04. Will

87 16 2
                                    

Bukan Rayadinata namanya kalau tidak menunda-nunda dalam mengerjakan tugas. Kali ini, gadis itu sedang mengaduk kopi instan yang sudah ia seduh dengan air panas; menyiapkan amunisi untuk begadang. Ayahnya, Julianto, memperhatikan putrinya yang sejak tadi sore tidak keluar kamar karena sibuk menonton acara varietas idolanya.

"Belum tidur, to, Nduk?"

"Masih mau ngerjain tugas, Pak. Mumpung besok nggak ada kelas juga, jadi hari ini begadang nggak apa-apa."

"Padahal kalau dikerjain sore tadi, sekarang kamu bisa santai sambil nonton siapa itu, NCT atau apalah."

Kalau dipikir-pikir, omongan ayahnya ada benarnya juga. Namun, Rara enggan untuk mengakui kekeliruannya dan memilih diam saja sambil membuang muka, membuat Julianto tertawa dan kembali memperhatikan siaran ulang pertandingan bola di televisi.

──●◎●──

Jam digital di meja belajar Rara, hadiah ulang tahun dari Arsa tahun lalu, sudah menunjukkan pukul 23.59 ketika ia memutuskan untuk rehat sejenak dari tugas-tugasnya yang mengerikan. Buku-buku referensi yang sebelumnya ia pinjam dari perpustakaan kampus dengan hati-hati ia singkirkan dari meja, takut terlipat apalagi sobek—harganya bisa membuat Anto yang segar bugar itu langsung terkena serangan jantung jika harus mengganti buku tersebut gara-gara keteledoran sang putri.

Sambil menyesap kopinya yang sudah dingin, Rara mengirim pesan singkat kepada Hendy, mengingatkan mahasiswa yang memilih Sastra Indonesia sebagai program studinya itu untuk mendengarkan siaran DJ Heksa yang akan dimulai sekitar dua menit lagi.

Kalau nanti Hendy tertarik, siapa tahu teman satu fakultasnya itu berminat untuk mengirimkan pengalaman mistis yang ia miliki ke posel Neo Radio. Pasalnya, selama hampir enam bulan lebih mereka berteman, Hendy hampir tidak pernah menceritakan hal-hal di luar nalar yang pernah ia lihat atau alami. Padahal hampir teman satu angkatan mereka di Fakultas Sastra tahu soal 'kepekaan' Hendrasaka setelah ia, dengan aksi heroiknya, berhasil menyelamatkan kakak tingkat mereka dari suatu kejadian di luar akal sehat manusia pada saat acara inisiasi fakultas di mana mereka menginap di suatu tempat yang masih bisa dibilang keramat.

Tubuh Rara tiba-tiba bergidik, teringat seberapa parah kondisi Hendy kala itu sebelum pria yang disebut-sebut sebagai juru kunci area perkemahan tempat mereka menginap datang dan mengambil alih situasi dibersamai dengan suara azan yang mulai berkumandang, tanda memasuki waktu salat Subuh. Hendy, yang sudah ditarik menjauh oleh Jonathan Harimurti, kakak tingkat Rara dari jurusan yang berbeda, nyaris tidak bisa ia kenali karena darah yang keluar dari hidung dan mulutnya benar-benar membasahi separuh wajah dan leher Hendy yang terkenal rupawan itu.

Belakangan, Rayadinata akhirnya tahu kalau insiden gaib malam itu sebenarnya berada di luar kemampuan Hendrasaka yang kemampuan psikisnya hanya sebatas 'peka'. Itu sebabnya dampak yang ia terima juga luar biasa.

"Tok, tok, tok. Sudah tidur? Masih ngerjain tugas kuliah yang nggak selesai-selesai? Atau lagi nostalgia kejadian di masa lalu? Kalau masih melek, aku temenin sambil bacain cerita horor, boleh 'kan?"

Tanpa sadar, Rayadinata tersenyum sendiri saat mendengar suara DJ Heksa akhirnya mengudara dari radio. Meskipun belum pernah melihat rupanya, Rara yakin betul kalau DJ Heksa merupakan orang yang menyenangkan dan mungkin sedikit jahil pada orang-orang di sekitarnya. Tengil, kalau kata orang-orang.

"Kali ini email yang beruntung dikirimkan oleh William! Kamu, yang lagi begadang, udah siap dengerin cerita dari Will belum?"


◤━━━━━━━━━━━◥


From: William
To: neoradio@gmail.com
Subject: After Midnight

Halo, kenalin nama gue William. Kali ini gue mau bercerita tentang kejadian aneh dan bisa dibilang agak di luar nalar yang gue alamin sebulan setelah gue ngekos di Jogja.

After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang