"Aiiiii!!!"
Mendengar suara Nana, aku sontak membuka mata, dan langit-langit kamar menyapa pandanganku.
"Aku bermimpi... Lagi." Tanganku mencoba meraih langit-langit kamar, "Siapa dia?"
Kamar sempat hening. Sampai akhirnya Nana membuka suara. Ada keenganan di dalam ucapannya, "... Dia?" Nana menyodorkan paksa donat coklat ke mulutku.
Kusingkirkan donat itu, "Bi Siti mulai berjualan lagi?" tanganku mengambil alih donat coklat pemberian Nana.
"Huum," Nana mengangguk dengan mulut penuh donat, lalu menelannya, "Saat aku turun hendak membuang sampah, Bi Siti baru saja datang di depan."
Nana menatapku serius, "Ah ya. Dia siapa maksudmu tadi?" tanya gadis itu penasaran. Sinar matanya berubah begitu cerah, tanda dia sangat amat penasaran.
Aku diam sejenak, "Aku bertemu seseorang di mimpi. Sudah dua kali... Mungkin?" ujarku lalu bangkit dari kasur.
"Seperti apa rupanya?" tanya Nana membuka bungkus donat lagi.
Tanganku berhenti menguncir rambut, mengingat-ingat rupa laki-laki itu.
Nana menatapku aneh. Sinar matanya terlihat menelisik.
"Ayo sebutkan ciri-cirinya, aku akan menggambarnya. Masih ada waktu sebelum pergi ke sekolah." Gadis itu meletakkan donatnya, dan meraih buku gambar, pensil 2B, serta pensil warna dari dalam tas ranselnya.
Aku berputar arah, lalu duduk kembali di pinggir kasur, "Dia berambut hitam agak panjang di sisi kanan dan kiri, poni panjang yang menjuntai di antara matanya. Eemm... Ah, dia punya bentuk wajah oval, dengan garis pipi tegas. Warna kulitnya sangat pucat. Dia... Juga memakai baju senada dengan rambutnya."
Nana berhenti menggambar, "Bagaimana dengan matanya? Senada juga dengan rambut dan bajunya?" ujar gadis itu menunjuk rambutnya dengan pensil.
"Tidak tidak." Aku menggeleng, " Dia memiliki mata tajam dengan iris kuning menyala seperti kucing."
Iris kuning itu sangat kuingat. Bagaimana tatapan tajamnya namun lembut secara bersamaan, menatapku saat itu. Seolah membiusku untuk mengigat jelas matanya. Sangat indah.
Nana menggambar sosok itu dengan sangat serius, hingga keheningan menyelimuti kamarku. Dan akhirnya dia berteriak riang.
"Jadi!" ujarnya mengangkat tinggi-tinggi hasil ilustrasinya.
Nana menggeleng heran, "Woah... Ini imajinasiku dari ciri-ciri yang kamu sebutkan, yang terlalu tampan. Atau bagaimana?" Gadis itu menyerahkan buku gambar berukuran A4 itu padaku.
Aku terpaku.
Laki-laki yang diilustrasikan oleh Nana, mirip dengan seseorang dalam mimpiku.
"Iya. Seperti ini, Na," ujarku masih terpaku pada gambar yang kupegang.
"Benar kan..." Nana mengangguk setuju, lalu terkejut, " Hah? Benar seperti ini?!" ujarnya ikut melihat hasil gambarannya yang masih kupegang.
Aku mengangguk.
"Wo-woah... Dia... Dia sangat tampan. Hmmm...?" Nana kembali memakan donat yang sempat ia abaikan tadi, dengan masih memandangi hasil gambarnya.
•••OOO•••
Aku melangkah perlahan memasuki apartemen. Memasukkan sandi di pintu otomatis.
Gelap. Dan... Sunyi.
Ini yang akan kurasakan setiap kali masuk ke dalam apartemen.
Di mana orang tuaku? Entahlah. Mereka selalu bekerja. Di luar negeri. Mereka jarang berada di rumah. Bahkan seingatku, mereka belum pulang tahun ini.
Aku selalu sendiri. Sejak kecil, selalu sendiri. Tak pernah ada seseorang yang benar-benar ada di sisiku. Satu-persatu dari mereka, selalu pergi menjauh. Sejujurnya, aku bahkan bingung, mengapa Nana masih berada di sisiku. Karena aku tak pernah memiliki teman yang awet. Ratusan alasan akan muncul, agar mereka bisa meninggalkanku. Dulu, aku tinggal bersama bibi Hasna. Tapi beliau meninggal karena kecelakaan setahun yang lalu.
Kuraih gelas di lemari, berniat membuat susu hangat. Tapi pikiranku melayang pada kejadian di sekolah. Bullying yang selalu menjadi makananku setiap hari.
•••OOO•••
Aku melangkah masuk ke dalam ruang kelas. Saat netraku dapat melihat jelas isi kelas, suara tawa mengejek memenuhi indra pendengaran. Namun, aku memilih untuk diam tak bergeming. Membiarkannya. Ini selalu kualami setiap saat. Bahkan membuatku mau tak mau, merasa terbiasa dengan keadaan.
"Lihat, hari ini pun dia masih ke sekolah."
"Kuakui nyalinya besar juga."
"Dia terlihat seperti hantu. Lihat penampilan menyeramkan itu."
"Semenjak pembantunya meninggal, aura hantunya semakin menjadi-jadi. Bikin ngeri suasana kelas saja."
Mejaku, terdapat banyak coretan di sana. Umpatan penuh kebencian memenuhi setiap sudut mejaku. Kulihat, banyak coretan baru dengan spidol di sana.
Tiba-tiba air membasahi rambutku, tas ranselku juga basah karenanya.
•
•
•
- To be continued -
Sunday, 4 July 2021

KAMU SEDANG MEMBACA
My Archangel
Novela Juvenil❗WARNING KONTEN SENSITIF❗ Depresi... Adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Hey, ingin kubawa kalian ke sebuah kisah? Tentang gadis yang tak punya sinar di matanya. Seperti mayat...