BAB 3

47 14 9
                                    

♡⃝ Ԋαρρყ ɾҽαԃιɳɠ◡̈ ☽⋆

"Rafa," panggil seseorang dari kejauhan. Orang itu menenteng kresek hitam di tangan kanan dan kirinya yang dapat Rafa tebak isinya belanjaan dari warung.

Rafa memperhatikan orang itu beberapa saat. Setelahnya ia merebut dua kresek hitam yang dibawa oleh orang tersebut.

"Biar Rafa aja yang bawa," kata Rafa lalu berjalan mendahului Bude Tira.

"Itu berat, loh. Sini kasih Bude satu."

"Nggak. Biar Rafa aja," ujar Rafa tidak mau dibantah.

Rafa itu sebenarnya baik, tapi hanya pada orang tertentu seperti Pakde Bima dan Bude Tira contohnya. Pada Arzan tentu hanya wajah datar tanpa ekspresi saja yang ditunjukkan.

Jika disamakan dengan salah satu tokoh dalam cerita mungkin bisa dikatakan Rafa itu antagonisnya. Setelah kecelakaan yang menimpa orang tuanya beberapa tahun lalu tidak pernah sekalipun ia berkata lembut ataupun peduli pada Arzan. Semua hal yang dilakukan Arzan sama sekali tidak Rafa hiraukan. Bagaikan angin lalu yang tak berarti apa-apa. Akan tetapi, Rafa juga punya alasan di balik itu semua. Tidak mungkin bukan Rafa tiba-tiba membenci seseorang tanpa suatu alasan?

"Kamu kok pulangnya sampai jam segini? Main sama teman-temanmu lagi?" tanya Bude Tira seraya memperhatikan remaja berseragam putih-biru itu.

Rafa mengangguk kemudian berkata, "Iya."

"Kamu nggak takut dimarahin sama Kakakmu lagi?"

"Nggak. Bude mau bilang sama Kak Arzan?" tukas Rafa. Sedikit kurang sopan memang, tapi Bude Tira memaklumi hal itu.

"Nggak kok. Asal ...." Bude Tira menggantungkan kalimatnya.

Rafa menoleh, menatap Bude Tira sejenak. "Asal apa?" tanyanya.

"Asal kamu mau janji sama Bude."

"Janji apa?"

"Jangan pernah membenci Kakakmu. Biar bagaimanapun, Arzan tetaplah Kakakmu yang akan selalu ada buat kamu di saat kamu susah maupun senang. Kamu bisa janji, kan sama Bude?"

Memilih terdiam lalu melangkahkan kaki kembali, Rafa sama sekali tidak merespon apa yang Bude Tira katakan barusan. Jujur terkadang Rafa juga ingin seperti Kakak-Adik pada umumnya yang selalu akur dan ke mana-mana selalu bersama. Namun, hatinya masih belum menerima semua hal yang terjadi selama ini.

Rafa terus berjalan. Tatapannya lurus ke depan, mengabaikan Bude Tira yang sedari tadi berusaha mengejar langkahnya. "Mana bisa aku maafin orang yang udah bikin Ayah dan Bunda meninggal," gumam Rafa penuh emosi.

□■□■□

Saat ini dua remaja berbeda jenis itu tengah berada di sebuah warteg kecil yang tak jauh dari sekolah. Arzan tidak akan ke sini jika Ayra tidak terus-terusan merengek minta makan padanya. Apalagi gadis itu merengek sambil mencubiti perutnya dari belakang membuat Arzan tidak fokus menyetir. Coba jika Arzan menjadi gagal fokus dan berakhir kecelakaan? Sama sekali tidak lucu bukan?

"Ah, kenyang. Makanannya enak apalagi kalau dimakan pas lagi laper kaya gini," ucap Ayra sambil menepuk-nepuk perutnya yang sedikit membuncit karena kekenyangan.

Always There For You (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang