11• Gara-Gara Dedemit

9 5 11
                                    

Hari paling menyebalkan bagi kebanyakan pelajar kembali datang. Sejak pukul enam pagi, beberapa anak yang terjerat dalam amanat sebagai petugas upacara mulai memposisikan diri. Diza yang berperan sebagai MC terlihat antusias di posisinya, dalam latihan sebelum upacara dimulai.

Lain dengan Kana yang berperan sebagai pembaca janji siswa. Cowok itu kini dengan santainya berjongkok sembari meminum minuman kemasan bermerek Teh Galon. Membuat ia terlihat kontras dari teman-temannya yang lain.

Pak Danu selaku pengawas tentu tak tinggal diam. Pria bertubuh tegap itu berjalan dengan tegap untuk menghampiri satu-satunya siswa yang ia pilih secara terpaksa. "Bangun kamu! Petugas upacara kok malah jongkok? Mau bertelur?!" Guru olahraga itu memberikan tatapan tajam pada Kana, membuat cowok itu lekas berdiri, dengan sebuah cengiran.

"Niat jadi petugas upacara enggak?!" Pak Danu masih bicara dengan nada marah. Sampai melupakan fakta, bahwa tanpa ditanya pun siswa di hadapannya akan berkata, "Enggak niat Pak. Saya kan dipaksa sama Bapak."

Pak Danu menatap garang pada Kana yang dengan santainya berkata, sekaligus melempar gelas kemasan dari minuman Teh Galon yang telah hilang isinya pada tong sampah dengan jarak dua meter dari tempat cowok itu berdiri. "Yes, masuk!" Seruan Kana makin membuat Pak Danu makin menyabarkan diri atas kelakuan siswanya.

"Sudah main-mainnya?" Kana menggeleng, membuat Pak Danu hanya bisa tersenyum paksa, ingin memarahi tapi sadar itu hanya akan buang-buang tenaga. Sampai niatnya untuk bicara dengan lembut terhenti ketika melihat sesuatu yang janggal di kepala Kana.

"Topimu mana?" Nada menginterogasi dari suara Pak Danu tetap tak membuat Kana gentar untuk berkata, "Saya tinggalin di Rumah Pak. Biar bisa masuk pasukan KurDis, biar enggak perlu jadi petugas, terus upacaranya di tempat yang adem."

Pak Danu mulai kehabisan stok kesabaran pagi ini. Susah memang menasihati sosok bocah sebandel Kana yang memang langganan BK. Ingin dikeluarkan pun sayang, karena berbakat dalam dunia sepak bola. Ah, Pak Danu jadi makin bingung harus berbuat apa sekarang.

"Pinjam punya saya dulu enggak pa-pa Pak." Pak Danu berbalik, menatap dengan eksperesi terkejut pada seorang siswa lelaki setinggi bahunya. Di tangannya ada sebuah topi biru tua yang menjadi perkara dari sakit kepalanya.

"Lah terus, kamu gimana?"

Rama menunjukkan senyum manisnya. "Hari ini saya ikut OSN Pak. Jadi enggak ikut upacara. Mohon doanya." Pak Danu membuang napas lega, sedangkan Kana berdecak kesal sebab tak jadi berteduh dari panasnya suasana upacara.

"Harusnya jangan berikan topimu!" Kana berkomentar, membuat Pak Danu memukul kepalanya dengan topi yang tadi Rama berikan. "Pakai!" suruh Pak Danu dengan nada tegas, tanpa menghiraukan keluhan Kana soal sabetan yang tadi ia terima.

"Cerewet amat Pak. Sakit tahu!"

"Siapa yang cerewet?"

"Saya!"

Tentunya, itu membuat Diza di posisi MCnya dan Syadza sebagai pembawa teks pancasila tertawa di tempat mereka. Juga Rama, yang dalam wajau datarnya sedang menahan tawa.

Drama pagi hari antara Pak Danu dan Kana memang luar biasa.

•••

Terlepas dari semua kenakalannya, Kana memang punya sisi baik yang wajib dibanggakan. Seperti hari ini, di jam pertama pembelajaran, yang membuat para siswa laki-laki bersorak riang menyambut pelajaran favorit mereka.

"Yak, Rangga Rangga, oper ke Kana!" Interupsi Pak Danu sebelum sorakan tim Kana mengudara. Gol yang telah dicetak sebanyak tiga kali oleh tim mereka, menunjukkan bahwa mereka menang dengan skor lebih tinggi satu poin dari tim lawan.

What's My Dream?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang