Tengah malam. Ruang kamar cukup luas ini terasa sempit begitu lampu redup beberapa jam sejak tadi. Secercah cahaya dari lampu halaman sedikit menerobos sela-sela ventilasi jendela. Sementara gorden merah darah itu tertutup rapat tegak berdiri di sana.
Getar ponsel Andelyn mengagetkan mayat di kuburan. Nama kakaknya, Ethan muncul di layar ponselnya. Panggilan telepon macam apa di tengah malam oleh saudara kandung sendiri yang tinggal satu rumah?
"Andelyn?" sergah Ethan tanpa menunggu Andelyn mengucapkan kata pertamanya. Suaranya tengah berbisik seperti sedang dalam kondisi mendesak. "Kau tau aku berada di mana sekarang?" bisiknya. Apa dia sedang membuat lelucon tengah malam begini?
"Kau sedang pesta di rumah temanmu!" jawab Andelyn kontan.
"Bukan. Aku ada di depan pagar pintu rumah."
"Kau ingin aku membukakan pintu untukmu? Jawabannya, tidak!" ketus Andelyn juga berbisik di balik selimutnya yang panas.
"Tidak! Aku tak akan pernah menginjakkan kaki di rumah!" seru Ethan sedikit berteriak, tapi berbisik. "Ada seorang wanita muda yang terus menatap jendela kamarmu dari kursi halaman depan."
"Ya, aku tau. Mereka semua ada di sini," jawab Andelyn yang masih memegangi selimutnya erat.
"Baiklah. Aku pergi. Jaga dirimu, kau tau, aku tak bisa berbuat banyak jika terjadi sesuatu denganmu!"
"Mm-hmm!"
Klik
***Jadi, cerita cinta Romeo-Juliet atau Adam-Hawa...
Suara Mrs. Jennifer menggema di seluruh ruang kelas. Lalu terhenti saat sepasang matanya menemukan sebuah pengkhianatan dalam kelasnya. "Mr. Kleinstern, apa yang sedang kau lakukan di belakang sana?"
"M-m..."
Mrs. Jennifer memotong sebelum Justin sempat menjawabnya. "Dan apa yang sedang kau lakukan dengan kelopak mata teman sebangkumu itu?" tukasnya.
Semua mata menoleh ke arah meja nomor dua dari belakang yang berada di tepi jendela kaca kelas dengan pemandangan pepohanan rindang di taman. Menatap Justin dan Andelyn yang setengah hidup dengan mata sembab, efek semalaman terus terjaga.
"Membantunya agar tidak tidur di kelasmu," jawab Justin enteng, seolah dia adalah pahlawan yang sedang berjuang untuk kelancaran kelas Mrs. Jennifer.
Mrs. Jennifer beralih menatap Andelyn yang duduk di samping Justin. Ia mengerjap polos seperti boneka. Lalu meringis sambil melepas plester-plester di kelopak matanya. "Pergi cuci mukamu!" ucap wanita separuh baya dengan kacamata yang dipasang di ujung hidungnya itu.
Andelyn beranjak dari kursinya sambil merapikan kedua kepangan rambutnya. Ia melangkah dengan kaki yang diseret. Bahunya yang biasa tegap itu hari ini terlihat jatuh, seperti sedang memanggul dua tas berisi batu.
"Andelyn?" panggil Mrs. Jennifer sambil melotot tajam. "Angkat kakimu saat berjalan!" perintahnya penuh ancaman.
Andelyn mengangguk. Meski sedikit berat melakukannya.
Koridor sekolah terlihat ramai. Mungkin ini pergantian jam di kelas lain. Di ujung sana, tepat di loker kelas Biologi terlihat seorang lelaki berambut hitam dengan model rambut spike yang ditata dengan model jambul sedang menatap lurus isi lokernya. Lesung pipinya lama tak terlihat menghiasi wajahnya sejak kematian Cassandra, si gadis populer yang diduga sebagai salah satu anggota pemuja setan.
Andelyn terus menatap ke arah Wayne yang tengah termenung di keramaian anak-anak sepanjang loker itu. Tapi tatapannya berhenti di akhir koridor. Ia berbelok kanan menuju kamar mandi wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.I.P Andelyn
HorrorPernahkah kau berjalan melewati makam? Pernah mencoba menghitung jumlah gundukan tanah di sana? Atau, pernahkah kau merasa mereka menemukanmu hanya karena kau menoleh ke arah angin yang tak tampak itu? Jika jiwamu rentan, jangan sekali-sekali menole...