Episode 2 Paginya Pengantin Baru

3.9K 523 58
                                    

Apa yang kamu harapkan dari sebuah pagi? Udara yang segar? Cicit burung pipit nan merdu di tengah sesaknya ibukota? Atau kehangatan sebuah lengkungan tangan di pinggangmu? Semua kurasakan jadi satu. Bak sebuah paket komplet saat aku terbangun di pelukan seorang lelaki tampan. Matanya masih terpejam, dengan wajah yang damai tanpa cela. Bulu matanya yang lurus dan panjang sesekali bergerak pelan, menandakan sebentar lagi pemiliknya akan terbangun.

Benar saja, lelaki tampan berkulit kuning kecokelatan dengan hidung mancung ini membuka matanya dan tersenyum padaku. Bibirnya yang tipis dan seksi itu tiba-tiba menimpal bibirku dengan lengket. Tak ada rasa jijik meski kami sama-sama belum sikat gigi.

Oh, sudahlah. Bayangan manis bak opera sabun di mana seorang istri menyambut suami bangun tidur dengan wajah cantik itu cuma angan. Tak ada kenyataan seperti itu jika kamu bertemu dengan pasangan yang tepat. Sebut saja aku dan dia, kami sepakat bahwa cinta itu di atas segalanya termasuk kebersihan.

Oh, come on! Berciuman dengan suami sah di pagi hari meski masih bau jigong itu tak masalah. Sama-sama enak dan mendebarkan. Apalagi jika ini masih bulan kedua kami menjadi suami istri. Sayur basi pun rasa masakan resto. Kami masih menggebu-gebu setiap waktu.

"Aku akan membuat sarapan untuk bayi besarku!" gumamku sambil menggelung rambut panjang lurus dengan jedai hitam. Sebenarnya, paling tidak suka menyiksa rambut dengan jepitan atau gelungan. Namun, memasak dengan rambut tergerai itu kurang nyaman.

Namun, saat hendak menuju daun pintu dia menahan tanganku lembut dan menarikku lagi dalam pelukannya. Aku kembali dipeluk di atas kasur dan mata ini melihat ke mata tajamnya yang masih terpejam. Hidung mancungnya sudah kembang kempis dan bibir tipis itu terbuka lagi, "nggak butuh apa pun selain kamu, Honey!" bisiknya mesra tepat di daun telingaku.

Panggilan mesra "Honey" dipilihnya karena pelafalan yang mirip dengan nama asliku. Dan aku sangat suka itu, membuat berdebar dan hawa di sekitar wajahku menjadi panas.

Aku menggaruk telinga tak suka karena geli. Sesekali sambil menyenggol pahanya yang kelihatan karena selimut kami tersibak. "Realistis, Abang! Kita nggak akan kenyang kalau cuma makan cinta."

Dia membuka matanya dengan wajah tak suka. "Come on, Honey! Jangan rusak suasana malam hebat tadi, ah!" desahnya manja.

Aku tersenyum malu sambil memukul dadanya pelan. "Kamu ih. Suka gitu deh!" Kami berpandangan, fokus pada bibir masing-masing. Dan tidak usah ditanya adegan apa yang terjadi.

Lagi. Kami berciuman lengket hingga lupa kenyataan bahwa pagi mulai benderang. Kalau aku tak menjeda adegan ini mungkin pergumulan kami akan sama seperti semalam. Saat hujan deras melanda pangkalan militer ini, kami memadu cinta dengan hebatnya.

Staminanya sebagai seorang tentara muda tak diragukan lagi. Setiap saat dia siap mengacak kamar bernuansa merah muda dan putih gading hasil tatananku ini. Kalau tidak bekerja, aktivitas kami ya kebanyakan di ruang bernuansa manis ini. Kami bercanda riang dan ujung-ujungnya, ya, itu.

Sit-up, push-up, sprint, dan jenis olahraga lain yang biasa dia lakukan itu sudah berganti dengan aktivitas ranjang penuh energi. Semangatnya untuk menghamiliku membara hebat. Aku pasrah karena kenikmatan pasangan pengantin baru ini sangat menyenangkan.

Semangatnya untuk menghamili tak sejalan dengan tekadku yang masih ingin berdua saja. Jujur, aku masih ingin pacaran selepas nikah seperti ini. Kami ingin bergandengan tangan lebih lama, sebelum menggandeng tangan mungil bersama.

Sejenak, aku turun dari ranjang dan meninggalkannya yang memasang wajah cemberut. Dia tak sadar apa ini sudah kali ketiga kami melewatkan Subuh dan harus menggantinya di hari lain. Kenikmatan yang berbuah dosa, mungkin saja. Entahlah, aku bingung masalah dosa dan pahala.

Hai, Sea! (End/Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang