Suara telur pecah mengisi tiap sudut ruangan. Hening sesaat. Lalu tergantikan suara gelak tawa membahana.
"Gadis payah!"
"Mati saja sana, Bodoh!"
"Astaga. Cepatlah mati, aku mulai bosan dengan semua ini."
"Benar-benar payah!"
Bau amis busuk menyeruak, memenuhi Indera penciumanku. Rasa lengket telur itu membuatku tak nyaman. Mendengar seruan mereka, aku hanya diam. Tak ada yang bisa dilakukan.
Entah bermula dari apa dan kapan, aku sendiri, lupa. Mereka terus-terusan memperlakukan aku seperti sampah. Hari demi hari kulewati dengan mendengar cacian kebencian dari mereka.
Tak berhenti di situ, gadis dengan rambut panjang berwarna merah muda menarik kuncir rambutku, "Lihat rambut panjang dan acak-acakan ini, dia seperti Sadako pirang." Gadis itu mulai mengacak-acak rambutku kasar, seraya tertawa.
"Hei, bagaimana gadis busuk sepertimu bisa hidup? Aku kasihan dengan orang tuamu. Pasti memalukan memiliki anak sepertimu," ujar gadis dengan rambut pendek biru safir, mendorong-dorong bahuku.
Langkah kaki seperti tengah berlari mulai mendekati pintu kelas, diikuti suara bantingan pintu yang keras.
"Hei! Kalian!" Gadis berambut cepak, tosca itu berteriak lantang.
Dia melangkah mendekatiku, "Ai..." panggilnya mendesah pelan. Menatapku penuh iba.
Aku membersihkan cangkang telur dari rambutku, "Tak apa, Nana."
Raut wajah gadis itu berubah sangar, "Kalian! Masih tak bosan mengganggu Ai?! Hah?!"
"Apa? Dia itu seperti mayat. Lihat saja dia," ujar salah satu dari mereka. "Kami hanya membantunya agar cepat mati dan tidak gentayangan!" Suara tawa kembali terdengar di seluruh ruangan.
Aku masih setia diam. Malah menaruh perhatian pada gelang tali hitam dengan bintang di tengahnya, gelang couple yang diberikan Nana. Yang salah satunya sedang melingkar di lengan Nana. Kami selalu sama-sama memakainya.
Mendengar itu, Nana meraih kerah baju gadis dengan rambut pendek biru safir, yang baru saja berbicara, "Apa katamu?"
•••OOO•••
"Kamu tak seharusnya berkelahi," ujarku seraya membersihkan luka cakaran di lengan dan wajahnya dengan kapas dan alkohol.
Dia meringis saat kapas menyentuh lukanya, "Tapi, tadi aku yang menang!" Nana tersenyum bangga.
Aku menggeleng pelan. Tak habis pikir dengan kelakuan gadis tomboy itu. Biarpun dia bisa berkelahi, tetap saja dia pulang membawa luka. Nana tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya.
Siapa dia? Nana namanya. Kami tinggal di apartemen yang sama, dia berada tepat di bawah apartemenku. Sahabatku semasa SMP hingga duduk di bangku SMA. Alasan dia mulai tinggal sendiri dan pindah di apartemen yang sama denganku adalah agar aku tidak sendirian. Dia orang pertama yang akan membelaku, dalam keadaan apapun. Contohnya seperti tadi. Bisa dibilang hanya dia yang kupunya saat ini. Hanya dia seorang.
Nana melihat ke sekeliling apartemenku, "Mereka tak pulang lagi?"
Aku menggeleng, "Memang kapan mereka ada di rumah?"
Nana tersentak, "Maaf."
Aku mencubit pipinya gemas, "Untuk apa minta maaf? Aku yang seharusnya berterima kasih. Kamu selalu ada untukku."
Nana memasang wajah riang, "Karena kita sahabat!" ujarnya meraih handuk yang menggantung di leherku, dan meletakkannya di kepalaku. Mengeringkan rambutku.
•••OOO•••
"Kamu tak melakukan apa-apa lagi ya? Bukankah sudah kubilang, untuk melawan saat ditindas?" ujar seorang laki-laki padaku.
Aku menoleh, mencari sumber suara itu, "Kamu lagi?"
Laki-laki itu tertawa. Lalu mengelus pucuk kepalaku, "Sebenarnya dengan alasan apa mereka menindasmu? Aku benar-benar tak paham."
"Siapa kamu?" ujarku mengabaikan ucapannya, menatap iris kuning menyala itu.
Laki-laki itu menarik tangannya dari kepalaku. Lalu memasang wajah heran, "Kamu tidak mengenaliku? Lagi?"
Aku menggeleng.
Laki-laki itu menghela nafas kecewa. Lalu menunjuk dirinya sendiri, "Aku? Aku itu-..."
"Aiiiii!!!"
•
•
•
- To be continued -
Friday, 2 July 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My Archangel
Teen Fiction❗WARNING KONTEN SENSITIF❗ Depresi... Adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Hey, ingin kubawa kalian ke sebuah kisah? Tentang gadis yang tak punya sinar di matanya. Seperti mayat...