R.I.P Andelyn Part 9

213 13 0
                                    

Tok! Ruang kamar yang terlihat gelap dari luar itu diketuk kaca jendelanya oleh Wayne, pelan. Terlihat cahaya remang yang samar di dalam, seperti hanya cahaya lilin yang meneranginya.

Tangan kecil yang sudah mengerut itu menahan pergelangan Wayne. Tangan sedingin es itu mencengkeram pergelangan besar Wayne. Andelyn melirik Wayne kecut. "Lihat dan dengar!" ucapnya sembari berjalan ke ujung jendela kamar, sepertinya gorden tipis itu sedikit tersibak.

Wayne hanya mengikuti langkah Andelyn. Memang terdengar sayup, tapi jika dia tak salah kira, Noah tengah membuat upacara sendiri, memanggil Sang Pengkhianat Lucifer, Anthonio, pengkhianat dari makhluk yang telah mengkhianati Tuhan.

Mata bulat Wayne menyipit. Mengintip celah kecil dari gorden yang sedikit tersingkap. Tampak lelaki bertubuh kecil dan berambut blonde itu sedang bersimpuh di tengah jajaran lilin yang ditata sedikit berbeda dari yang seharusnya. Sementara jemari Wyne tengah mengigil di tepi jendela, matanya memerah. Entah karena terlalu dingin atau dia tengah marah. Jaket kainnya yang tebal itu bahkan tak memberikan efek apapun.

"Lihat?!" Andelyn masih berdiri tegap di belakang Wayne yang sedang memasang kuda-kuda atau bahkan hampir berjongkok.

Wayne tak bergeming. Rambut hitamnya bahkan telah mengembun dan sedikit basah. Ia sedikit mencakar dinding kasar jendela ini dengan mata yang tak berkedip. Entah, bagaimana dia melakukan itu, karena tak berkedip di tengah udara dingin akan sangat menyakitkan,seharusnya mata bulat itu berair.

Sesosok makhluk berkaki besar dan hanya terlihat seperti tulang yang diselimuti kulit kasar dan sedikit kehijauan, bahkan beberapa bagiannya bersisik seperti kulit kering yang hampir mengelupas. Kepalanya hampir menyentuh langit-langit kamar Noah, padahal punggungnya terlihat bungkuk. Sementara di sisi lain, kukunya terlihat tebal dan kotor.

Sesering apapun Wayne berkontak dengan makhluk sejenis itu, ia tetap bergidik dan tak berani menatapnya. Ia sudah bisa menebak seberapa menyeramkannya wajah makhluk yang tengah berdiri di hadapan Noah yang tersimpuh itu.

Tiba-tiba Sang Pengkhianat Lucifer itu menoleh ke arah jendela dengan sorotan matanya yang merah. Mulutnya bahkan hanya terlihat seperti sobekan kulit yang tak rapi dengan gigi runcing yang penuh lendir. Ia menyeringai. Ujung bibirnya itu bahkan tersenyum sampai di tepi telinganya yang lebih terlihat seperti tandung itu. "Kita kedatangan tamu," ucapnya dengan suara yang parau. Kali ini terdengar jelas dibanding tadi.

Wayne bergidik. Ia hampir terpelanting jatuh. Sementara gadis berpiama pink itu masih berdiri tegap dengan santainya di belakang Wayne yang sudah ketahuan itu.

"Wayne?" Noah tiba-tiba sudah menyumbul dari jendelanya. Ia tersenyum lebar menyambut sahabatnya itu. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah Andelyn yang menunduk diam. Rambut panjangnya jatuh di depan wajahnya seperti tirai. "Sedang apa kau bersama Si Pecundang itu?"

Wayne sudah pucat, bahkan gagap untuk menjawabnya.

Tapi kemudian Noah menerawang jauh di halaman rumahnya yang tertutup kabut tebal itu. Seperti ada sosok orang di sana yang berjalan ke arah sini.

Andelyn menoleh. Di balik rambut kusutnya itu, ia menyeringai. Tersenyum khas seperti biasanya, ujung bibir kanannya terangkat lebih tinggi. "Show time!" gumamnya sembari menyeringai ke arah Noah.

"Silent Brothers?" gumam Wayne setengah tak percaya melihat makhluk tinggi dengan jubah yang tengah menembus tebalnya kabut.

Sang Pengkhianat Lucifer tengah menghadang pasukan bertongkat kayu itu. Sementara Noah tengah tertawa remeh. "Sedang apa makhluk tak berguna itu di sini," ocehnya.

Andelyn menoleh ke arah Noah. Pandangannya tajam menghujam laki-laki bertubuh mungil itu. Tatapannya menembus ke dalam mata biru Noah.

"Oooh!" pekik Noah yang baru menyadari situasi ini. "Apa kabar, Cassandra... sayang?" sambutnya dengan senyum lebar. "Rupanya kau yang membawa Silent Brothers kemari. Semakin akrab dengan mereka di pemakamanmu?" hinanya sembari melipat kedua tangannya di dada.

"Noah?" panggil Wayne dengan kerutan dahi yang tebal.

Noah tak acuh. Ia menepuk tangannya dan kembali melipat kedua tangannya di dada sembari menatap ke halamannya yang ramai itu. "Ini tontonan bagus, sebaiknya jangan dilewatkan."

"Mereka bukan untuk berperang," teriak Andelyn dengan suara yang menjerit.

Noah hanya menoleh santai. Memasang wajah polos yang terlihat sedang meremehkan itu. "Ya, aku tau. Mereka tak akan melawan Anthonio hanya dengan tongkat kayu. Bahkan berjalan saja mereka butuh alat bantu," ledeknya.

Beberapa saat Anthonio berhadapan dengan segerombol makhluk berjubah dengan mulut yang dijahit dan mata yang berlubang tanpa bola mata itu. Tak berapa lama kemudian mereka bergerak mundur.

"Sungguh disayangkan, tak ada yang menarik di sini," gumam Noah yang masih tak peduli dengan tatapan nanar Wayne.

"Noah?!"

Laki-laki bermata biru laut itu menatap Wayne yang sudah pucat, kusut, dan kuyu itu. "Wayne, kau tak akan mengkhianatiku hanya demi makhluk tak berjasad ini, kan?!"

Sontak Wayne terkejut. "Bukankah kita bertiga itu berteman?"

Noah hanya tersenyum kecil, remeh. Ia melepaskan mantel bulunya yang hangat sembari menatap gadis berambut coklat di hadapannya. Kemudian ia bergidik kedinginan begitu udara dingin membelai kulitnya. Ia menyelimutkan mantel bulu coklatnya di tubuh kecil Andelyn yang hampir membeku itu. "Jangan sampai Si Pecundang ini bernasib sama sepertimu, Cassandra!"

***

R.I.P AndelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang