06. Suasana Hati

77 17 0
                                    

Rayadinata baru saja keluar dari kelas ketika ia melihat Hendy sudah menunggunya di ujung koridor sambil bercengkerama dengan Juantama, salah satu teman dekat Hendy sedari SMA yang juga Rara kenal dengan cukup baik; mahasiswa Jurusan Seni Musik yang sering berkelana sampai ke Fakultas Sastra. Menyadari kalau Rara tengah berjalan ke arah mereka, pria yang memperkenalkan diri sebagai Juan beberapa bulan lalu lantas menepuk pundak Hendrasaka, secara tidak langsung memberitahunya soal kehadiran gadis itu.

"Ngapain, Wan?" sapa Rara setelah ia berdiri di sebelah Hendy yang diam saja, tidak seperti biasanya.

"Ini mau ambil kunci mobilnya Hendy." Juan menunjukkan kunci mobil berbandul unicorn milik manusia yang mengklaim dirinya sebagai Prince Eric dari Bantul itu. "Duluan, ya, Ra. Hen, mobilnya tak balikin nanti malem."

"Jangan lupa bensin."

"Iya, iya, bawel amat," gerutu Juan, tetapi ia buru-buru tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah Rara. Selepas Juantama pergi, tangan Hendy setengah mendorong punggung Rara supaya mereka juga turut pergi ke area parkir motor mahasiswa.

"Ini kita mau makan di mana, Hen?" Rara melirik ke arah Hendy yang berjalan di belakangnya, menuruni tangga sambil memasukkan tangan ke dalam saku celana. "Tumben banget ngajak makan di luar. Biasanya Mi Ayam Pak Tony udah jadi menu andalan buat makan siang di kampus."

"Ke Sop Merah, yuk?" jawab Hendrasaka sambil menyunggingkan senyum yang, entah mengapa, tidak sampai di ujung matanya. "Lagi kepingin makan di sana."

"Itu jauh lho, Hen. Emang udah nggak ada kelas?"

"Ada sih, tapi kata katingku tadi dosennya nggak masuk di kelas dia, jadi besar kemungkinan kelasku kosong."

"Oke, deh. Omong-omong, si Juan mau ngapain kok sampai minjem mobilmu?" tanya Rara setelah mereka tiba di dasar tangga yang terhubung dengan lobi Fakultas Sastra. Di sisi Barat, tiga meja penuh dengan risol mayo dan gorengan yang tengah dijajakan oleh beberapa mahasiswi sebagai danusan tampak menggiurkan.

"Buat bawa barang apa gitu dari kos temennya, nggak paham juga."

"Terus kamu nanti baliknya gimana?"

"Pakai motor dia, toh aku hari ini juga mau ke sanggarnya Mas Theo. Nanti dia tinggal ketemu aku di sana aja."

"Ah, gitu."

"Tak ambil motornya Juan dulu, Ra. Nanti tunggu di deket gerbang aja."

Mengacungkan ibu jari tangan kanannya, dua anak muda itu kemudian berpisah sesampainya di area parkir; Rayadinata melanjutkan perjalanannya ke arah Selatan, sementara Hendrasaka mulai memasuki area parkir dari sisi Utara, tempat di mana Juan kerap memarkirkan motornya.






◤━━━━━━━━━━━◥






"Eh iya, semalem jadi dengerin siaran radionya nggak, Hen?" tanya Rara begitu sup ayam pesanan mereka disajikan ke meja. "Asli, semalem ngeri banget itu, bahas soal tembok kamar yang dipukul-pukul. Aku sebelum berangkat ke kampus tadi iseng nyobain sama Arsa, 'kan kamar kita sebelahan siapa tahu emang beneran bisa kedengeran. Eh, tetep nggak bisa. Baru pas dipukul agak kenceng baru kedengeran, tapi 'kan di siaran kemarin disebutin kalau temboknya—"

"Ra?"

Rayadinata mengejapkan kedua matanya beberapa kali, merasa sedikit terkejut karena Hendy menyela omongannya secara tiba-tiba. "Apa?"

Hendrasaka menatap temannya yang masih nikmat menyeruput kuah sup miliknya itu dengan khawatir.

"Kamu ... sakit?"

After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang