa berniat mendengar apa yang akan gadis itu ucapkan lagi.
Sekarang masalahnya sedikit demi sedikit berkurang. Rasanya lega setelah mengungkapkan semuanya pada Ayra walaupun terlambat. Akan tetapi, Arzan pikir lebih baik seperti ini. Ia akan berusaha melupakan Ayra. Meskipun itu tidak mudah. Namun, akan tetap Arzan coba. Seperti sebuah lagu yang berjudul 'asal kau bahagia'. Ya, Arzan akan bahagia jika bisa melihat Ayra bahagia sebab dari dulu hingga sekarang kebahagiaan Ayra adalah kebahagiaan Arzan juga.
□■□■□
Pukul lima sore Arzan sampai di rumah. Dengan senyum mengembang ia memasuki rumah sembari menenteng kantong plastik berisi martabak manis. Hari ini ia merasa lega atas semua masalah yang perlahan mulai terselesaikan. Ia berhasil mengungkapkan semuanya pada Ayra dan uang ganti rugi juga sudah ia bayarkan pada ibunya Erza atas bantuan Pak Somad.
"Rafa ...," panggil Arzan pada Rafa setelah membuka kamar anak itu.
Arzan melangkah masuk ke kamar Rafa. Mengamati anak itu yang hanya berdiri membelakanginya. Arzan mendekat pada Rafa lalu terkejut saat melihat jari telunjuk anak itu berdarah. Martabak yang tadi dipegangnya langsung Arzan taruh di meja. Tanpa basa-basi ia memegang jari telunjuk Rafa kemudian memeriksanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always There For You (Sudah Terbit)
Teen FictionHidup sebagai yatim piatu bukanlah keinginan seorang Arzan Ravindra. Di umur tiga belasnya ia dan sang adik harus ikhlas kehilangan orang tuanya karena sebuah kecelakaan mobil. Arzan dan Rafardhan, adiknya akhirnya diasuh oleh Kakak dari Ibu mereka...