BAB 4

42 13 21
                                    

"Gue tau lo suka sama dia, tapi kenapa gue merasa nggak rela lihat lo senyum buat dia?"— Arzan Ravindra



♡⃝Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆

Setelah membantu Pak Hadi membawa buku tugas Bahasa Inggris anak-anak kelas XI-IPA 2 ke ruang guru Arzan segera melangkah cepat ke kantin. Dengan terburu-buru ia menyusuri lorong koridor hingga pada akhirnya sampailah ia di tempat yang ramai kala jam istirahat berlangsung itu.

Baru beberapa langkah Arzan memasuki kantin fokusnya langsung tertuju pada dua orang yang saat ini tengah menjadi pusat perhatian. Matanya meneliti penampilan Ayra dari atas sampai bawah. Tanpa perlu ditebak lagi sudah jelas gadis itu seragam atasnya ketumpahan es teh milik Gandy, anak Pak Kepala Sekolah. Sudah Arzan duga, Ayra itu jika tidak ada dirinya pasti akan berbuat ceroboh seperti ini.

Baru saja Arzan hendak menghampiri Ayra. Namun, langkahnya seketika terhenti dengan mata yang melotot tak percaya saat melihat Gandy melepas jaket hitamnya dan menyampirkan di bahu depan Ayra dengan tujuan menutupi dada gadis itu yang tercetak akibat ketumpahan es teh tadi.

Samar-samar dapat Arzan dengar jika Gandy mengucapkan kata 'sorry' berulang kali.

"Sorry, sorry. Gue nggak sengaja," ujar Gandy merasa bersalah.

Ayra menunduk. Jujur kali ini Ayra malunya double. Pertama malu karena menjadi pusat perhatian lalu yang kedua malu karena harus bertatapan langsung dengan salah satu cowok famous seperti Gandy. "I-iya nggak papa. Makasih jaketnya. Gue pinjem dulu nanti gue kembaliin," katanya sedikit terbata.

Gandy memperhatikan Ayra yang lebih pendek darinya. Pikirnya cantik juga gadis di depannya ini.

"Sama-sama. Nggak usah dikembaliin juga nggak papa jaket gue masih banyak di rumah." Gandy tertawa kecil membuat beberapa perempuan berteriak histeris. Wajah tampan yang dimilikinya membuat Gandy menjadi salah satu jajaran cowok famous di SMA Pelita Bangsa.

"Ya udah kalau gitu gue—"

"Nama lo siapa?" tanya Gandy dengan tatapan yang berhasil membuat Ayra panas dingin di tempat.

Sementara dari arah pintu masuk kantin, Arzan mengepalkan kedua tangannya. Tatapannya lurus menatap Ayra dan Gandy. Bak orang terbakar Arzan merasakan panas dihatinya. Bohong jika ia biasa saja saat melihat Ayra tersenyum malu-malu pada Gandy seperti itu sebab yang terjadi sebenarnya Arzan merasakan cemburu.

Ayra dulu pernah bercerita padanya jika dia mengagumi Gandy karena wajah tampan dan kepandaian laki-laki itu dalam bermain basket. Dulu Arzan biasa saja menanggapinya dan tidak terlalu menggubris. Namun, sekarang rasanya ia tidak terima saat gadis itu berdekatan dengan Gandy.

"Gue tau lo suka sama dia, tapi kenapa gue merasa nggak rela lihat lo senyum buat dia?" gumam Arzan sembari melangkahkan kaki keluar dari kantin. Tidak ada gunanya lagi ia berada di sana.

Kembali menyusuri lorong koridor Arzan menunduk menatap sepatunya yang sudah usang dan berlubang di beberapa bagian. Ia tersenyum getir. "Kayanya gue harus ganti sepatu," ujarnya.

□■□■□

Rafa memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas. Setelahnya ia melihat ke arah jam dinding yang terletak di tembok bagian belakang. Sial! Ternyata sudah pukul tiga sore. Semua temannya sudah pulang dan tinggal ia seorang yang masih berada di sekolah.

"Kenapa mereka nggak bangunin aku?" gumam Rafa seraya berlari cepat ke gerbang depan. Beruntung Pak Tono, satpam yang berjaga di sana belum menutup gerbang tinggi itu.

Always There For You (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang