♡⃝ Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆
Rafa terisak pelan. Ia masih menunduk dan tak berani menatap sang Kakak.
Bude Tira menghela napas. "Bude harap kalian bisa akur kaya dulu lagi. Sesama saudara seharusnya tidak boleh membenci satu sama lain. Kalian harus selalu bersama dan saling mendukung dalam kondisi apapun."
"Rafa kamu tau? Beberapa tahun lalu saat kejadian kecelakaan itu bertepatan dengan hari ulang tahun Arzan dan kamu pasti paham bukan apa yang Arzan inginkan saat di hari ulang tahunnya? Arzan hanya ingin tepat ketika pukul dua belas malam, di mana dia bertambah usia orang tuanya ada di sampingnya. Oleh sebab itu, Arzan beberapa kali menelpon Bunda kalian. Namun, tanpa diduga mobil yang mereka naiki remnya blong sehingga kecelakaan itu terjadi."
Rafa masih terisak. Walaupun begitu ia tetap menyimak setiap kata demi kata yang Bude Tira ucapkan. Ia sadar selama ini egois. Ia juga sadar jika ia memang selalu membuat sang Kakak kesusahan. Namun, alih-alih bersikap baik Rafa justru bersikap tidak acuh pada Arzan.
"Benar apa yang Bude kalian bilang. Waktu itu mereka hendak pulang setelah menyelesaikan urusan bisnis di Bandung. Tepat ketika hujan deras dan mendekati tengah malam mereka menuju rumah, tapi nyatanya kecelakaan itu tiba-tiba saja terjadi," sambung Pakde Bima setelah mendengarkan percakapan mereka.
"Rafa," lirih Arzan. Ia melirik pada adiknya yang masih tertunduk.
"Intinya Pakde sama Bude hanya mau kamu balik lagi kaya Rafa yang dulu kami kenal. Rafa yang ceria, Rafa yang murah senyum, dan Rafa yang suka berbagi cerita. Jangan jadi Rafa yang seperti sekarang. Ayah sama Bunda kamu pasti juga sedih lihat kamu yang berubah dingin dan nggak peduli sama Kakakmu sendiri kaya gini," kata Bude Tira memgimbuhkan.
Alih-alih meminta maaf atas semua sikapnya selama ini pada Arzan, Rafa malah berlari menuju kamarnya. Ia menangis. Ia merasa disudutkan. Rafa juga ingin kembali lagi menjadi dirinya yang dulu. Menjadi sosok yang seperti Bude Tira katakan tadi. Namun, apakah ia bisa? Apakah ia bisa memperbaiki semuanya?
"Ayah, Bunda ...," lirih Rafa. Ia memerosotkan tubuhnya di balik pintu setelah menutupnya rapat. "Rafa harus gimana?"
□■□■□
Seminggu ini Arzan selalu pulang terlambat. Selain bekerja di tempat pencucian motor Pak Somad, Arzan juga menjadi tukang parkir di depan sebuah pusat perbelanjaan kota. Uang yang dikumpulkan memang belum mencapai setengah dari jumlah yang diminta ibunya Erza. Akan tetapi, setidaknya Arzan sudah ada usaha untuk mengumpulkannya.
Arzan tidak akan pernah membiarkan Rafa dikeluarkan dari sekolah hanya karena tudingan perusakan laptop. Ia tahu anak itu hanya terlalu baik hingga saking baiknya sampai rela terkena masalah demi melindungi sahabatnya.
"Alhamdulillah masih bisa ngerasain capek, " gumam Arzan sambil menghitung beberapa lembar uang dua ribu dan lima ribu-an hasil menjadi tukang parkir malam ini.
Sebenarnya dua pekerjaan yang dilakukan Arzan ini berhasil menguras habis tenaganya. Namun, seakan tidak kenal lelah Arzan terus saja memaksakan tubuhnya agar tetap bisa melakukan dua pekerjaan itu. Gigih dan pekerja keras ... itulah Arzan.
"Arzan?" Seseorang memanggil Arzan membuat laki-laki itu mau tidak mau menoleh.
"P-pak Somad? Kok Bapak di sini?" tanya Arzan sedikit terkejut.
"Seharusnya saya yang nanya kenapa kamu ada di sini Arzan? Harusnya sekarang kamu sudah istirahat di rumah." Pak Somad meneliti penampilan Arzan dari atas sampai bawah. "Kamu kerja jadi tukang parkir di sini?" lanjutnya bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always There For You (Sudah Terbit)
Ficção AdolescenteHidup sebagai yatim piatu bukanlah keinginan seorang Arzan Ravindra. Di umur tiga belasnya ia dan sang adik harus ikhlas kehilangan orang tuanya karena sebuah kecelakaan mobil. Arzan dan Rafardhan, adiknya akhirnya diasuh oleh Kakak dari Ibu mereka...