"Di dunia ini nggak ada yang abadi. Semuanya pasti akan mati satu persatu hanya saja kita nggak tahu kapan waktunya. Entah kita yang akan kehilangan atau orang lain yang kehilangan kita." — Rafardhan Kavindra
■
■
■♡⃝ Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆
Setelah pulang kerja Arzan mampir ke toko sepatu yang dulu sering menjadi langganan Bundanya. Mengingat sepatunya yang sudah usang dan tidak layak pakai Arzan pun memutuskan untuk membeli saja yang baru. Tak lupa juga ia membeli untuk Rafa.
Tidak perlu bertanya Arzan sudah hafal dengan ukuran sepatu Rafa. Sering kali ia berusaha mengetahui segala hal tentang adiknya. Hal sekecil apa pun yang berkaitan dengan Rafa, Arzan harus tahu sebab jika bukan ia yang mengerti adiknya, maka siapa lagi? Sekarang Rafa adalah tanggung jawabnya. Ayah dan Bunda sudah tidak ada, itu berarti Arzan yang merupakan anak pertama harus bisa menjaga dan melindungi Rafa sampai anak itu tumbuh dewasa.
"Makasih, Mbak," kata Arzan setelah membayar dua pasang sepatu yang dibelinya. Ia berharap Rafa akan menyukai sepatu pemberiannya ini.
Arzan bersenandung kecil lalu berjalan ke arah motornya. Sejenak ia menatap langit yang kini dipenuhi oleh awan hitam. Dapat dipastikan hujan sebentar lagi akan turun. Tidak ingin terguyur hujan Arzan segera bergegas meninggalkan area toko sepatu tersebut.
□■□■□
Sebentar lagi. Hanya tinggal belok kanan di pertigaan Arzan akan sampai rumah. Namun, sepertinya Arzan kalah cepat dengan hujan. Terbukti rintik air itu tanpa basa-basi langsung mengguyur daerah sekitar tempat tinggalnya. Padahal hanya sedikit lagi Arzan sampai rumah dalam keadaan kering, tapi ternyata hujan ingin menyapanya terlebih dulu.
Sesampainya di rumah Arzan segera melepas helm yang melindungi kepalanya. Ia mengambil kantong kresek warna hitam yang berisi kotak sepatu Rafa dan miliknya. Beruntung ada kantong kreseknya jadi air hujan tidak mampu menembus dan membasahi sepatu barunya.
"Assalamu'alaikum." Kening Arzan mengernyit saat ia tidak mendapat balasan salam dari orang rumah.
Sunyi. Hanya terdengar suara gemericik air hujan di luar rumah. Arzan melangkah ke dapur dengan harapan menemukan Pakde Bima ataupun Bude Tira di sana. Namun, sepasang suami istri itu ternyata tidak ada. Lantas ke mana perginya mereka?
Arzan membuang napas pelan. Tak lama kemudian ia melangkah ke kamar Rafa yang berada tepat di sebelah kamarnya. Ia membuka pintu kamar adiknya itu lalu tanpa mengucap sepatah kata pun ia masuk ke dalam.
Di sana Arzan menemukan Rafa yang tertidur di meja belajar dengan tangan yang masih memegang bolpoin. Arzan menatap Rafa sejenak. Meletakkan kresek berisi kotak sepatu tadi ke lantai, Arzan memilih untuk menggendong Rafa dan memindahkannya ke kasur. Pikir Arzan pasti tidak nyaman sekali tidur di meja belajar.
"Kamu pasti kecapekkan," lirih Arzan setelah berhasil memindahkan Rafa ke kasur. Diusapnya lembut surai hitam Rafa membuat sang empu semakin nyaman dalam tidurnya.
Arzan mengambil sepatu yang akan diberikannya pada Rafa kemudian menaruhnya di meja belajar milik adiknya itu. Ia menatap Rafa lama dan tersenyum melihat adiknya tertidur begitu pulas.
"Semoga kamu suka sepatu pemberian Kakak. Harganya emang nggak seberapa, tapi Kakak harap sepatu ini bisa berguna buat kamu, Dek," gumam Arzan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always There For You (Sudah Terbit)
Novela JuvenilHidup sebagai yatim piatu bukanlah keinginan seorang Arzan Ravindra. Di umur tiga belasnya ia dan sang adik harus ikhlas kehilangan orang tuanya karena sebuah kecelakaan mobil. Arzan dan Rafardhan, adiknya akhirnya diasuh oleh Kakak dari Ibu mereka...